Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Go-Jek, GrabBike, dan Blu-Jek Tabrak Aturan? Aturan Apa? Aturan yang Mana?

19 September 2015   10:54 Diperbarui: 19 September 2015   11:10 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagaimana ini? Kepolisian menunggu aturan. Menteri Perhubungan sulit menerbitkan izin. Sementara, jasa ojeg berbasis aplikasi, terus bergulir. Ribuan orang sudah menjadi bagian dari bisnis tersebut. Apakah pihak berwenang akan membiarkan perdebatan tentang legal dan ilegal terkait Go-Jek, GrabBike, dan Blu-Jek, terus berkepanjangan? Ini salah satu cermin iklim usaha di negeri kita. Foto: beritaenam.com dan terbitsport.com  

Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)

Perdebatan tentang legal dan ilegal terkait Go-Jek, GrabBike, dan Blu-Jek, sebenarnya sudah berkepanjangan. Ini menunjukkan, betapa tidak sensitifnya aparat berwenang terhadap ekspansi bisnis dan lemahnya penegakan aturan.

Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Tito Karnavian[1], segera memanggil pimpinan pengusaha ojek berbasis aplikasi. "Saya belum bisa menentukan waktunya. Kapan mereka bisanya, kapan saya pas kosongnya,” ujar Tito Karnavian, saat meresmikan samsat pelayanan pembayaran pajak kendaraan bermotor (PKB), di Kantor Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, pada Jumat (18/9/2015). Kita tahu, Go-Jek sudah full time beroperasi sejak Maret 2014, GrabBike pada Mei 2015, dan Blu-Jek pada September 2015. Artinya, ojek berbasis aplikasi sudah satu tahun lebih beroperasi di DKI Jakarta, tapi aparat berwenang belum berbuat apa-apa. Kapolda Metro Jaya pun nampaknya baru mulai mengambil ancang-ancang, untuk berdiskusi dengan pimpinan pengusaha ojek berbasis aplikasi.

Bisnis Baru vs Pelat Kuning   

Aksi bisnis Go-Jek, GrabBike, dan Blu-Jek sudah jelas: ada peluang untuk meraih keuntungan. Sebagai kategori bisnis baru di bidang transportasi, ini tentulah bisa dipandang sebagai terobosan[2]. Bagaimanapun juga, sejauh ini, belum ada aturan yang mengatur sepeda motor sebagai transportasi umum. Indikatornya, pelat nomor sepeda motor hanya ada hitam untuk pribadi dan merah untuk instansi pemerintah, dalam konteks kepemilikan. Pihak berwenang belum pernah mengeluarkan pelat kuning untuk sepeda motor, sebagaimana halnya pelat kuning untuk bis, metro mini, mikrolet, taksi, dan bajaj.

Atas dasar itulah, salah satunya, perdebatan tentang legal dan ilegal bergulir[3], terkait penggunaan sepeda motor untuk transportasi publik. Meski jauh sebelumnya sudah ada ojek pangkalan alias ojeg non-aplikasi, perdebatan tersebut tidak muncul ke permukaan. Aparat berwenang pun nyaris tidak bereaksi apa-apa terhadap mereka. Bahkan, Kapolda Metro Jaya sudah berganti beberapa kali, tak ada seorang pun yang berniat memanggil para pengojek pangkalan. Kalaupun ada razia sepeda motor, konteksnya tidak ada kaitannya dengan transportasi publik.

Kenapa aparat berwenang selama ini tidak bereaksi terhadap ojek pangkalan? Kalau secara skala, jumlah mereka juga banyak. Di Jakarta saja, hampir di setiap mulut gang, ada pangkalan ojek. Hampir di setiap pintu keluar perkantoran, juga ada pangkalan ojek. Kalau secara meresahkan, ojek pangkalan juga sudah meresahkan sejak dulu. Lihatlah di sejumlah tempat, bagaimana ojek pangkalan sudah mengkapling trotoar serta menyita badan serta bahu jalan, untuk pangkalan mereka[4]. Secara kriminal, tak kurang banyaknya ojek pangkalan yang berurusan dengan kasus kriminal[5].

Jadi, apa dan kenapa kini sampai seorang Kapolda Metro Jaya bereaksi terhadap para pengojek? Kenapa Tito Karnavian segera memanggil pimpinan pengusaha ojek berbasis aplikasi? Alasannya jelas: ada potensi uang di sana. Eits, mungkin ada yang menduga bahwa aparat akan minta setoran dari mereka. Tak usah menduga-duga, bukankah aparat berfungsi menegakkan aturan? Tapi, aturan yang mana yang akan ditegakkan aparat? Juga, aturan apa yang sudah dilanggar Go-Jek, GrabBike, dan Blu-Jek?

Pengojek di pangkalan melarang pengojek berbasis aplikasi memasuki wilayah tertentu, seperti di kawasan Pancoran dan Kalibata City, Jakarta Selatan. Ojeg pangkalan dan ojeg berbasis aplikasi, sama-sama tidak memiliki izin. Terus, apa dasarnya mempersoalkan legal dan ilegal? Ekses sosial-ekonomi seperti ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Foto: metrotvnews.com

Kontradiktif Terkait Ekspansi

Bila kita cermat menyimak pernyataan Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Tito Karnavian mereka intinya jangan terlalu ekspansif dulu, sambil menunggu aturan, kita tahu bahwa aturan yang mengatur penggunaan sepeda motor untuk transportasi publik, sesungguhnya belum ada. Mungkin sudah ada aturan yang bersifat umum tapi relevansinya rendah, bila diterapkan pada bisnis seperti Go-Jek, GrabBike, dan Blu-Jek. Tito Karnavian nampaknya tak hendak bertindak serampangan. Karena itulah, ia berencana mengundang pimpinan pengusaha ojek berbasis aplikasi tersebut, untuk berdiskusi dengan mereka.

Meski demikian, ada yang kontradiktif. Di satu sisi, Tito Karnavian melarang agar Go-Jek, GrabBike, dan Blu-Jek jangan terlalu ekspansif, tapi di sisi lain aparat berwenang mengizinkan pengusaha ojek berbasis aplikasi menggelar rekruitmen besar-besaran. Go-Jek, misalnya, mengadakan rekruitmen massal di Hall A Stadion Basket, Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa (11/8/2015) hingga Jumat (14/8/2015). Setiap hari, pendaftar diperkirakan 4.000 orang. Pada saat yang sama, pada Rabu (12/8/2015), GrabBike, juga melakukan aktivitas serupa di kawasan yang sama, di Plaza Barat, Gelora Bung Karno. Meski kuota pelamar hanya 2.500-3.000 orang, pendaftar mencapai 5.000 orang.

Logikanya, rekruitmen besar-besaran dan massal tersebut, pastilah dilengkapi dengan izin pihak kepolisian. Apalagi pelaksanaannya di tempat umum serta melibatkan ribuan orang. Jadi, tidak mungkin pihak kepolisian tidak mengetahuinya. Tapi, kenapa ekspansi massal tersebut diizinkan? Setidaknya, ini menunjukkan bahwa sikap kepolisian masih mendua dalam menghadapi Go-Jek, GrabBike, dan Blu-Jek. Dan, itu makin mempertegas realitas bahwa aturan yang mengatur penggunaan sepeda motor untuk transportasi publik, sesungguhnya belum ada.

Bagaimana dengan Kementerian Perhubungan? Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan[6], menilai, legalitas terhadap Go-Jek, GrabBike, dan Blu-Jek sulit dilakukan. Kenapa? “Kita tidak bisa menerbitkan izin sepeda motor pelat kuning, karena dari segi safety, itu sudah tidak mungkin,” ujar Ignasius Jonan, dalam seminar transportasi yang dihelat di Indonesia International Motor Show (IIMS) 2015 di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (20/8/2015). Nah, bagaimana ini? Kepolisian menunggu aturan, sementara Menteri Perhubungan sulit menerbitkan izinnya.

Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Tito Karnavian, mengatakan, kepolisian menghadapi dilema dalam menyikapi keberadaan ojeg berbasis aplikasi. Menurut Tito, jika hanya berorientasi pada aspek hukum, maka ojeg berbasis aplikasi bisa langsung ditertibkan, termasuk keberadaan ojeg pangkalan. "Polisi masih serba salah dan dilematis, karena ada aspek hukum dan sosial," kata Tito Karnavian, di Jakarta, pada Jumat (18/9/2015). Foto: kompas.com

Perdebatan, Pembiaran, Ketidaksiapan

Apa yang terjadi dan apa yang dihadapi pengusaha Go-Jek, GrabBike, dan Blu-Jek tersebut, menunjukkan kepada kita salah sisi dunia usaha di Indonesia. Sudah satu tahun lebih aktivitas bisnis tersebut berlangsung, tapi hingga kini belum ada solusinya, dalam konteks perizinan. Apakah pihak berwenang akan membiarkan perdebatan tentang legal dan ilegal terkait Go-Jek, GrabBike, dan Blu-Jek, terus berkepanjangan? Ini tentulah mencerminkan kondisi kesehatan iklim usaha di negeri kita.

Sebentar lagi, setelah pasar Asean benar-benar terbuka, barangkali akan banyak jenis usaha, yang aturan mainnya belum kita miliki[7]. Atau, bahkan jenis usaha tersebut akan bertabrakan serta tumpang-tindih dengan aturan yang sudah ada. Bagaimana pihak berwenang akan menyikapinya? Akankah aparat berwenang juga akan membiarkan perdebatan tentang legal dan ilegal berkepanjangan? Atau, akan membuang-buang waktu dalam ketidakpastian, hingga menahun seperti pada bisnis Go-Jek, GrabBike, dan Blu-Jek?

Dalam konteks ini, ada sejumlah kontradiksi. Di satu sisi, pemerintah berusaha keras mendorong tumbuhnya aktivitas usaha untuk menggerakkan roda perekonomian, tapi di sisi lain support legalitas dari pemerintah masih keteteran. Di satu sisi, pemerintah membuka pintu lebar-lebar bagi masuknya investasi asing, tapi di sisi lain pemerintah belum siap dengan perangkat aturannya. Di satu sisi, pemerintah sibuk mencari objek pajak, di sisi lain ada potensi pajak di depan mata eh dibiarkan keleleran sampai setahun lebih.

Sejumlah paradoksal di atas, menunjukkan ketidaksiapan pemerintah mengelola potensi bisnis, yang jelas-jelas berpotensi mendatangkan pemasukan kepada negara. Aktivitas bisnis membutuhkan kepastian, memerlukan legalitas. Pemerintah sebagai pemegang otoritas regulasi, adalah pihak yang berwenang akan hal tersebut. Atas dasar legalitas-lah pemerintah menjaga aktivitas bisnis, agar berjalan sebagaimana mestinya. Nah, dalam konteks bisnis Go-Jek, GrabBike, dan Blu-Jek, legalitas apa yang menjadi pegangan pemerintah?

Jakarta, 19 September 2015    

---------------------------

Nadiem Makarim, founder dan CEO Go-Jek, nampaknya memahami betul hakekat komunikasi. Ia tahu, bagaimana menempatkan diri: merangkul pesaing untuk bersinergi.

http://www.kompasiana.com/issonkhairul/merangkul-pesaing-strategi-komunikasi-bisnis-gojek-membangun-sinergi_55d3eaece7afbdf508f49de9

Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) mencatat, Januari- Februari 2015, ada 1,05 juta unit sepeda motor terjual. Tahun 2014, Federal Oil menjual pelumas motor matic hingga 60 juta liter.

http://www.kompasiana.com/issonkhairul/menyaksikan-federal-karyatama-menciptakan-federal-oil-original-brand-2015_55f7fdaf3f23bd983b60e766

Kompetisi di industri pelumas sepeda motor, cukup ketat. Publik perlu bukti. Endurance Journey with Federal Oil menguji kualitas pelumas, di medan yang ekstrem, Banda Aceh-Jakarta, sejauh 3.514 kilometer.

http://www.kompasiana.com/issonkhairul/federal-oil-spesialis-dingin-diuji-endurance-journey-dan-terbukti-spesial_55fb8b280bb0bd291225816e

---------------------------

[1] Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Tito Karnavian, mengatakan, kepolisian menghadapi dilema dalam menyikapi keberadaan ojek berbasis aplikasi. "Polisi masih serba salah dan dilematis, karena ada aspek hukum dan sosial," kata Tito Karnavian, di Jakarta, pada Jumat (18/9/2015). Selengkapnya, silakan baca Polisi Mengaku Salah Hadapi Ekspansi Ojek Berbasis Aplikasi, yang dilansir kompas.com, pada Jumat l 18 September 2015 | 15:51 WIB.

[2] Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, mengapresiasi adanya jasa pemesanan ojek lewat aplikasi di ponsel, Go-Jek. Kendati demikian, lanjut dia, keberadaan jasa ojek ini belum meminta izin operasional kepada Dinas Perhubungan (Dishub) DKI. "Belum ada izin, dia mirip-mirip Uber Taksi. Makanya, kami mau panggil," kata Basuki Tjahaja Purnama, di Balaikota Jakarta, pada Senin (26/1/2015). Selengkapnya, silakan baca Ahok Tertarik Inovasi Tukang Ojek Go-Jek, yang dilansir kompas.com, pada Senin l 26 Januari 2015 | 09:44 WIB.

[3] Perdebatan tentang legal dan ilegal tersebut, bermuara pada persaingan. Pada Minggu (16/8/2015), misalnya, di sejumlah wilayah Jakarta, terpasang beberapa spanduk yang menolak kehadiran Go-Jek maupun GrabBike. Di antaranya, di kawasan Rawajati dan kawasan Siaga Raya, Jakarta Selatan. Spanduk tersebut dipasang tukang ojek pangkalan. Padahal, mereka pun sama-sama belum memiliki izin operasional.

[4] Pemerintah Kota Ambon, Maluku, melalui Dinas Perhubungan setempat, dalam waktu dekat akan menertibkan sejumlah pangkalan ojek liar di kawasan Pasar Mardika, Kecamatan Sirimau, Ambon. Langkah penertiban sejumlah pangkalan ojek di kawasan itu dilakukan, karena sejumlah pangkalan ojek liar itu kerap menimbulkan kemacetan parah di kawasan tersebut. Selengkapnya, silakan baca Bikin Macet, Pangkalan Ojek Akan Ditertibkan, yang dilansir kompas.com, pada Senin l 27 April 2015 | 16:34 WIB.

[5] Seorang tukang ojek diamankan petugas Polsek Pesanggarahan saat tengah mengonsumsi narkoba jenis ganja, di rumahnya, di Pondok Aren, pada Senin (25/5/2015) siang. Menurut polisi, residivis itu juga berprofesi sebagai pengedar ganja di daerah Tangerang Selatan. Selengkapnya, silakan baca Tukang Ojek Bandar Narkoba Ditangkap Saat Isap Ganja, yang dilansir kompas.com, pada Kamis l 28 Mei 2015 | 21:15 WIB.

[6] Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan, menilai, aspek legal aplikasi transportasi seperti Go-Jek atau GrabBike, sulit dilakukan. “Kita tidak bisa menerbitkan sepeda motor pelat kuning, karena dari segi safety itu sudah tidak mungkin,” ucap Jonan dalam seminar transportasi yang dihelat di Indonesia International Motor Show 2015. Selengkapnya, silakan baca Soal Go-Jek, Jonan: Sulit Memberikan Izin, yang dilansir tempo.co, pada Kamis l 20 Agustus 2015 | 21:15 WIB.

[7] Di Kementerian Perhubungan, sejak Desember 2014, ada 157 perizinan yang telah disederhanakan dan dibuat dalam jaringan (daring/online). "Kami sudah menerapkan penyederhanaan izin, sertifikasi, dan rekomendasi di segala sektor, darat, laut, udara, dan perkeretaapian. Hampir semua izin dibuat daring, sehingga menghemat biaya, waktu, dan kertas," demikian disampaikan Kepala Pusat Komunikasi Publik, JA Barata, di Jakarta, pada Jumat (11/9/2015). Selengkapnya, silakan baca Kementerian Perhubungan Pangkas Waktu Perizinan, yang dilansir print.kompas.com, pada Sabtu | 12 September 2015.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun