Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Harga Daging Sapi Melonjak, Pedagang Mogok Jualan, dan Swasembada Daging Terancam

10 Agustus 2015   16:33 Diperbarui: 10 Agustus 2015   16:33 1020
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pedagang daging sapi di Pasar Senen, Jakarta Pusat, sedang melayani pembeli. Mulai hari Minggu (9/8/2015) sampai Rabu (12/8/2015), para pedagang daging sapi di sejumlah wilayah, seperti di Jakarta, Bandung, Serang, dan kota-kota lain, sepakat melakukan mogok jualan. Bila belum ada solusi dari pemerintah terkait kelancaran pasokan daging sapi, tidak tertutup kemungkinan aksi mogok jualan tersebut, diperpanjang. Foto: kompas.com  

Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)

Harga daging sapi melambung dari Rp 89.000 per kilogram menjadi Rp 140.000 per kilogram. Seharusnya, pedagang daging sapi berpesta-pora, karena menangguk untung besar. Tapi, nyatanya, mereka malah memilih mogok berjualan. Kenapa?

Logika pedagang memang bertumpu pada urusan untung-rugi. Tapi, pedagang yang sudah berpengalaman, juga memperhitungkan aspek usaha berkelanjutan. Bukan sekadar untung sesaat. Bukan hanya hit and run. Apalagi, bila mereka sudah memanfaatkan fasilitas perbankan dalam menjalankan aktivitas usahanya. Yang konsekuensinya, mereka memiliki kewajiban untuk membayar cicilan kredit ke bank, tiap bulan. Karena itulah, para pedagang daging sapi itu, misalnya, sangat concern pada kepastian pasokan daging sapi serta kelancaran pasokan. Maka, aksi mogok jualan sejumlah pedagang daging sapi[1] di sejumlah wilayah seperti di Jakarta, Bandung, Serang, dan kota-kota lain, sejak hari Minggu (9/8/2015) sampai Rabu (12/8/2015), merupakan indikator, ada yang tidak beres dalam tata niaga daging sapi.

Akibat Kebijakan Tidak Komprehensif

Melambungnya harga daging sapi, tidak lancarnya pasokan daging sapi, dan mogoknya sejumlah pedagang daging sapi, adalah rentetan akibat dari dihentikannya impor daging sapi. Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman[2], memilih irit bicara terkait aksi mogok pedagang daging sapi tersebut. Ia berdalih, pembatasan impor daging sapi, bertujuan untuk mengendalikan saja, bukan berencana menyetop impor ke depan.

Apa yang dimaksud Andi Amran Sulaiman dengan mengendalikan? Apa yang hendak ia kendalikan? Kalau yang ia maksud adalah mengendalikan harga di tingkat konsumen, jelas tidak. Nyatanya, harga daging sapi melambung dari Rp 89.000 per kilogram menjadi Rp 140.000 per kilogram. Kalau yang ia maksud adalah mengendalikan kelancaran pasokan ke pasar, juga jelas tidak. Nyatanya, pedagang daging sapi melakukan aksi mogok jualan, karena ketidaklancaran pasokan daging sapi.

Kalau yang dimaksud Andi Amran Sulaiman adalah menutup impor karena produksi daging sapi nasional sudah mencukupi, juga nyata-nyata, tidak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM), bekerjasama dengan Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (Apfindo)[3], kebutuhan daging sapi tahun 2015, mencapai 640.000 ton, setara 3,4 juta ekor sapi. Sementara, ketersediaan sapi siap potong di dalam negeri, hanya 2,3 juta ekor sapi. Ada jumlah kekurangan sapi lokal yang cukup signifikan, untuk memenuhi kebutuhan daging sapi secara nasional.

Sekali lagi, apa yang dimaksud Andi Amran Sulaiman dengan mengendalikan? Padahal, daya beli masyarakat terus melemah, nyaris belum mampu ditingkatkan oleh pemerintah. Ini ditandai dengan terus menurunnya pertumbuhan ekonomi nasional. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suryamin[4], mengatakan, pertumbuhan ekonomi di kuartal II-2015 hanya 4,67 persen, lebih rendah dari kuartal I-2015 yang berada di angka 4,72 persen. Maka, melambungnya harga daging sapi, tidak lancarnya pasokan daging sapi, dan mogoknya sejumlah pedagang daging sapi, adalah rentetan bertambahnya beban rakyat, akibat kebijakan pemerintah yang parsial, tidak komprehensif.

Beginilah situasi los daging sapi di Pasar Jatinegara, Jakarta Timur, yang terlihat lengang karena para pedagangnya mogok berjualan, sejak Minggu (9/8/2015). Kebijakan ekonomi pemerintah yang seharusnya memotivasi rakyat melakukan aktivitas ekonomi, justru menjadi kontra produktif bagi pertumbuhan ekonomi kerakyatan. Pasar Tradisional yang dipenuhi para pedagang, yang notabene adalah rakyat, terhenti karena kebijakan ekonomi pemerintah yang tidak komprehensif. Foto: print.kompas.com

Prediksi Ekonomi vs Akal Sehat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun