Dengan Gerakan Desa Membangun (Gerdema), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Malinau tiga tahun terakhir, meningkat dari 72,62 % menjadi 74,33 %, hampir menyamai IPM Provinsi Kalimantan Utara pada 2013, yakni 74.72 %. Foto: koleksi pribadi.
Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)
Ada 74 ribu desa di Indonesia, hampir separuhnya, 32 ribu desa, masuk kategori tertinggal. Doktor Yansen, Bupati Malinau, Kalimantan Utara, menggerakkan Revolusi dari Desa dan sudah terbukti mampu menyejahterakan masyarakat desa.
Data statistik menunjukkan, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Malinau, dalam tiga tahun terakhir, meningkat dari 72,62 persen menjadi 74,33 persen. Sementara, IPM di tingkat Provinsi Kalimantan Utara pada 2013 adalah 74.72 persen. Artinya, IPM Malinau hampir menyamai IPM provinsi.
Revolusi dari Desa rumusan Doktor Yansen TP., M.Si yang dieksekusi dengan Program Gerakan Desa Membangun (Gerdema), terbukti ampuh menyejahterakan masyarakat desa. Data statistik juga menunjukkan penurunan angka kemiskinan dalam 3 tahun terakhir, dari 26 persen tahun 2011 menjadi 15,31 persen tahun 2012 dan tahun 2013 turun lagi menjadi 10,48 persen.
Gerakan Desa, Membangun Desa
Capaian tersebut di atas adalah wujud dari pelaksanaan Gerakan Desa Membangun (Gerdema). Apa dan bagaimana sesungguhnya Gerdema? Yansen menjabarkan dengan detail serta gamblang dalam buku Revolusi dari Desa. Buku 180 halaman ini ditulis oleh Yansen, dengan editor Dodi Mawardi, dan diterbitkan tahun 2014 ini oleh Elex Media Komputindo, Kelompok Kompas Gramedia.
Gerdema pada intinya adalah visi Yansen dalam memimpin Malinau. Sebagaimana dipaparkan di halaman 19, visi ini dirumuskan melalui kajian mendalam berdasarkan pengalaman Yansen menjadi birokrat kurang lebih selama 26 tahun di pemerintahan. Atas dasar itu pulalah, Yansen memilih 3 sektor strategis yang dikembangkan di Malinau: Pariwisata, Pertanian, dan Rumah Sakit Rujukan. Tujuannya, untuk memberi keuntungan kepada pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Tulisan ini menelaah strategi Malinau mengembangkan desa, memberdayakan masyarakat desa, dari sektor Pariwisata, salah satu dari 3 sektor di atas. Sektor Pariwisata ditetapkan sebagai salah satu sektor strategis, karena secara potensi, Malinau kaya akan flora dan fauna. Kekayaan alam itu di beberapa desa diolah warga desa setempat menjadi ramuan obat herbal, yang bernilai ekonomi.
Malinau juga kaya akan tradisi dan budaya masyarakat, yang masih terawat baik hingga kini. Tradisi seni ukir serta tradisi mengolah hasil alam menjadi berbagai bentuk produk kerajinan, dikembangkan warga desa, hingga bernilai ekonomi. Selain itu, Malinau memiliki hutan yang luas. Sebagaimana dijabarkan di halaman 36, Malinau mencanangkan komitmen sebagai kabupaten konservasi. Komitmen ini menempatkan Malinau sebagai salah satu wilayah konservasi terbesar di Indonesia dan salah satu paru-paru dunia. Tak salah jika Malinau mendapat julukan Heart of Borneo.
Menetapkan Pariwisata sebagai salah satu sektor strategis adalah pilihan yang cerdas, karena Malinau mengembangkan sektor Pariwisata, dengan tetap menjaga alam dan budaya. Swasta leluasa membangun hotel dan jasa wisata, tanpa harus mengeksploitasi alam. Masyarakat mendapat kesempatan mengembangkan tradisi kuliner dan industri kerajinan. Pemerintah menyiapkan infrastrukturnya dan mendapat masukan berupa retribusi serta pajak, dari sejumlah pelaku usaha yang terkait dengan Pariwisata. Dengan demikian, Pariwisata memberi keuntungan kepada pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Yansen terpilih menjadi Bupati Malinau untuk periode 2011-2016. Buku Revolusi dari Desa yang ia tulis, bukan hanya meneguhkan revolusi untuk menjadikan desa sebagai kekuatan, tapi sekaligus juga membangun demokrasi di desa. Foto: Thamrin Sonata.
Desa Wisata, Karakter Desa
Malinau memiliki 109 desa, dan 3 desa sudah ditetapkan sebagai Desa Wisata: Setulang, Long Alango, dan Apau Ping. Ini merupakan proyek percontohan. Meski semua desa memiliki potensi, tapi Yansen menetapkan syarat yang ketat untuk menjadikan suatu desa menjadi Desa Wisata. Parameternya, seberapa besar kekuatan desa tersebut pada aspek sosial, budaya, dan lingkungan.
Tarian di desa yang bersangkutan dicermati, seni ukirnya ditelaah, dan dilakukan analisis terhadap ramuan obat herbal yang diproduksi. Dalam konteks ini, Yansen tak ingin tergelincir hanya menjadikan Desa Wisata sebagai proyek semata. Ia ingin mengembangkan tiap desa, sesuai dengan karakter desa yang bersangkutan. Dengan demikian, partisipasi warga desa akan tumbuh secara progresif dan fokus.
Di sinilah spirit Gerdema memainkan peranan penting. Para Kepala Desa berembug, mengevaluasi karakter serta potensi desa masing-masing. Friksi antar desa tentu saja ada. Yansen menyikapi hal itu sebagai sebuah dinamika yang positif. Ia percaya bahwa 33 urusan yang sudah diserahkan Pemerintah Kabupaten kepada pemerintahan desa, mampu dikelola Kepala Desa dengan baik.
Dasarnya, karena menyiapkan sumber daya manusia adalah langkah awal Gerdema. Sebagaimana dijelaskan di halaman 57, Pemerintah Kabupaten Malinau membangun dan membentuk sumber daya manusia desa, menyerahkan berbagai urusan kepada desa, dan menyediakan dana untuk dikelola desa dengan nominal sebesar Rp 1,5 miliar pada 2014. Desa juga diberikan keleluasaan untuk menggali sumber pendapatan asli desa untuk kepentingan desa yang bersangkutan.
Sebagai Bupati Malinau, sebagai pemimpin rakyat, Yansen luwes menjalankan kepemimpinannya. Dalam tiap kesempatan, ia berinteraksi secara akrab, termasuk juga dengan anak-anak yang ia temui, dalam tugas sehari-hari. Foto: reproduksi.
Revolusi Desa, Demokrasi Desa
Yansen terpilih menjadi Bupati Malinau untuk periode 2011-2016. Secara keseluruhan, buku Revolusi dari Desa yang ia tulis ini, bukan hanya meneguhkan revolusi untuk menjadikan desa sebagai sebuah kekuatan, tapi sekaligus juga membangun demokrasi di desa. Warga satu desa dengan desa lain, diberi ruang untuk berkompetisi menjadi yang terbaik. Pada saat yang sama, partisipasi warga tiap desa digalang untuk membangkitkan spirit kebersamaan dengan Gerdema.
Dengan sendirinya, sosok kepemimpinan Yansen telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kemajuan 109 desa di Kabupaten Malinau. Progres Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Malinau, yang dalam tiga tahun terakhir, meningkat dari 72,62 persen menjadi 74,33 persen, tentulah wujud nyata dari kepemimpinan yang ditegakkan Yansen. Dalam hal ini, ada dua kunci penting dari kepemimpinannya: kesungguhan meningkatkan sumber daya manusia desa dan kepercayaan penuh pada warga desa.
Dalam 180 halaman buku Revolusi dari Desa ini, pola kepemimpinan yang menonjol adalah interaksi yang intens antara warga desa dengan pemimpinnya. Ini tentu saja sebuah paradigma baru, karena selama ini yang mencuat ke permukaan adalah pola top down, dari atas ke bawah. Rakyat yang berada di pedesaan diperlakukan sebagai objek semata, yang dengan terpaksa harus mengikuti keinginan penguasa.
Sesungguhnya, paradigma kekuasaan top down itulah yang hendak digugat serta didobrak oleh Revolusi dari Desa. Sebagaimana dipaparkan Yansen di halaman 9, “Saya sudah melakukan langkah-langkah yang bisa disebut ‘revolusioner’ dalam melaksanakan pembangunan, melalui konsep baru yang berbeda dibanding sebelumnya. Kita harus menyatukan daya dan energi serta semangat untuk berjuang meningkatkan kesejahteraan rakyat.”
Jakarta 30 November 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H