[caption id="attachment_347859" align="aligncenter" width="538" caption="Sandra Novita Sari, seorang sarjana kependidikan, peserta program SM-3T tahun 2013. Ia ditempatkan di Borik, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Sandra meyakini, profesi guru itu merupakan profesi yang sungguh mulia. Bisa berbagi dan membagikan ilmu pengetahuan kepada para peserta didik. Keinginannya mengikuti program SM-3T dari Kemendikbud, karena didasari motivasi yang kuat untuk menjadi guru. Foto: liputan6.com"][/caption]
Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)
Guru itu bukan sekadar profesi, tapi pilihan. Menjadi guru di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) adalah pilihan untuk berkorban. Dari sedikit orang yang mau berkorban, ada 1.481 orang yang ingin sepenuhnya dapat kesempatan untuk mengorbankan sebagian hidup mereka, demi tunas bangsa.
Mohon dicatat, mereka adalah sarjana dari berbagai disiplin ilmu. Mereka juga punya peluang untuk memasuki berbagai sektor industri yang relevan dengan bidang ilmu yang mereka kuasai. Mereka sesungguhnya juga memiliki kapasitas yang memadai untuk menjadi profesional, di lingkungan pemerintahan maupun swasta. Tapi, mereka telah memilih untuk menjadi bagian dari perjalanan bangsa ini, dengan menyiapkan para generasi penerus.
Mereka itulah yang pada 19-20 Januari 2015 lalu mengikuti ujian yang digelar di sejumlah universitas, di antaranya, di Universitas Negeri Jakarta dan Universitas Pendidikan Indonesia. Jumlah mereka 1.481 orang, untuk mengisi kebutuhan 1.000 guru di daerah 3T. Ini adalah bagian dari tahap seleksi peserta program Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM-3T). Ke 1.481 orang yang melamar itu adalah mereka yang telah mendidik selama satu tahun di sekolah di daerah 3T serta telah lulus Pendidikan Profesi Guru (PPG).
Mereka Telah Teruji
Jadi, sesungguhnya, mereka telah teruji dan telah terbukti mampu bertahan selama satu tahun mendidik di sekolah di daerah 3T. Tanpa Anda bertanya pun, Anda tentu sudah paham situasi-kondisi yang mereka hadapi di daerah 3T, yang penuh dengan keterbatasan. Mulai dari keterbatasan akses geografis, minimnya fasilitas sekolah, serta tantangan lingkungan kehidupan di daerah 3T.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan, menyebutkan, peserta yang lulus seleksi akan diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) daerah, dengan jabatan tenaga fungsional guru dan ditempatkan di salah satu dari 29 kabupaten di daerah 3T. "Kesiapan mereka untuk mendidik saudara-saudara sebangsa di pelosok Tanah Air, membuktikan bahwa kita masih punya sangat banyak stok anak muda hebat,” kata Anies Baswedan di Kemdikbud, Jakarta, Senin (19/01/2015).
Melihat antusiasme guru SM-3T tersebut, setidaknya cukup melegakan kalangan yang concern pada pendidikan, khususnya pada pemerataan pendidikan di seluruh wilayah Indonesia. Salah satu komponen untuk mencapai pemerataan tersebut adalah ketersediaan guru sesuai dengan kebutuhan wilayah yang bersangkutan. Sejauh ini, guru menumpuk di perkotaan, sementara sejumlah daerah kekurangan guru.
Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, guru SD saat ini paling banyak di Jawa Timur, yaitu berjumlah 220.479 orang, sedangkan paling sedikit di Papua Barat yaitu 3.396 orang. Sementara guru SMP paling banyak di Jawa Barat, yaitu 82.971 orang, dan paling sedikit juga di Papua Barat, yaitu 1.727 orang.
Sejumlah provinsi yang memiliki jumlah guru terbanyak ialah Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan. Sementara, provinsi-provinsi dengan jumlah guru paling sedikit ialah Papua Barat, Papua, Gorontalo, Kepulauan Bangka Belitung, dan Maluku Utara.