Mohon tunggu...
ISSAM MUHAMMAD RAYHAN
ISSAM MUHAMMAD RAYHAN Mohon Tunggu... Novelis - Penulis

Manusia yang hobi berpikir dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kita Terjebak di Hyper Reality

7 Maret 2019   12:21 Diperbarui: 7 Maret 2019   12:45 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
WEIRDBITS | Hyper-Reality de Keiichi Matsuda

Topik di mata kuliah Sosiologi Komunikasi ini sangat menarik perhatian saya, dimana kita terjebak di dunia yang serba teknologi, dimana kita lari di tempat secara terus-menerus. Ya, semua karena teknologi.

Apakah kalian menyadari rasanya tangan kita gatal jika tidak mengecek smartphone kita? Atau apakah kalian sadar kalau setiap pagi kalian selalu mencari handphone kalian walaupun hanya sekedar untuk check notifikasi dari gebetan kalian? Atau kalau gak buka Instagram satu jam saja kita rasanya sudah tertinggal banyak kabar berita. Itu tandanya kalian sudah terjebak di hyper-reality.

Jacques Ellul mengatakan, kalau kita ingin menggambarkan zaman ini, maka gambaran yang terbaik untuk dijelaskan mengenai suatu realitas masyarakat adalah masyarakat dengan sistem teknologi yang baik atau masyarakat teknologi (Ellul, 1980:1). Sedangkan menurut Gaulet (1977:7), untuk mencapai masyarakat teknologi, maka suatu masyarakat harus memiliki system teknologi yang baik.

Dengan demikian, maka fungsi teknologi adalah kunci utama perubahan di masyarakat. Menurut Ellul dan Goulet, teknologi secara fungsional telah menguasai masyarakat, bahkan pada fungsi yang substansial, seperti mengatur beberapa system norma di masyarakat, umpamanya sistem lalu intas di jalan raya, sistem komunikasi, seni pertunjukan, dan sebagainya.

Dalam media informasi, sistem teknologi juga telah menguasai jalan pikiran masyarakat, seperti yang diistilahkan dengan theather of mind. Dengan kata lain, kita sudah ditanam dalam-dalam bahwa kita tidak bisa hidup dengan adanya teknologi, dan jika kita sudah terpisah dengan teknologi, walaupun dalam jangka waktu yang singkat, kita sudah sangat kehilangan karena itu bukti bahwa realitas yang dibentuk oleh pikiran mereka itu sendiri.

Kita yang terjebak di hyper reality sudah membuat stigma sendiri di dalam otak kita bahwa dunia itu lebih indah, bermakna, dan berwarna karena adanya teknologi, lebih tepatnya teknologi media informasi. Realitas itu dibangun oleh para perancang agenda setting media berdasarkan kemampuan teknologi media elektronika serta dipengaruhi oleh lingkungan, budaya dan pandangan tentang alam sekitarnya.

Jean Baudrillard menjelaskan bahwa teknologi media elektronika memungkinkan perancang agenda setting media dapat menciptakan realitas dengan menggunakan satu model produksi yang disebutnya dengan simulasi. Simulasi yang dimaksud adalah penciptaan model-model nyata yang tanpa asal usul atau realitas awal. Ini yang dimaksud dengan hyper-reality.

Lalu bagaimana cara kita mengetahui mengapa kita bisa terjebak di hyper-reality? Jadi kita ibaratkan seperti ini, kita dijebak di dalam satu ruang, yang disadarinya sebagai nyata, meskipun sesungguhnya semu, maya, atau khayalan belaka.

"Ah, aku buka smartphone seperlunya saja, kok."

"Ah, aku gak terlalu suka main media sosial."

"Ah, aku kan juga menikmati real life yang aku jalani."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun