Saya adalah seorang mahasiswa yang akan mendapat pengalaman baru, yaitu bisa menggunakan hak pilih saya pada pemilu serentak bulan April 2019 nanti. Setelah berselancar santai di media sosial.Â
Saya mendapati banyak sekali netizen yang saling mencaci maki dan mendukung paslon pilihan mereka dengan metode "berani mati" versi mereka sendiri. Menurut saya itu terlalu lebay dan bisa merusak estetika "Pesta Rakyat" April mendatang.
Ya, saya hidup di lingkungan di mana Jokowi sangat dijunjung tinggi, sementara Prabowo Subianto begitu didiskriminasi oleh rakyat yang notabene hanya masyarakat biasa, tidak sekelas pengamat politik, pengamat sih, tapi cuma dari televisi dan gossip doang. Dan itupun bisa saja ikut-ikut dari temannya atau bahkan keluarganya.
Sebagai seorang mahasiswa, saya merasa berhak untuk menyuarakan atau menceritakan pengalaman saya hidup dilingkungan orang-orang yang mendukung Jokowi. Pernah suatu ketika saya sedang mengerjakan Tugas Akhir Semester untuk memenuhi nilai suatu mata kuliah di kampus saya.Â
Saya disuruh membuat cover tabloid dengan wajah Jokowi, bagaimana perasaan kalian di saat kalian yang mendukung Prabowo disuruh men-desain cover tabloid dengan wajah Jokowi? Biasa aja kali ya. Hahaha.
Di lain cerita, saya yang saat itu belum menentukan siapa yang akan dipilih untuk pemilu nanti, mendapati teman sekelas saya yang "disudutkan" oleh dosen saya karena teman saya mendukung Prabowo. Sampai teman saya merasa "tersudutkan".Â
Saat kejadian itu, saya hanya bisa menyumbang tawa dan rasa iba kepada teman saya itu. Tapi bukan berarti nanti saat pertemuan kuliah saya rela "disudutkan" juga oleh dosen saya.
Saya juga pernah mengikuti Workshop Pengembangan Ekonomi Kreatif di kota saya bersama rekan mahasiswa dan dosen, setelah seminar kami lanjut menuju Infinite Studio untuk melihat-lihat lokasi shooting bintang film terkenal.Â
Diperjalanan pulang, dosen saya memanggil saya dan menunjukkan kepada saya foto Instagram Pak Jokowi, lalu mengatakan "Ganteng ya beliau" dengan nada mengejek. Saat itu saya hanya menanggapinya dengan biasa saja karena saya tidak terlalu peduli karena begitulah kami bercanda.
Memang, kalau kita bisa menerima candaan berbau politik, semua akan biasa saja. Tapi bagaimana jika orang lain yang diperlakukan seperti itu?Â
Saya yakin dosen saya menggoda saya karena beliau tahu kalau saya bisa menerima candaan seperti itu. Yang saya yakinkan, pasti banyak juga orang lain di luar sana yang mendukung paslon pilihan mereka dengan cara yang serupa, untuk "mencuci otak" calon pemilih yang masih ngambang mau memilih siapa pada pemilu nanti.