Tagar #usuttuntas yang selama ini berdiri kokoh di tiap tiap persimpangan jalan rupanya telah ikut terkubur bersama sudara kami yang nyawanya telah direnggut oleh "angin" Kanjuruhan. Tagar yang sebelumnya menjadi satu satunya harapan bagi orang tua atas kepergian anaknya, anak atas kepergian ayah ibunya, teman atas kepergian teman lainnya, pasangan atas kepergian kekasihnya bahkan aremania dan aremanita atas kepergian saudaranya itu saat ini seakan berubah menjadi tagar usang #kusuttuntas dan tak menghasilkan apa apa.
Kini tak lagi berbicara tentang siapa aku ataupun siapa kamu tapi kita berbicara tentang kemanusiaan dan harga sebuah nyawa bahkan kali ini 135, angka yang tidak kecil bagi sebuah pengharapan. Bagaimana bisa dari seluruh terpidana, hukuman terberat hanya 1,5 tahun penjara bahkan ada yang hanya divonis dengan 1 tahun penjara saja, pantaskah air mata yang telah dikuras habis itu dibalas dengan hukuman 1 tahun penjara dengan dalih pembunuhan ini tidak disengaja sebab kematian korban disebabkan gas air mata yang tertiup angin, bahkan yang paling mencengangkan adalah saat ini digadang gadang semua terdakwa akan dibebaskan dari tuntutan. Sebenarnya siapa yang kolot disini? Betapa miris melihat keadilan yang sama sekali tidak tercermin.
Jika melihat proses hukum yang berjalan sangat lambat maka arah hukuman yang akan keluar sudah bisa diduga jauh jauh hari. Apakah sebegitu kedapnya ruang keadilan di negri ini hingga samasekali tak terdengar suara jerit tangis keluarga korban yang merintih memohon keadilan, beberapa kali aksi dilakukan dengan penuh harapan dan kawan kawan aremania berjanji akan terus melakukannya setiap minggu sampai kasus ini tuntas hanya untuk meminta pertanggungjawaban namun lagi lagi selalu ditolak dan dibubarkan secara paksa dan mungkin banyak pihak yang belum mengetahui juga bahwa kegiatan aksi ini telah menurunkan pendapatan sopir angkot dan bus Malang raya sebab terdapat beberapa titik aksi yang mengakibatkan kemacetan, semua hanya bisa menjerit dalam hati memendam kesedihan, maka sebagai manusia sebaiknya kita saling berdoa untuk kebaikan bersama bukan malah saling menyudutkan apalagi dengan kalimat kalimat sampah.
Pasal 421 KUHP yang berbunyi "Pegawai negeri yang dengan sewenang-wenang memakai kekuasaannya memaksa orang untuk membuat, tidak membuat atau membiarkan barang sesuatu apa, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan." Sepertinya telah usang dan ikut tertiup angin juga entah terbang kemana hingga tak dapat digenggam lagi sebagai tonggak keadilan, sangat miris.
Mari menundukkan kepala sebentar dan mengucap doa terbaik untuk 135 jiwa yang telah berpulang dengan tenang dan bahagia disisi Tuhan YME.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H