Mohon tunggu...
Puan Kelana
Puan Kelana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pejalan Anarki

Alam, Manusia dan Buku https://pejalan151100.blogspot.com/2024/12/eksploitasi-alam.html https://www.facebook.com/Puan.Kelana1511?mibextid=ZbWKwL

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Aku di negeri para koruptor

29 Desember 2024   17:05 Diperbarui: 29 Desember 2024   17:05 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

AKU DI Negara PARA KORUPTOR

Para pemimpin dan konco-konconya kekurangan penderitaan, mereka menindas rakyat kecil, mencuri, merampas, dan membunuh para pembelah keadilan. Perlu di ketahui bahwa sampai kapan pun kemiskinan tidak akan pernah hilang, bahkan memang tidak semestinya memang hilang. Memang tidak ada bisa menjamin bahwa orang-orang terpelajar dapat melakukan hal demikian dan tidak menutup kemungkinan untuk lebih parah dalam melakukan penindasan dalam bentuk korup dan merampas atas nama negara. Lanjutkan korup mu, karena memang kalau semuanya Sejahtera. Maka tidak ada lagi orang-orang yang memiliki mental pekerja, mungkin terdengar kasar tapi memang sistem mereka membutuhkan orang-orang miskin. Orang-orang (Kaum elit) kalangan atas pasti menginginkan rakyatnya bodo dan berbagai upaya ia lakukan, agar orang-orang kalangan bawah tetap bodoh (Tidak memahami sistem) dan parahnya ia tidak pernah berpikir bagaimana cara mereka bisa berada pada posisi orang-orang (Kaum elit) kalangan atas. Upaya tersebut, mereka menggunakan media sebagai dotrin, lingkungan sekitar, bahkan sistem Pendidikan yang sadar maupun tidak sadar itu mematikan pemikiran kritis kita untuk tidak berpikir bagaimana metode untuk kita bisa mengubah pola pikir dalam membentuk pemahaman tentang sistem mereka. Dan karena orang-orang (Kaum elit) tetap membutuhkan orang-orang miskin dan bodoh untuk menjadi tumbal demi mempertahankan kekuasaannya dan posisi mereka. Mereka penipu berselimut fakta palsu, bermain di lautan ketidaktahuan, menghayutkan yang takt ahu arah tujuan. Kemerdekaan semu, Indonesia sebuah negara kekayaan alam yang melimpah dan sering kali di rayakan sebagai tanah air yang telah Merdeka sejak 1945. Namun, apakah kemerdekaan ini benar-benar milik rakyat ? realitas menunjukkan bahwa kekayaan negeri ini dikuasai oleh oligarki yang bersekongkol dengan penguasa dan ironisnya, didukung oleh sebagian agamawan. Di sisi lain, penguasa kerap kali bertindak sebagai pelindung kepentingan oligarki, sementara rakyat tetap berkubang dalam kemiskinan. Yang lebih menyedihkan, agama yang mestinya menjadi Kompas moral masyrakat sering di jadikan alat legitimasi kekuasaan. Beberapa agamawan menggunakan dotrin dan mendiktekan pengaruhnya untuk membungkam kritik dengan dalih "Kesabaran" atau "Ketaatan" , membuat rakyat kehilangan suara untuk melawan ketidakadilan. Kemerdekaan semacam ini tidak lenbih dari ilusi. Sumber daya alam yang mestinya menjadi penopang kesejahteraan rakyat justru di jadikan ladang keuntungan bagi para pemilik modal. Kekuasaan kian bertumbuh dan berakar di monopoli, peradilan, dunia kampus dan demokrasi hanya menjadi tian-tian, untuk menjaga status quo bertopeng kebenaran. Rakyat tidak boleh melihat dan berbicara, seolah dunia mutlak normal, tanpa celah dan suara. Rakyat hanya objek kekuasaan, miris negeri ini katanya demokrasi dan hukum tetapi hukum tidak memiliki roh, Hukum tidak memiliki filosofis, asas, dan norma Republik mimpi.

Mitosnya

Penulis:Puan kelana 

Yogyakarta, 29 Desember 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun