Eksploitasi Alam
Perlu kita pertanyakan apakah tolak ukur di katakan seseorang itu pemimpin, apakah memiliki pengetahuan, pemikiran, dan pemahaman tentang masyarakat nya. Dari beberapa sumber mengatakan bahwa Indonesia kehilangan hutang sekitar 4,3 juta hektar, tentu ini menjadikan tantangan kita sebagai generasi Bangsa apakah hutang-hutang akan di babat habis sampai tiba masanya masyarakat akan mengambil tindakan.Â
Di Indonesia sendiri alam di ekploitasi oleh oknum-oknum tertentu tak heran lagi bahwa siapa di balik semua itu. Dan hipotesis yang paling memungkinkan yaitu struktur politik, perusahaan tambang, perusahaan kelapa sawit, dan yang menggerakkan semuda itu pemerintah. Serta Ormas-ormas, partai politik dan masyarakat yang di jadikan alat untuk melakukan tindakan politik praktis. Politik praktis yang terjadi di tengah-tengah masyarakat adalah sogokan atau yang biasa di sebut dengan SERANGAN FAJAR. Hal itu dampak nya kecil beluk lagi persoalan tanah atau hutan yang mau di kelola misalnya lalu mengatasnamakan kemaslahatan dan pembangunan, tapi faktanya yang ada hanya merusak lingkungan dan membunuh flora dan fauna (Tumbuh-tumbuhan dan Hewan/Binatang)
Demikian lah yang terjadi, fakta nya aparatus negara hanya ikut dengan konco-konconya untuk memuaskan kelompok nya. Dan salah satu hal yang lumrah terjadi di tengah-tengah masyarakat adalah MENYOGOK, ketika oknum-oknum tidak mampu merampas suatu wilayah maka ia akan menjadikan materi (Uang) sebagai alat untuk meninabobokan masyarakat sehingga yang terjadi hanya tutup mulut. Bahkan ketika suatu masyarakat menentang maka kekerasan fisik menjadi penekanan bagi yang melawan atas nama ketidakadilan. Perlu kita pertanyakan di mana para seorang pendidik (Guru/dosen) apakah mereka bungkam karena terikat oleh sistem ? Di mana para pemuka agama dan tokoh masyarakat. Apakah mereka hanya mendiktekan pemikirannya ? Apakah mereka di tugas kan hanya untuk meninabobokan masyarakat lalu mengatakan ini sebuah takdir ? Apakah ekploitasi alam itu takdir ? Apakah ketidakadilan itu takdir ? Apakah perampasan tanah adat itu takdir ? Apakah haus akan kekuasaan itu takdir ?
Inilah kebuntuan dan penyalahgunaan ilmu, ilmu itu sendiri tidaklah buruk tetapi penyalahgunaan yang buruk. Tentu kita akan bertanya apa sebab dan akibat di balik itu semua ? Apakah Pantas menyalahkan pemerintah, ormas, partai politik, masyarakat, atau Individu. Tentu tidak semuda itu tapi kemungkinan nya bahwa manusia memiliki capaian atau persepsi yang berbeda-beda. Persepsi kita tetap alam hanya sebatas Materi dan materi dan kekuasaan, Sayyid Husein Nazr menyebutkan bahwa SAINS SAKRAL, mengapa demikian beliau mengatakan seperti itu Apakah ilmu pengetahuan tentang alam seharusnya dijadikan sebagai tujuan untuk mengantarkan pada pembuktian tentang sesuatu yang filosofis ?Â
Menurut Sayyid Husein Nazr bahwa tujuan pengembangan sains dalam sebuah kultur adalah untuk mencari jejak-jejak filosofis sebagai mana suatu keyakinan tidak pernah terpisahkan dari ilmu pengetahuan (Sains). Apakah demikian yang di lakukan seorang pemimpin, organisasi, ormas, partai politik, masyarakat, dan Individu ? Apakah kita patut mengembalikan posisi pengetahuan dalam sebuah paradigma yang tepat yaitu untuk mencari kearifan hidup. Makin berkembang sains, manusia semakin menjadi tidak Arif, pemimpin hanya menjual jiwanya untuk memperoleh kekuasaan terhadap lingkungan alam manusia. Ia menciptakan suatu situasi di mana di kontrol terhadap lingkungan berubah menjadi kehancuran ekonomi, bahkan lebih parah dari itu menjadi perbuatan bunuh diri sendiri. Demikian lah kondisi ilmuwan modern-Sekuler.Â
Hilangnya cara pandang, di karenakan kosmologi di barat telah mengabaikan non material (metafisika) manusia modern gagal untuk mengingat adanya hirarki keberadaan dan pengetahuan. Apakah ini asumsi bahwa satu sudut pandang (mata/persepsi) itu telah mencerabut kedalam tubuh manusia, sehingga ia keluar dari eksistensi dirinya.Â
Yogyakarta, 06 Desember 2024
Salam literasi
Oleh:Isra