Mohon tunggu...
Risa Amrikasari
Risa Amrikasari Mohon Tunggu... -

I speak, only if I care.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Unstoppable - When Dedication and Loyalty Stopped - A Movie Review

1 Desember 2010   06:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:08 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1291183276359129829

Unstoppable terinspirasi dari kisah nyata insiden kereta api yang terjadi di Walbridge, Ohio, pada tanggal 15 Mei 2001. Kereta ini berjalan tanpa ada masinis yang mengendalikannya, dan diperlukan usaha yang sangat keras untuk menghentikannya.

Butuh 2 jam untuk bisa menghentikan kereta ini, dan peristiwa ini terkenal dengan nama ‘CSX 8888 Incident’ atau ‘Crazy Eights Incident’ yang diambil dari nomor kereta yang mengalami insiden yaitu CSX Transportation SD40-2 #8888. Sementara dalam film Unstoppable, insiden tersebut terjadi di Pensylvania pada kereta milik perusahaan Allegheny and West Virginia Railroad (AWVR) . Beberapa kejadian memang dibuat sama, seperti adanya dua orang yang berusaha menghentikan kereta, dan tembakan-tembakan pada bulatan merah rem untuk menghentikan laju kereta oleh polisi adalah bagian yang terjadi pada kenyataannya. Film diawali dengan bumbu persoalan rumah tangga Will Colson (Chris Pine) seorang Conductor yang sedang dalam situasi mendapatkan perintah pengadilan untuk menjauh dari anak dan isterinya. Will adalah seorang pemuda yang bekerja di perusahaan kereta api. Inti cerita mengenai insiden kereta api ini diawali dengan situasi dimana 2 orang holster yang terlihat ‘malas bekerja’ saat melaksanakan tugas mereka untuk memarkir rangkaian gerbong kereta yang mereka tangani, karena akan ada rombongan pelajar yang sedang melakukan field trip mengenai keselamatan kereta api. Kedua pegawai ini terlihat malas-malasan dan asal kerja saja, tanpa pernah memikirkan resiko besar yang menanti di depan mata jika mereka tak sungguh-sungguh menjalani tugas mereka. Adegan demi adegan dalam film ini melukiskan rangkaian aktifitas yang intens dan membuat penonton tak ingin melewatkannya sedikitpun. Saking cepatnya, mungkin penonton tak akan terlalu memusatkan perhatian pada apa yang dilakukan oleh dua orang holster ini karena dari traillernya, orang sudah bisa menduga bahwa dua orang inilah penyebab terjadinya insiden tersebut, dan kesalahan teknis apa yang terjadi hingga membuat kereta yang tadinya harus diparkir itu menjadi bencana. Pada hari itu, Will kebetulan mendapat jadwal pertama kali berpasangan dengan seorang Engineer senior, Frank Barnes (Denzel Washington). Kehadiran Will saat menghampiri Frank yang saat itu kebetulan sedang berkumpul dengan rekan-rekan senior lainnya dianggap sebelah mata oleh rekan-rekan Frank karena mereka merasa tersingkirkan oleh kehadiran pegawai-pegawai baru seperti Will. Mereka yang tua merasa tersingkirkan, padahal merasa sudah berbakti selama puluhan tahun. Will tak menanggapi serius ocehan mereka dan Frank menanggapi dengan bijak untuk bertemu di kereta yang harus mereka kemudikan. Will memang baru 4 bulan bekerja dan masih dalam masa pelatihan, sehingga ia butuh belajar pada yang lebih senior. Frank mungkin adalah orang yang tepat karena ia begitu bijaksana dan tegas meski pengetahuan dan pengalamannya mengenai perkereta-apian begitu banyak. Di tempat lain, Dewey (Ethan Suplee), hostler yang terlihat malas-malasan tadi, harus buru-buru menyingkirkan kereta yang dibawanya. Sambil menggerutu kedua hostler tadi mengerjakan apa yang diperintahkan kepada mereka. Karena terburu-buru, Dewey memutuskan untuk segera menjalankan keretanya, meski rekan kerjanya mengingatkan bahwa selang angin yang berada di antara kepada lokomotif dan gerbong-gerbong di belakangnya belum terpasang, dan itu berarti rem angin tersebut hanya berfungsi terhadap kepala lokomotif itu saja. Dewey menganggap remeh dan berkata bahwa ia akan menyambungkannya pada saat kereta sudah berada di tempat parkir. Dalam kondisi yang menuntut maju dengan cepat, Dewey memasang kecepatan lokomotif pada kekuatan 100% untuk membuat rem dinamik pada kereta berfungsi. Tetapi sialnya, pada saat ia mendekati ‘switch track’, Dewey melihat bahwa track kereta tersebut belum benar, hingga ia berinisiatif untuk mengubahnya secara manual. Ia melompat turun dari kereta meski sudah diperingatkan oleh rekannya akan kemungkinan terjadinya malfunction terhadap rem dinamik jika selang angin yang menghubungkan antara lokomotif dan gerbong-gerbong itu belum terpasang. Tetapi Dewey tak peduli dan tetap melangkah menuju ‘switch track’ dan tanpa disadarinya kecepatan kereta bertambah hingga Dewey tak sempat lagi menaikinya untuk mengontrol kereta tersebut. Dan jadilah kereta tersebut melaju dengan kecepatan tinggi dan membuat semua kereta harus dialihkan ke track darurat jika tidak ingin tertabrak kereta yang membawa 47 gerbong dan beberapa di antaranya adalah zat kimia berbahaya. Seperti biasa, dalam film ini kita akan melihat bahwa para pejabat Oscar Galvin (Kevin Dunn) di kantor pusat akan berpikir soal kerugian dalam bentuk materi atau uang. Jika terjadi insiden atau kecelakaan, maka yang terpikir oleh mereka adalah bagaimana menyelamatkan kerugian keuangan seminim mungkin. Masukan dari orang-orang yang berada di lapangan dan tentu saja lebih hafal kondisi lapangan, tak dihiraukan. Teknis dan keuangan adalah hal berbeda yang tak akan pernah bertemu di ujung jika sudah menyangkut penyelamatan aset. Bahkan pejabat pemerintah yang dihubungi saat sedang bermain golf pun terlihat tak terlalu serius memikirkan resiko yang terjadi, dan hanya mendengar penjelasan Oscar lalu menyetujuinya. Apa saja yang diputuskan oleh Oscar, bisa disaksikan langsung di film ini dan bagaimana keputusan-keputusan yang diambil tidak sesuai dengan kondisi di lapangan adalah hal yang seringkali terjadi karena pengambilan keputusan yang terlalu memberatkan kerugian materi daripada jiwa manusia. Itu adalah salah satu pesan moral yang bisa kita ambil dalam film ini. Bahwa seseorang yang telah menjadi terbiasa bekerja pada suatu bidang bertahun-tahun pun kemudian menjadi seperti ‘ahli’ padahal hanya terbiasa saja, juga adalah pesan moral lain yang bisa  kita ambil. Kepemimpinan para pejabat dalam menangani hal-hal yang berhubungan dengan fasilitas publik ternyata di mana-mana sama saja. Jika kemudian masalah tak timbul karena langkah-langkah mereka tak berhasil sama sekali, bahkan hingga menimbulkan korban jiwa, salah seorang Engineer senior yang tewas saat diminta menjalankan strateginya, mungkin tak akan pernah menjadi demikian khawatir sampai detik-detik terakhir. Di sinilah peran Frank dan Will begitu berarti. Setelah kereta yang dikendalikan Frank dan Will selamat dari tabrakan yang sangat mungkin terjadi dengan kereta AVWR, Frank justru memiliki ide untuk menghentikan kereta tersebut karena ia melihat pada bagian belakang gerbong terakhir kereta tersebut ada ‘coupling’ (sambungan mekanik) yang terbuka. Pikirannya langsung melompat dengan ide untuk menyambungkan itu pada kepala lokomotifnya hingga bisa menahan laju kereta dengan cara melakukan pengereman pada lokomotif yang dibawanya. Will yang tadinya ragu untuk mendukung rencana Frank, mengingat beberapa usaha yang dilakukan untuk menghentikan kereta itu tak berhasil, akhirnya menyetujui untuk bergabung setelah tergugah dengan satu kalimat sederhana Frank yang memiliki arti dalam. Will : “If you want to go with your plan, help yourself. I’m not coming.” Frank : “Ask your wife”. Will memang sedang dalam kondisi pikiran yang kacau karena urusan rumah tangganya. Tetapi saat diingatkan bahwa ia hanya harus bertanya pada isterinya apakah ia harus turut mengorbankan diri demi menghentikan kereta itu, hati Will tergugah. Ia harus melakukan sesuatu yang bermanfaat, meski di mata isterinya ia sekarang hanya seorang pecundang yang bahkan tak boleh mendekati diri dan anaknya, tetapi ia harus membuktikan bahwa ia tak seburuk itu. Sebagai pimpinan, Oscar tentu saja tak suka jika keputusannya ditentang. Ia yang akhirnya telah memutuskan untuk menggulingkan kereta itu pada suatu area, merasa keputusannya ditentang karena keberanian Frank dan Will dalam melakukan aksinya. Frank yang kaya akan pengalaman tak peduli sumpah serapah dan ancaman Oscar yang mengatakan akan memecatnya jika ia tetap melanjutkan rencana sok beraninya. Frank hanya tertawa santai dan tak peduli karena ia sebenarnya sudah dipecat dan hanya tinggal menyelesaikan masa tugasnya. Oscar akhirnya menyadari bahwa dedikasi pekerja adalah segalanya. Tak bisa karena umur, kemudian kemampuan semua karyawan disamaratakan begitu saja. Yang terjadi selanjutnya adalah kita disuguhi kegigihan Frank dan Will untuk menghentikan kereta tersebut yang akhirnya memang berhasil dilakukan. Frank mendapat penghargaan dan boleh bekerja di perusahaan itu selama yang ia mau, dan Will mendapatkan kepercayaan lagi dari isterinya yang begitu cemas melihat usaha kerasnya menghentikan kereta. Jika orang menonton film ini dan memiliki latar belakang pengetahuan teknik, maka ia akan mengerti betul problem yang terjadi. Jika orang yang menonton ini tidak memiliki latar belakang pengetahuan teknik mengenai kereta api, rasanya mulai sekarang bisa sedikit cemas untuk mengetahui seberapa amannya peralatan perkereta-apian di negara kita ini! *haha! Tetapi secara keseluruhan film ini sangat menghibur, baik dari sisi dramatis maupun aksi. Ini adalah film thriller yang tak akan menambilkan darah dan kematian. Dalam kalimat-kalimat Frank, penonton akan menemukan banyak kalimat bijak. Misalnya apa yang diucapkannya pada Will saat ia bercerita mengenai isterinya yang tak pernah mau menerima teleponnya lagi. Will : “She never wanna receive my calls.” Frank : “Call her again.” Will : “I have called her thousand times.” Frank : “Call her again, you’re just too easy to quit..” Sepertinya hanya kalimat biasa kan? Tetapi coba pahami dalamnnya kalimat tersebut. Seorang laki-laki seharusnya tak boleh cepat menyerah untuk membuktikan bahwa ia masih mencintai pasangannya, apalagi jika orang itu adalah isterinya! Dalam film ini juga digambarkan bagaimana kesetiaan dan kecintaan para pekerja senior terhadap pekerjaan mereka, dibandingkan dengan para pekerja yang masih muda tetapi hanya mengandalkan kebiasaan mereka tanpa dedikasi tinggi. Memang tak terjadi di setiap lingkungan kerja, tetapi jika saja pihak perusahaan tak terlalu sibuk dengan penataan keuangan dan masih sempat memberikan perhatian kepada karyawan sebagai asset yang paling berharga, maka sebuah perusahaan akan berjalan tanpa harus menimbulkan kerugian dan rasa ketidak-adilan pada pekerjanya. Sebuah pelajaran berharga yang akan dapat dinikmati di sela-sela adegan cepat sebuah film thriller. UNSTOPPABLE 2010 Director: Tony Scott Writer: Mark Bomback Stars: Denzel Washington, Chris Pine and Rosario Dawson

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun