Mohon tunggu...
Puput Pena
Puput Pena Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Berpikir tanpa kejumudan, bergerak tanpa kekerasan, bermanfaat untuk kekitaan...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Media Sosial dan Literasi Politik

8 Mei 2014   05:05 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:44 1020
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Setiap lima tahunan, Indonesia mengadakan hajatan besar yaitu pemilihan umum legislatif dan presiden, dimana hal itu menjadi momentum pergantian kekuasaan yang meniscayakan kontestasi selama periode kampanye. Kontestasi semakin panas sejalan dengan manuver politik pada tahapan sosialisasi dan kampanye pemilu.

Hingar-bingar pilpres semakin muncul di permukaan, dengan ditandai berbagai macam manuver politik yang dilakukan oleh setiap pasangan calon. Seperti banyaknya spanduk dari pasangan kandidat yang bertebaran, membeli segmentasi di media massa, blusukan ke kantung-kantung pemilih dengan tujuan  meraup simpati dan dukungan politik dari warga.

Kontestasi bukan cuma panas dan ramai di kalangan elit politik saja tetapi kalangan masyarakat juga asyik membincangkan strategi dari tiap-tiap parpol maupun kontestan perorangan, yang pada sisi lain dapat dilihat sebagai sebuah proses literasi politik yang tengah berlangsung. Menurut pendapat Bernard Crick dalam tulisannya Essay on Citizenship yang saya kutip dari tulisan Gun Gun Heryanto, definisi literasi politik adalah pemahaman praktis tentang konsep-konsep yang diambil dari kehidupan sehari-hari dan bahasa. Merupakan upaya memahami seputar isu utama politik.

Singkatnya, literasi politik merupakan senyawa dari pengetahuan, keterampilan dan sikap. Crick menegaskan literasi politik lebih luas dari hanya sekedar pengetahuan politik melainkan cara membuat diri menjadi efektif dalam kehidupan publik dan dorongan untuk menjadi aktif, partisipastif dalam melaksanakan hak dan kewajiban baik dalam keadaan resmi maupun area publik yang sifatnya suka rela.

Literasi politik dalam konteks pemilu dipahami sebagai kemampuan masyarakat untuk mendefinisikan kebutuhan mereka akan substansi politik terutama perihal pemilu. Mengetahui strategi pencarian informasi apa, siapa, dan mengapa mereka harus memilih? Memiliki kemampuan untuk mengakses informasi seputar kandidat yang akan mewakili mereka nantinya. Mampu membandingkan dan mengevaluasi berbagai tawaran politik yang disodorkan kepada mereka. Terakhir, mampu mengorganisasikan, membuat sintesis, serta membentuk jejaring pemilih rasional dalam proses transaksional dengan pemimpin yang akan diberi mandat kekuasaan oleh mereka.

Masa kampanye merupakan momentum yang tepat untuk melakukan gerakan literasi politik. Dengan demikian, semestinya kampanye tidak semata-mata mengemas citra melainkan juga mentransformasikan kesadaran dan kemampuan untuk menjadi rational voter.

Substansi kekuatan literasi politik ada pada partisipasi politik warga negara yang kritis dan memberdayakan terkait dengan konsep konsep pokok politik yang akan berdampak pada kehidupan warga negara. Literasi politik bukanlah semata konsep normatif, melainkan bauran antara pengetahuan, skil dan sikap politik.

Media baru adalah salah satu alat untuk melakukan praktik literasi politik yang cukup efesien, dimana saat ini negara-negara dunia khususnya Indonesia semakin marak dalam melakukan kegiatan politik di internet. Tentu ini melahirkan ruang publik seperti yang sudah digagas oleh Habermas.

Perkembangan internet saat ini pun sudah memasuki web generasi 2.0, dimana antar user sudah memungkinkan berinteraksi secara real time, interaktif, dan multimedia. Situs jejaring sosial dengan segala aplikasinya yang tersedia telah menumbuhkan minat sekaligus keinginan masyarakat untuk saling berbagi informasi, kritik, imbauan, bahkan gerakan aktual (bertemu secara fisik) melalui interaksi di dunia maya ini. Tesis the world is plat pun seolah mendapatkan pembenaran sosial, dimana masyarakat semakin massif menggunakan media online sebagai kegiatan berbincang-bincang dengan bebas. Kebebasan yang dimaksud adalah dari dominasi negara dan intervensi pasar.

Masyarakat bisa berekspresi meluangkan pengetahuan, sikap dan skill yang mereka punyai dengan sebebas-bebasnya tanpa ada rasa canggung dengan meliputi pemahaman terkait demokrasi partisipatif, dimana warga negara mengetahui bagaimana pemerintahan bekerja secara seharusnya, mengetahui dan berlaku kritis terkait isu-isu krusial kemasyarakatan.

Tentu ini sendiri memunculkan ruang publik baru (new public sphere) dalam proses penguatan demokrasi di dunia cyber. Internet termasuk komunitas virtual di dalamnya, dapat menjadi perantara terbentuknya strukutur masyarakat emansipatif dan bebas dari dominasi.

Situs jejaring sosial (sosial network site) maupun web blog interaktif, kini sama-sama menunjukan perannya untuk menjadi ruang publik bagi komunitas virtual melalui proses konvergensi simbolik. Ide, informasi dan berita politik dapat disebar melalui internet. Media online ini telah menjadi ruang publik virtual dimana orang-orang dapat menggunakannya untuk membaca dan mengekspresikan berbagai opini dan sikap politik mereka.

Tak ada lagi zona prosemik seperti pernah digagas Edward Hall, yang membagi antara jarak intim (0-18 inci/ 46 cm), jarak personal (46 cm- 1,2 m), jarak sosial (1,2 m- 3,6 m) jarak publik (melampaui 3,7 m). Dengan adanya situs jejaring sosial dan Weblog interaktif, nampak bahwa komunikasi bisa mengekspresikan emosi masing-masing individu lebih terakomodasi dibanding hanya membaca hasil reportase jurnalis media massa tradisional.

Kompasiana merupakan salah satu web blog interaktif dimana berbagai topik sosial politik hangat dibincangkan di antara para partisipan dari berbagai kalangan, mulai dari jurnalis, politisi, mahasiswa, aktivis LSM, akademisi, pensiunan jendral dll sehingga memunculkan proses literasi politik serta bisa memunculkan gerak massa tanpa lembaga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun