Mohon tunggu...
Isniah
Isniah Mohon Tunggu... lainnya -

Pelayan di SMAN 2 PRINGGARATA

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menapaki Masa Lalu

20 Juni 2015   10:44 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:43 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Daerahku  16 tahun lalu,  termasuk Dusun terpencil karena PLN belum menyentuh daerah kami. Malam hari, penerangan warga masih dengan lampu templek. Namun Dusunku kembali terisolasi sekarang karena pembangunan jembatan yang tak kunjung selesai. Hal tersebut yang mendorong saya untuk menuliskan secuil pengalaman dimasa lalu yang membuat saya tegar sekarang.
  • Seiring dengan itu, keadaan sebagian warga juga  lumayan terbelakang dalam hal pendidikan dan kesehatan. Pada saat itu kita akan banyak menemui warga melahirkan di dukun tanpa bantuan petugas medis. Pun demikian dari segi pendidikan, dari yang saya alami susah sekali menerangkan pada orang tua saya tentang pentingnya pendidikan. Saya ingat menangis berhari - hari agar saya bisa melanjutkan sekolah pada saat itu yang terkenal di daerah saya adalah Ponpes Attohiriyah AlFadiliyah Bodak Montong Terep. Menyelesaikan Madrasah Tsanawiyah pada tahun 1997 perjuangan untuk melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi belum selesai.
  • Dengan perdebatan alot, akhirnya melanjutkan SMA ke SMA Negeri Kopang. Selama 3 tahun saya sering mendengar cemohan warga karena jalan kaki sekitar 3 km. Sekolah untuk apa? paling ujung - ujungnya nikah? tanpa bisa menyelesaikan tingkat SMA. Tapi itu saya buktikan dengan selesai Perguruan tinggi pada tahun 2004. Masyarakat saya bukanlah tidak mampu menurut pandangan yang saya lihat. Buktinya, kalau mereka ada acara Khitan mereka bisa meyembelih 2 ekor sapi yaitu pada sore hari dan pagi hari esok harinya. Menikahkan anak juga begitu, dikasih pandangan supaya anaknya melanjutkan sekolah mereka merasa tidak mampu, padahal kalau anaknya menikah mereka akan mengadakan acara 2 hari berturut - turut dengan gendang beleq dan jogetan yang tidak sedikit biayanya. Mereka terbiasa memanjakan anaknya dengan orang tua yang mendirikan rumah, tepemerariq ( di Nikahkan) maka tugas sebagai Orang tua selesai.

 

  • Padahal pada saat itu kehidupan sesungguhnya baru di mulai, tergelitik untuk menuliskan ini karena berbincangan dengan salah orang warga. Kenapa ya kamu bisa selesai sekolah padahal sebagaian besar orang disekitar tidak melanutkan? Saya balik, kamu dulu kenapa ndak melanjutkan? "tidak ada biaya", Terus pas kamu nikah di sembelihkan apa? " 2 ekor Sapi". Nah begitulah salah satu tradisi di masyarakat kampung yang saya cintai. Anak Laki - laki bisa di khitan dengan di sembelihkan 2 ekor Sapi dan anak Perempuan ereh siq Emas Oleq Kodeq (Punya Anting, Kalung, Gelang dan beberapa Cincin waktu kecil) Tapi begitu mereka menuntut untuk bisa sekolah ketika mereka beranjak Remaja sebagian orang Tua bilang tidak mampu membiayai anaknya Sekolah. Sungguh miris melihatnya, mereka belum menyadari arti pentingnya ilmu dan mungkin mereka tidak menyadari bahwa mereka mengingkari Firman Allah SWT :'Allah akan mengangkat derajat orang yang beriman dan berilmu' artinya harta bisa dicari dengan ilmu tapi harta akan habis jika tidak dikelola oleh orang yang berilmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun