Mohon tunggu...
Isna ZahiratulFairuz
Isna ZahiratulFairuz Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa aktif bimbingan konseling

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membangun Pendidikan Inklusi: Langkah Menuju Kesetaraan dan Keberagaman

1 Januari 2025   09:06 Diperbarui: 1 Januari 2025   09:06 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan inklusi merupakan pendekatan pendidikan yang bertujuan untuk memastikan bahwa semua peserta didik, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus, mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar dan berkembang dalam lingkungan pendidikan yang mendukung. Konsep ini menekankan pada penghargaan terhadap keragaman, keadilan, dan hak asasi manusia dalam proses belajar mengajar. Pendidikan inklusi bukan hanya tentang menyatukan peserta didik berkebutuhan khusus dalam kelas reguler, tetapi juga menciptakan sistem pendidikan yang fleksibel dan adaptif terhadap perbedaan individu. Dengan demikian, pendidikan inklusi berperan penting dalam membangun masyarakat yang lebih inklusif, toleran, dan berkeadilan.

Sesuai dengan yang tertulis pada Permendiknas nomor 70 Tahun 2009, pengertian pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Wathoni (2013) menyimpulkan bahwa pendidikan inklusi adalah pendekatan pendidikan yang menjamin tersedianya akses bagi anak-anak berkebutuhan khusus, sehingga mereka memiliki kesempatan yang setara untuk mendapatkan pendidikan. Pendekatan ini mengintegrasikan pembelajaran anak-anak berkebutuhan khusus bersama anak-anak lain dalam institusi yang sama, tanpa memisahkan mereka berdasarkan kebutuhan atau kemampuan. Artinya, mereka tidak lagi harus belajar di tempat, dengan guru, atau menggunakan sumber dan fasilitas belajar yang berbeda, melainkan bersama-sama dalam lingkungan pendidikan yang inklusif dan mendukung.

Stereotip dan pandangan terhadap anak berkebutuhan khusus masih menjadi tantangan yang perlu diatasi. Masyarakat sering kali mempunyai pandangan negatif terhadap mereka, sehingga menghambat inklusi yang sesungguhnya. Penting untuk mengedukasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hak-hak anak berkebutuhan khusus. Penting juga untuk melibatkan orang tua dan anggota keluarga dalam proses pendidikan untuk membangun dukungan sosial yang kuat bagi anak (Mustika et al, 2023).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2023, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia tercatat sebanyak 22,97 juta orang, atau sekitar 8,5% dari total populasi. Meskipun Pemerintah Republik Indonesia sudah mulai mengembangkan program Pendidikan inklusif sejak awal Tahun 2000, namun implementasinya di Indonesia masih jauh dari optimal karena sejumlah kendala. Beberapa faktor utama yang diidentifikasi meliputi kurangnya guru pembimbing khusus yang kompeten, minimnya sarana dan prasarana, serta rendahnya pemahaman masyarakat, guru, dan sekolah tentang konsep inklusi yang sebenarnya. Situasi ini juga diperparah dengan keraguan orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah inklusif (Pratiwi et al, 2022).

Wahid & Khoulita (2023) menyebutkan terdapat beberapa prinsip Pendidikan inklusif, (1) penerimaan dan aksesibilitas, semua individu harus diterima dengan baik dan mempunyai akses yang sama terhadap pendidikan berkualitas. Tidak boleh ada hambatan fisik, sosial atau psikologis yang menghalangi individu untuk berpartisipasi. (2) Keterlibatan dan partisipasi, seluruh pemangku kepentingan, termasuk guru, orang tua, peserta didik, dan masyarakat, harus terlibat aktif dalam menciptakan lingkungan inklusif dan mendukung perkembangan individu. (3) Keanekaragaman dan penghargaan, pendekatan inklusif menghormati dan menghargai keberagaman individu. Lingkungan harus menumbuhkan pemahaman, toleransi dan pengakuan terhadap perbedaan. (4) Pendekatan individualisasi, setiap individu mempunyai kebutuhan dan potensi yang unik. Oleh karena itu, pendekatan pendidikan inklusif memerlukan adaptasi pendekatan pembelajaran dan pemberian dukungan yang sesuai.

Kustawan (dalam Martha & Suryana, 2019) menyebutkan beberapa manfaat Pendidikan inklsuif, diantaranya manfaat Pendidikan inklusif bagi peserta didik berkebutuhan khusus, peserta didik pada umumnya, dan bagi Masyarakat. Manfaat pendidikan inklusif bagi peserta didik berkebutuhan khusus adalah mereka percaya diri, mudah beradaptasi, dan siap menghadapi kehidupan nyata di lingkungan mainstream. Peserta didik berkebutuhan khusus dapat menghindari label negatif, lebih memahami pelajaran sekolah, dan berprestasi lebih baik. Peserta didik berkebutuhan khusus dapat lebih mandiri, mudah beradaptasi, aktif, dan mampu memahami perbedaan, serta memiliki kesempatan untuk bersosialisasi dan berinteraksi secara alami dengan anak-anak pada umumnya, membantu mereka memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam membuat hidup lebih mudah.

Manfaat pendidikan inklusif bagi peserta didik pada umumnya adalah mengetahui keterbatasan dan kelebihan spesifik temannya serta mengetahui keterbatasan, kelebihan, dan keunikannya. Peserta didik regular dapat berempati terhadap keterbatasan dan kelebihan peserta didik berkebutuhan khusus. Peserta didik reguler dapat mengembangkan keterampilan sosial, berempati terhadap permasalahan peserta didik berkebutuhan khusus, dan membantu teman-temannya yang merupakan peserta didik berkebutuhan khusus yang mengalami kesulitan. Manfaat pendidikan inklusif bagi masyarakat adalah memaksimalkan potensi masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan. Masyarakat akan semakin sadar bahwa seluruh peserta didik berkebutuhan khusus mempunyai hak yang sama dalam mendapatkan pendidikan seperti peserta didik lainnya. Masyarakat dapat menyumbangkan pikiran, gagasan, dan gagasannya untuk mengembangkan pendidikan yang lebih baik dengan lebih terbuka dan penuh kesadaran.

Pendidikan inklusif bertujuan untuk memastikan bahwa setiap anak, termasuk mereka dengan kebutuhan khusus, mendapatkan kesempatan belajar yang setara. Namun, dalam praktiknya, implementasi pendidikan inklusif di lapangan masih menghadapi berbagai hambatan. Menurut Wahid & Khoulita (2023) terdapat beberapa faktor yang menghambat implementasi pendidikan inklusif, diantaranya (1) kurangnya kesadaran dan pemahaman yang cukup mengenai Pendidikan inklusif, banyak masyarakat yang masih belum memahami sepenuhnya konsep dan manfaat pendidikan inklusif. Kurangnya kesadaran dapat menghambat penerapan pendekatan komprehensif dan menyebabkan resistensi terhadap perubahan dalam sistem pendidikan. (2) Keterbatasan sumber daya dan infrastruktur, tantangan kedua adalah terbatasnya sumber daya dan infrastruktur yang diperlukan untuk implementasi pendidikan inklusif yang efektif. Sumber daya fisik, seperti gedung sekolah, fasilitas bagi penyandang disabilitas, dan perlengkapan belajar yang memadai, seringkali tidak memadai. Selain itu, sumber daya manusia seperti guru dan staf kependidikan yang terlatih dalam pendekatan inklusif mungkin terbatas.

(3) Kurangnya pelatihan bagi pendidik, salah satu elemen kunci dalam penerapan pendidikan inklusif adalah persiapan dan pelatihan guru. Namun, masih ada kesenjangan dalam menyediakan pelatihan yang memadai bagi para pendidik untuk mengembangkan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengajar di lingkungan yang inklusif. Kurangnya pemahaman terhadap kebutuhan dan strategi pembelajaran yang efektif bagi penyandang disabilitas dapat menjadi hambatan dalam menyediakan dukungan yang tepat.

Selain itu, tantangan dalam implementasi Pendidikan inklusi adalah stigma negatif Masyarakat. Banyak orang awam yang beranggapan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah orang yang cacat fisik dan mental, yang merupakan beban dan tidak berguna, yang selalu perlu ditolong dan dikasihani. Stigma ini muncul karena budaya yang masih mengakar kuat di masyarakat. Misalnya, banyak keluarga yang percaya bahwa memiliki anak berkebutuhan khusus membawa stigma pada keluarga, sehingga anak tersebut tidak diperbolehkan meninggalkan rumah atau berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan tidak mendapatkan akses pendidikan. Dalam beberapa kasus, orang mungkin tidak mendapatkan akses pendidikan yang memadai. menerima perawatan medis apa pun. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi psikologi dan masa depan anak (Dhoka et al, 2023).

Dalam konteks pendidikan inklusi, strategi dan solusi yang efektif sangat penting untuk memastikan bahwa semua anak, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus, dapat berpartisipasi secara penuh dalam proses belajar. Salah satu langkah awal yang krusial adalah pelatihan guru, di mana tenaga pengajar harus dilatih untuk memahami kebutuhan anak berkebutuhan khusus dan mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk menciptakan lingkungan belajar yang inklusif. Kurikulum juga harus dirancang agar fleksibel, sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan individual siswa, termasuk penggunaan berbagai metode pengajaran dan penilaian yang mengakomodasi berbagai gaya belajar dan kemampuan. Selain itu, penciptaan lingkungan kelas yang mendukung sangat penting, di mana semua siswa merasa dihargai dan diterima, termasuk pengaturan tempat duduk yang memungkinkan interaksi sosial dan kolaborasi antara siswa dengan dan tanpa kebutuhan khusus. Kolaborasi dengan orang tua dan komunitas juga berperan penting, karena melibatkan mereka dalam proses pendidikan dapat membantu mendukung anak berkebutuhan khusus. Memanfaatkan teknologi pendidikan dapat memberikan dukungan tambahan, dengan alat bantu belajar digital dan aplikasi yang disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan spesifik siswa. Terakhir, evaluasi dan penyesuaian berkelanjutan terhadap strategi yang diterapkan sangat penting untuk memastikan efektivitasnya, berdasarkan umpan balik dari siswa, orang tua, dan guru. Dengan menerapkan strategi-strategi ini, pendidikan inklusi dapat menjadi lebih efektif dan memberikan manfaat maksimal bagi semua siswa (Nugroho & Mareza, 2016).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun