Mohon tunggu...
Isna Ulfy Azkiyyah
Isna Ulfy Azkiyyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Mahasiswa S1 Psikologi

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Menanggapi Fenomena Selingkuh dari Sudut Pandang Ilmu Psikologi

11 Juni 2023   14:35 Diperbarui: 11 Juni 2023   14:47 688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Love. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Prostooleh

Belakangan ini sedang banyak sekali kasus perselingkuhan yang beredar di media sosial. Saat kasus perselingkuhan terkuak, banyak netizen yang selalu terheran-heran mengapa perempuan yang jadi selingkuhan itu seolah selalu template, mulai dari tampilan make up, gaya berbusana, hingga aura yang dikeluarkan. Pastinya juga tidak lebih baik dari perempuan pasangan resminya. Menjawab rasa penasaran itu, akan dibahas dari sisi psikologis menurut Sigmund Freud. 

Sigmund Freud merupakan tokoh pendiri aliran psikoanalisis dan menjadi salah satu tokoh besar dalam ilmu psikologi. Meski begitu, banyak kritik yang datang kepada freud karena teori yang diciptakannya tidak jauh dari hal-hal seksual. 

Fenomena perselingkuhan ini juga menurut Freud terjadi karena adanya impotensi fisik pada pria, seperti wajah yang tidak tampan, badan yang tidak berotot, tinggi yang tidak terlalu menjulang, dan sebagainya. Impotensi fisik inilah yang menimbulkan perasan tidak percaya diri pada pria dan membuat insecure atas keberadaan dirinya sendiri. Rasa tidak percaya diri tersebut diperoyeksikan pada dunia luar, di mana mereka dapat memiliki sokongan dan merasa lebih tinggi harga dirinya. Salah satunya yaitu dengan memiliki perempuan lebih dari satu di sekelilingnya. 

Meskipun telah memiliki satu perempuan sebagai pasangan resmi, pria dengan impotensi fisik akan merasa haus untuk mencari perempuan lain sebagai tambahan pelengkap dan terjadilah perselingkuhan. Umumnya, perempuan yang jadi selingkuhan tidak lebih baik daripada perempuan yang jadi pasangan resmi, karena dia hanya sebagai pelengkap bukan yang utama. Fenomena ini dinamakan Madonna-Whore Complex. Madonna sendiri merupakan sebutan bagi perempuan pasangan resmi yang dipandang tinggi dan hormat, sedangkan Whore merupakan sebutan bagi perempuan yang dipandang rendah dan hanya sebagai pemuas seksual. 

Dalam Complex ini, pria dapat merasa mencintai perempuannya tapi tidak menginginkan dirinya seutuhnya ketika berhadapan dengan sosok yang dianggap sebagai Madonna. Di lain sisi, pria dapat merasa menginginkan perempuan itu tanpa ada cinta sama sekali ketika berhadapan dengan sosok yang dianggap sebagai Whore. 

Begitulah sudut pandang penjelasan dari teori milik Sigmund Freud tentang fenomena perselingkuhan akhir-akhir ini. Perselingkuhan dilakukan oleh laki-laki sepenuhnya adalah karena kesalahan pada dirinya sendiri. Para perempuan yang pernah menjadi korban perselingkuhan tidak perlu merasa bertanggung jawab atas hal tersebut. Sedangkan, para perempuan yang pernah atau sedang menjadi selingkuhan segeralah sadar karena kalian hanya dijadikan tambal dari lubang yang ada. Sejatinya perempuan baik tidak akan mau dengan pasangan milik orang lain.

Referensi:

Hartmann, U. (2009). Sigmund Freud and His Impact on Our Understanding of Male Sexual Dysfunction. The Journal of Sexual Medicine, 6(8), 2332–2339.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun