Hallo pemirsa yang berbahagia. Panggil saja aku Isna. Disini aku ingin menceritakan pengalamanku saat masih menjadi anak usia dini. Pengalaman ini terjadi saat aku masih duduk di bangku TK. Usiaku waktu itu masih berumur 5 tahun.
Pagi hari kala itu aku mendengar panggilan dari ibu lalu bangun dan segera siap-siap berangkat ke sekolah. Dulu, Aku mempunyai kebiasaan setelah bangun tidur selalu makan roti. Apapun jenisnya pasti akan kumakan. Jika tidak ada roti di rumah, maka Aku akan bangun lambat.
Setelah beres makan roti, saya lanjut mandi. Lalu pergi ke ruang tamu untuk sarapan. Selain di temani ibuku, Aku juga ditemani kartun yang sudah menjadi tayangan favoritku sebelum berangkat ke sekolah. Bahkan kartun itupun masih tayang sampai sekarang. Siapa sih yang hari gini tidak tahu kartun yang bintang utamanya spons kuning? Kalau tahu coba pemirsa jawab di kolom komentar.
Satu jam sudah berlalu, kemudian aku memakai sepatu dan segera berpamitan kepada ayahku. Aku memang selalu di antarkan oleh ibu setiap pergi ke sekolah. Setelah semuanya beres, aku dan ibu pun berangkat ke sekolah. Kami berangkat masih menggunakan sepeda onthel karena motornya di pakai ayahku untuk bekerja.
Jarak rumah dari TK ku lumayan jauh. Kurang lebih 15 menit baru sampai kalau menggunakan sepeda. Setelah sampai sekolah, ibu mengantarku sampai depan pintu kelas. Di depan kelas kami sudah disambut oleh senyuman dari ibu guru. Tak lama kemudian, Aku berpamitan kepada ibu. Kemudian berjabat tangan dengan ibu guru dan bermain di halaman bersama teman-teman dengan tas yang masih tergendong di pundak.
Selang berapa menit kemudian bel masuk pun berbunyi. Semua anak-anak yang masih bermain di luar di peringatkan untuk segera berbaris seperti kereta di depan pintu kelas. Kami dengan tertib segera membentuk menjadi satu barisan perkelas. Satu persatu nama kami di panggil. Setelah semua lengkap baru kami memasuki kelas sambil bernyanyi.
Saya dan teman-teman duduk di kursi dengan melingkar mengikuti arah bentuk meja kami. Jadi, 1 kelompok di meja tersebut berisi 5 kursi di sampingnya. Seperti sekolah-sekolah pada umumnya, kami memperhatikan percakapan dari ibu guru walaupun sesekali dari kami ada yang bermain dan membuat obrolan sendiri. Semua guru akan memaklumi hal tersebut karena kami masih anak-anak yang masih sulit untuk duduk anteng dan memperhatikan gurunya.
Singkat cerita bel istirahat berbunyi. Kebetulan cerita ini saya angkat hari jumat dan setiap pada hari jumat, kami akan diberikan jajanan oleh Ibu Guru. Boleh di akui saya memang dari kecil sudah agak kocak orangnya. Di waktu istirahat itu, ketika semuanya sedang asik bermain di halaman sekolah, Aku mengajak salah seorang temanku yang bernama Tasya. Aku mengajak dia untuk pergi ke dapur secara diam-diam. Niatanku waktu itu untuk mengejuti Ibu Guru.
                                                                 Â
Setelah beliau keluar untuk mengantar makanan ke dalam kelas, kami pun bergegas menyelinap ke dalam dapur. Tapi bukan cosplay jadi maling ya pemirsa. Tidak butuh waktu lama, kami mendengar langkah Ibu Guru. Kami berdua siap-siap untuk mengejutkan beliau dengan metode mirip ciluk ba. Namun, harapan kami malah berbanding terbalik dengan kenyataan.
Awalnya kami mengira bahwa ibu guru ingin kembali ke dalam dapur ternyata hanya kembali untuk mengunci pintu dapur. Kami belum sadar waktu Ibu Guru mengunci pintu dapur karena kami kira hanya menutupnya dan akan kembali masuk dapur beberapa saat kemudian. Setelah kami menunggu beliau cukup lama, dan kami mencoba membuka pintu dapur tersebut. Betapa tidak menyangkanya kami berdua yang tidak bisa membukanya. Lalu, kami hanya bisa terus berusaha membukanya sambil berteriak minta tolong.
Tak lama kemudian Ibu Guru mendatangi dapur dan segera membuka kunci pintunya. Kami yang masih dalam keadaan panik langsung di tenangkan oleh Ibu guru. Setelah tenang kami pun disuruh menceritakan bagaimana kejadian ini bisa terjadi. Kalimat demi kalimat aku katakan sejujur-jujurnya. Selesai bercerita, Ibu guru pun menasehati kami dengan ekspresi tenang. Pada intinya peristiwa tersebut jangan sampai terulang lagi.
Itulah kisah masa kecilku saat masih duduk di bangku TK yang tidak pernah terlupakan. Jujur walaupun dulu rasanya panik, tapi aku mengetik cerita ini sambil tersenyam-senyum pemirsa. Terimakasih banyak yang sudah meluangkan waktunya sebentar hanya untuk membaca ceritaku sampai akhir walaupun dalam hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H