Pendidikan merupakan suatu hal yang penting. Dengan adanya pendidikan, masyarakat akan melek terhadap ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan itulah yang nantinya dapat menuntun masyarakat kepada kehidupan yang lebih baik. Namun ternyata, tidak semua masyarakat memiliki akses pendidikan yang sama.Â
Mengenai pendidikan, pemerintah telah mengatur di dalam Undang Undang Dasar 1945. Dalam Pasal 31 UUD 1945 ayat 1 berbunyi, "Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan". Pengaturan pendidikan ini salah satunya bertujuan untuk turut mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun faktanya, tidak semua orang bisa menikmati pendidikan. Di Indonesia, pendidikan memang mendapatkan perhatian dari negara. Hal ini terlihat dari adanya kementerian pendidikan yang mengatur dan mengkaji pendidikan. Meskipun demikian, pendidikan di Indonesia masih belum merata. Masalah kemiskinan, SDM, keterbatasan guru, keterbatasan akses dan mobilisasi, serta keterbatasan sarana dan prasarana menjadi faktor penyebab tidak meratanya pendidikan di Indonesia.
Berangkat dari kepedulian terhadap pendidikan, seorang aktivis perempuan bernama Sri Wahyaningsih, mendirikan sebuah sanggar belajar di Desa Lawen, Kecamatan Pandanarum, Kabupaten Banjarnegara. Sanggar tersebut bernama Sanggar Anak Alam atau biasa disebut SALAM. Pada satu kesempatan, Bu Wahya kemudian pindah bersama suaminya ke Nitiprayan, Yogyakarta. Di tempat yang baru, Bu Wahya juga menghidupkan kembali gagasannya tentang SALAM. Bu Wahya yang saat itu diamanahi menjadi ketua RT, memanfaatkan dengan menyertakan masyarakat sekitar untuk membangun sanggar anak alam. Sejak itulah Sanggar Anak Alam mulai berkembang dan aktif berkegiatan.Â
Bu Wahyaningsih merupakan seorang lulusan dari jurusan ekonomi. Namun, kepedulian yang sudah dipupuk sedari kecil membuat dia tergerak untuk turut berkontribusi pada perubahan Indonesia. Melihat banyaknya anak yang mengalami masalah pada bidang pendidikan seperti putus sekolah, tidak mempunyai biaya, hingga kerumitan anak-anak dalam menjalani sekolah, membuat ia tergerak untuk melakukan sesuatu. Sanggar Anak Alam inilah yang menjadi jawabannya. Melalui Sanggar Anak Alam, Bu Wahya berharap minat anak-anak terhadap pendidikan tidak hilang. Menurutnya, pendidikan anak-anak itu bisa didapat di mana saja dan dari mana saja.
Latar belakang anak-anak yang suka bermain dan dekat dengan alam menjadi inspirasi bagi Bu Wahya. Ia menilai bahwa dengan belajar di alam, anak-anak akan berkurang beban stressnya akibat belajar di kelas. Belajar di kelas dalam waktu yang lama membuat anak mudah jenuh. Suasana baru menjadi alternatif bagi permasalahan tersebut. Alam merupakan hal yang dekat dengan anak. Dunia anak yang memiliki rasa keingintahuan tinggi menjadi bekal bagi perkembangan pendidikan.Â
Pengorbanan Bu Wahyaningsih untuk mewujudkan cita-citanya dalam bidang pendidikan tidak sedikit. Penawaran untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi di luar negeri pun ia tolak. Bu Wahya tetap teguh dan konsisten pada pendiriannya. Menurutnya, sudah banyak orang-orang pintar di Indonesia, karena itulah ia memilih untuk melanjutkan Sanggar Anak Alam dalam berkontribusi pada negara.
Konsep belajar Sanggar Anak Alam unik dan berbeda. Mereka meyakini, bahwa proses belajar tidak hanya sebatas interaksi murid dengan guru. Alam sekitar juga turut memberikan kontribusi dalam proses belajar. Sanggar Anak Alam berusaha menciptakan lingkungan belajar yang merdeka. Hal itu dibangun dengan penyatuan beberapa elemen kebutuhan kolektif dan kesepakatan masyarakat. Mereka semua saling bahu membahu dalam menciptakan ruang pendidikan yang layak bagi anak. Keterbatasan ekonomi bukan lagi menjadi penghalang bagi anak untuk dapat menerima fasilitas pendidikan.
Hal yang unik dari Sanggar Anak Alam yaitu keterlibatan langsung orang tua dalam proses belajar anak. SALAM memberikan fasilitas kepada orang tua untuk berdiskusi bersama anak guna membantu proses belajar.Â
Kemajuan pendidikan anak bukan hanya dari faktor internal, namun juga dari faktor eksternal. Orang tua merupakan salah satu unsur eksternal pembangun dalam kemajuan pendidikan anak. Dengan adanya diskusi bersama anak, diharapkan orang tua dapat mengetahui perkembangan anak dan memahami apa yang dibutuhkan oleh anak.
Keterlibatan orang tua tidak hanya terbatas pada diskusi bersama anak. Sanggar Anak Alam juga memberikan kesempatan pada orang tua untuk turut berdiskusi bersama guru guna membangun lingkungan yang suportif bagi anak. Sanggar Anak Alam juga mewadahi elemen masyarakat eksternal lain untuk turut berpartisipasi. Melalui kegiatan volunteer, donatur, dan kegiatan lain menjadi jembatan bagi masyarakat ikut berpartisipasi . Meskipun Sanggar Anak Alam merupakan yayasan pendidikan, namun konsistensi dan komitmen orang-orang yang terlibat menjadikan SALAM sebagai wadah pendidikan yang mumpuni.
Kepedulian Bu Wahya terhadap pendidikan di Indonesia patut dicontoh. Dengan segala optimismenya, ia telah berhasil menciptakan ruang bagi pendidikan di Indonesia yang lebih baik. Kepedulian terhadap sesama sudah sepatutnya dipupuk sedini mungkin. Pendidikan memang hak untuk semua orang. Namun, tidak semua orang mendapatkan hak tersebut. Keterbatasan masih menjadi PR bersama. Semoga dengan kehadiran Bu Wahyaningsih menjadi pembelajaran bagi generasi penerus bangsa. Kehadiran sosok aktivis perempuan seperti Bu Wahya juga memberikan euforia perjuangan baru. Hal tersebut menegaskan bahwa semua orang memiliki kesempatan dan peluang yang sama.