Mohon tunggu...
Isna Amini
Isna Amini Mohon Tunggu... Administrasi - menulis untuk menyampaikan kegelisahan

karyawan swasta yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Menuntut Pertanggungjawaban PKS atas Rusuh Jakarta

24 Mei 2019   11:46 Diperbarui: 24 Mei 2019   12:09 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Alat komunikasi handy talky (HT) yang memiliki stiker logo Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu barang bukti dari para pelaku kerusuhan di kawasan Wisma Brimob Petamburan yang ditunjukkan oleh Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat saat konferensi pers pada Kamis, 23 Mei 2019. Tempo/M Yusuf Manurung 

Kerusuhan 22 Mei jadi puncak kacau-balaunya Pemilu 2019. Prediksi KADIN DKI Jakarta, kerugian transaksi perdagangan antara Rp100 miliar hingga Rp1,5 triliun gara-gara lumpuhnya sejumlah titik pusat kegiatan ekonomi. Tentu saja jumlah ini tidak sebanding dengan korban fisiknya, yakni 6 meninggal dunia dan 347 orang luka-luka.

Di atas kertas, publik terfokus untuk menyalahkan polisi yang brutal serta massa yang anarkis. Meskipun  massa menyangkal, kita sudah sama-sama paham kalau people power muncul sebagai unjuk kekecewaan massa pendukung koalisi 02 Pilpres 2019. Prabowo-Sandi terkesan gagal meredam emosi massa pendukungnya. Saya sepakat dengan hal ini, tapi tidak berhenti di sini.

Menurut saya, akar dari rusuh kemarin adalah fanatisme politik dalam Pemilu 2019. Hal ini akibat penggunaan politik identitas dan politik pasca kebenaran untuk memenangkan kandidat-kandidat politik tertentu. Siapa yang punya andil besar sebagai penuang racun demokrasi di kubu Koalisi Koalisi 02 ini? Saya membacanya sebagai PKS dan Rizieq Shihab serta FPI.

Dugaan saya, mereka telah memanipulasi Prabowo dan Gerindra sehingga situasi politik Indonesia terus memanas. Buktinya, kompetisi politik sebelumnya tidak pernah sepanas ini. Sebelum Pilpres 2014, Gerindra berada dalam barisan nasionalis. Tidak pernah sekalipun kita dapatkan mereka memainkan politik identitas/SARA.

Tapi sejak mesranya relasi PKS dan Prabowo, semuanya berubah. Pasca Pilpres 2014, lalu Pilgub DKI Jakarta, Pilkada Serentak 2018, hingga Pemilu 2019, isu politik identitas terus dimajukan Prabowo. Saking kuatnya pengaruh PKS dan Rizieq Shihab serta FPI terkesan saran-masukan Demokrat serta PAN tidak digubris.

Sejak awal Demokrat tidak mendukung aksi "people power". Demokrat mengajak Prabowo-Sandi untuk melanjutkan sengketa Pilpres melalui jalur konstitusional. Meskipun malu-malu kucing, PAN agaknya berpandangan yang sama. Hal berbeda justru dilakukan PKS. Mulanya mereka memanas-manasi "people power", lalu mendadak menyatakan tidak terlibat. Begitu pula Gerindra.

Tapi semuanya sudah terlambat bukan? Akibat stategi politik identitas ala PKS dan Rizieq Shihab, massa pendukung Prabowo jadi akar rumput yang kerontang. Cukup setitik api untuk membakar kemarahan mereka. Dan itulah yang terjadi pada rusuh Jakarta tempo hari.

Jadi, saya pikir rusuh Jakarta bukan cuma urusan Prabowo-Sandi. PKS dan Rizieq Shihab juga harus tanggungjawab. Seandainya mereka tidak memainkan politik identitas, boleh jadi hasilnya akan lain.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun