".....Rendahnya pemahaman demokrasi pada peserta didik, menjadi pemicu dari rendahnya good citizen"
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), demokrasi adalah bentuk atau sistem pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya yang terpilih. Dalam demokrasi, setiap warga negara diperbolehkan untuk berpartisipasi, baik secara langsung atau melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum.
Menurut Rina Martini dan Yuwanto (2010) Demokrasi terjadi akibat dari adanya penolakan maupun pemberontakan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap pemerintahan yang otoriter untuk dapat menggantikannya dengan pemerintahan yang lebih mementingkan nasib rakyatnya yaitu demokrasi. Penolakan dilakukan karena masyarakat menggangap bahwa sistem demokrasi merupakan suatu sistem yang dapat mementingkan masyarakat secara keseluruhan dengan memberikan ruang yang lebih terbuka untuk dapat mengekspresikan keinginan mereka dan diharapkan dapat menciptakan kehidupan politik yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Masyarakat yang demokratis juga ditandai dengan semakin kritisnya masyarakat dalam menilai dan menanggapi kebijakan yang berlaku, baik di pemerintah pusat maupun daerah. Hal ini dilakukan sebagai tanggung jawab dari prinsip demokrasi mengenai hak-hak dasar yang harus terpenuhi yakni hak atau kemerdekaan berpendapat.
Demokrasi menjadi penting dalam pembelajaran PPKn, sebab guru atau tenaga pendidik merupakan orang pertama dalam mengajarkan ilmu politik di ranah sekolah, khususnya pada tingkat SMA, SMK atau jenjang yang setara lainnya. Penulis merasa titik awal pendidikan demokrasi menjadi penting dilakukan pada saat usia peserta didik menginjak 17 tahun, yakni usia dimana peserta didik siap mendapatkan hak dan kewajibannya sebagai warga negara Indonesia. Seperti halnya mendapatkan KTP, ikut dalam pemilu dan hak serta kewajiban lainnya yang akan peserta didik gunakan atau kerjakan.
Namun, penulis yakni saya sendiri sebagai guru PPKn kelas XI pada jenjang SMK, menemukan adanya peserta didik yang mengalami kesulitan dalam memahami materi demokrasi yakni pada BAB 2 Sistem dan Dinamika Demokrasi Pancasila. Kesulitan pemahaman ini dilatar belakangi oleh beberapa faktor, diantaranya :
- Metode pembelajaran yang cenderung monoton (Teacher center),
- Guru belum merancang pembelajaran yang kreatif dan inovatif khususnya dalam pembelajaran Sistem dan Dinamika Demokrasi di Indonesia di kelas XI Akuntansi,
- Model Pembelajaran yang kurang tepat,
- Guru kurang memperhatikan kebutuhan peserta didik di kelas seperti ada peserta didik dengan karakter yang suka menulis, mendengarkan dll,
- Kondisi kelas yang tidak kondusif (misalnya setelah mapel olahraga atau produktif siswa cenderung membutuhkan waktu yang banyak untuk bisa fokus kembali).
Penulis merasa permasalahan ini penting karena banyak dialami oleh guru-guru yang mengampu mata pelajaran yang berbeda, terutama mata pelajaran yang berupa teoritik. Praktik ini dapat memotivasi diri (khususnya) dan juga bagi rekan guru yang lain. Selain itu, guru lebih termotivasi dan bersemangat untuk mengupgrade diri dengan mengekslpore berbagai metode pembelajaran yang lebih menarik dan inovatif sehingga guru lebih bisa menggunakan metode atau model pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik
Penulis dalam hal ini sebagai guru PPKn merasa punya peran dan tanggung jawab dalam mengentaskan permasalahan yang terjadi di dalam proses pembelajaran tersebut. Upaya yang dilakukan diantaranya :
- Melakukan proses pembelajaran secara efektif dengan menggunakan media, metode, dan model pembelajaran yang tepat dan inovatif yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dan hasil belajar peserta didik sesuai dengan yang diharapkan,
- Melakukan proses pembelajaran secara efisien yakni dengan menggunakan dan memanfaatkan sumber daya dan fasilitas yang ada,
- Melakukan upgrade diri agar senantiasa menjadi guru yang mengerti kebutuhan peserta didik sesuai dengan perkembangan zaman, seperti mengikuti pelatihan-pelatihan, seminar, diklat dan lain-lain.
Menurut Sudarman dalam jurnal Mudzrika Fariana (2017), model Problem Based Learning adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan yang esensial dari materi pelajaran. Pemahaman Konsep dapat meningkat dengan menggunakan model Problem Based Learning, peserta didik yang menggunakan Problem Based Learning lebih berani dalam menyampaikan pendapat, bertanya, dan antusias dalam proses pembelajaran.
Kelebihan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) diantaranya peserta didik didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam situasi nyata dan memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas belajar, Pembelajaran berfokus pada masalah. Kelemahan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yakni peserta didik menganggap masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan dan guru tidak mudah dalam memposisikan diri sebagai fasilitator, membimbing, menggali pemahaman yang lebih dalam, mendukung inisiatif.