Potensi diri adalah sebuah kekuatan yang masih terpendam dalam diri meliputi fisik, karakter, minat, bakat, kecerdasan, dan nilai-nilai yang belum dimanfaatkan dan diolah individu tersebut. Potensi diri meliputi potensi dasar umum atau yang dapat disebut dengan kecerdasan dan potensi dasar yang tidak dapat di miliki oleh orang lain atau yang dapat disebut bakat. Adapun beberapa jenis potensi diri meliputi potensi berpikir, potensi emosi, dan potensi fisik.
Menurut teori Hurlock pada konteks psikologi pendidikan menekankan pentingnya pemahaman dan penerimaan terhadap diri sendiri sebagai dasar pengembangan individu, Hurlock berpendapat bahwa kemampuan seseorang yang ada pada dirinya, baik secara fisik maupun mental dapat dikembangkan melalui pendidikan dan juga pengalaman pada individu.
Hurlock menyatakan bahwa pemahaman adalah kuncian untuk menerima diri sendiri menjadi apa adanya, yang paling utama adalah kelebihan dan kekurangan. Penerimaan diri ini berhubungan pada harga dan keyakinan diri, hal ini memungkinkan individu untuk berinteraksi di lingkungan manapun lebih positif. Individu yang memiliki penerimaan diri yang baik maka ia akan mempu menerima kritik dan tantangan serta mampu memikirkan penyelesaian masalah secara jernih, individu juga lebih terbuka terhadap perkembangan pribadi.
Dalam wawancara potensi diri dengan salah satu siswa SMA bernama Azahra Aulia, menghasilkan kesimpulan bahwa potensi diri bagi anak SMA sangat penting untuk menggali minat dan bakat, mengingat masa SMA adalah masa-masa emas, kerap kali masa SMA merupakan masa-masa sulit menentukan jati diri.
Azahra aulia merupakan salah satu siswa SMA Negeri 10 Depok, menyukai pelajaran biologi yang merupakan bidang pelajaran ilmu-ilmu alam, Azahra kurang memiliki minat pada pelajaran fisika karena padatnya materi dan hitungan yang sulit. Bentuk positif yang dapat digali pada potensi diri Zahra adalah memiliki hobi jalan-jalan, saat jalan-jalan Azahra merasa enjoy, merasa bisa menikmati udara sejuk, dan tidak lupa juga saat jalan-jalan Azahra dapat mencari suasana baru.
Seperti yang dijelaskan pada teori Hurlock, penggalian potensi diri salah satunya adalah kepuasan dalam belajar, Azahra terakhir kali merasa berhasil dalam belajar yakni pada pelajaran Bahasa Sunda, Azahra mendapatkan nilai 98 di rapot di mata pelajaran ini, ini suatu pencapaian yang Azahra sendiri tidak menyangka akan mendapatkan nilai ini.
Agar lebih meningkatkan giat dalam belajar, biasanya Azahra tidur sebelum belajar, hal ini agar dapat menyerap ilmu lebih cepat serta perasaan lebih lega karena otak habis di istirahatkan. Aktivitas harian seseorang dapat mempengaruhi pola dan kualitas tidur, kualitas tidur seseorang tidak bergantung pada jumlah dan lamanya durasi tidur seseorang, tetapi adalah bagaimana kecukupan tidur seseorang tersebut sesuai dengan kebutuhan, Azahra lebih suka melakukan ini agar merefleksi otak, mengingat banyak materi pelajaran yang harus dipahami dan dihafal, teknik yang Azahra lakukan untuk memacu giat belajar dapat diterapkan.
Dukungan positif merupakan salah satu aspek pemacu seseorang agar lebih semangat melakukan suatu hal, apalagi ketika sedang ingin mencapai target yang diinginkan. Azahra memiliki orang tua dan kerabat dekat (saudara) yang senantiasa mendorongnya dan memotivasinya untuk rajin dalam belajar. Peran orang tua Azahra dalam hal ini sangat baik, karena anak pastinya masih membutuhkan orang terdekat yakni orang tuanya agar belajar lebih giat. Lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh kita semua pada kehidupan tak lain dan tak bukan adalah orang tua. Keberhasilan seseorang pada proses pendidikan merupakan tanggung jawab orang tua, dukungan orang tua merupakan sumber dukungan sosial memegang erat peranan terpenting pada kesuksesan seseorang.
Seperti halnya anak SMA lainnya, Azahra Aulia memiliki cita-cita yang sangat besar dan mulia, yaitu ingin memiliki nilai bagus dan lolos di kampus impiannya yaitu Universitas Indonesia (UI), dengan motivasi yang diperoleh dari orang tua, teman, serta kemauan dari diri sendiri yang kuat, Azahra memiliki potensi untuk sukses yang besar.
Tidak ada peristiwa cerita anak sekolah tanpa memiliki pengalaman nilai yang jelek, pada mata pelajaran Sosiologi Azahra Aulia cukup kurang karena padatnya materi dan mendapat nilai 70 hal ini juga dirasakan pada Azahra pad mata pelajaran Informatika, perasaan yang didapatkan adalah tentunya kecewa dengan diri sendiri karena kurangnya belajar. Efikasi diri akademik dan minat belajar bergantung pada diri siswa sendiri, siswa yang memiliki efikasi diri yang tinggi cenderung memiliki keyakinan lebih kuat, mereka percaya bahwa mereka mampu menghadapi tantangan akademik. Tetapi pada wawancara, Azahra terlihat memiliki kurang minat pada kedua mata pelajaran yang disebutkan, namun hal ini mungkin bukanlah hambatan bagi Azahra untuk terus belajar.
Pendapat Azahra Aulia untuk terus belajar berasal dari orang tua, kemampuan belajar terus di dorong dari orang tua yang dapat memacu semangatnya, teman dekatnya juga memacu semangatnya, begitupun saudara nya yang sering diajak untuk keluar bersama. Demi kemajuan dirinya, Azahra kerap kali menerima nasehat dari orang tuanya soal belajar, mungkin Azahra memiliki kekurangan minat pada pelajaran Sosiologi dan Fisika, ini bukanlah halangan untuk terus meng-upgrade diri.