Shymansky dalam teorinya mengatakan konstruktivisme adalah aktifitas aktif dimana peserta didik mencari tahu sendiri pengetahuannya, mencari makna dari apa yang mereka pelajari, dan melakukan proses penyelesaian konsep dan ide baru yang telah dimiliki. Menurut Hill, konstruktivisme adalah pembelajaran yang menghasilkan sesuatu dengan mencampuri teori dan praktik agar dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Vygotsky dalam pandangannya mengenai konstruktivisme, adalah konsep yang menyatakan bahwa pengetahuan di kontruksikan secara sendirinya oleh setiap individu melalui pengalaman diri sendiri, pada saat yang sama, proses ini juga dapat dipengaruhi oleh interaksi sosial. Vygotsky juga menekankan, perkembangan kognitif tidak bisa dipisahkan dari konteks sosial budaya dimana seorang individu tersebut berada.
Kognitif adalah rangkaian proses mental yang kompleks, dimulai dari diterimanya suatu informasi dan diakhiri dengan pengambilan keputusan. Proses kognitif diantaranya adalah memahami, menganalisis, dan memecahkan masalah, pada teori Lewin menekankan bahwa belajar dalah proses yang dinamis, dimana faktor psikologis dalam seorang individu terkait dan saling mempengaruhi selama belajar. Adapun teori kognitif dari piaget, yaitu :
- Tahap sensorimotorik : Pada tahap ini, anak-anak membangun pemahaman dasar tentang dunia di sekitar mereka melalui pengalaman langsung dan praktik.
- Tahap praoperasional : Anak-anak mulai mengembangkan kemampuan berpikir secara simbolis.
- Tahap operasional konkret : pemikiran anak-anak menjadi lebih logis, tetapi masih terbatas pada objek dan mereka berinteraksi secara langsung dan mengamati.
- Tahap operasional formal : Kemampuan untuk berpikir secara abstrak, logis, dan sistematis. Pada tahap ini, individu dapat memahami konsep-konsep yang lebih kompleks, menyelesaikan masalah-masalah hipotesis, dan terlibat dalam proses penarikan kesimpulan dari hal-hal yang umum ke hal-hal yang khusus.
Dalam psikologi pendidikan, metakognitif merujuk pada kemampuan seseorang untuk memahami, mengevaluasi, dan melakukan kontrol pada proses berpikir dan pembelajaran dirinya sendiri. Metakognitif mencakup kesadaran seorang individu mengenai bagaimana mereka belajar, cara dan strategi yang mereka lakukan agar cepat paham, serta kemampuan untuk memperhatikan serta mengevaluasi tindakan tersebut. Hal ini penting bagi pendidikan karena membentu seorang individu untuk mandiri dalam pendidikannya, menjadi individu yang mendiri, dan meningkatkan skill belajarnya.
Tujuan utama dari metakognitif dalam pendidikan tidak lain adalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis seorang siswa. Dengan mmbimbing siswa dengan cara memahami cara mereka belajar, mereka akan menyadari kekuatan dan kelemahan mereka dalam belajar. Selain itu, metakognitif juga dapat membantu siswa dalam menghadapi tantangan akademik, misalnya bersaing sehat untuk mendapatkan ranking 1, mereka akan menyusun strategi yang tepat untuk situasi yang akan dihadapi, kemudian jika gagal, siswa akan mengevaluasi strateginya sendiri dimana yang kurang dan keliru.
Secara keseluruhan, pengembangan keterampilan metakognitif di kalangan siswa sangat penting dalam membentuk individu yang tidak hanya mampu menyerap informasi tetapi juga mampu berpikir secara kritis dan mandiri. Melalui pemahaman yang lebih baik tentang proses belajar mereka sendiri, siswa dapat meningkatkan efektivitas belajar dan mencapai tujuan akademik dengan lebih baik. Oleh karena itu, integrasi metakognitif dalam kurikulum pendidikan sangat dianjurkan untuk mempersiapkan siswa menghadapi tantangan masa depan dengan keterampilan berpikir yang lebih baik dan kemampuan untuk belajar secara mandiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H