Buku-buku ini sengaja saya konsumsi dengan santai, tak ada target untuk menuntaskannya dengan cepat. Saya ingin fokus pada kenikmatan membaca, bukan kecepatan mengakhirinya. Setiap kata dan halaman punya daya magis tersendiri, hal yang tak mungkin saya lewati. Berikut ini beberapa buku yang saya maksud.
1 | Seneca's Letters from a Stoic
Buku pertama ini saya dapatkan secara digital di Google Books. saya beli dengan harga terjangkau dan pelan-pelan saya kunyah demi pencerahan. Seperti bunyi judulnya, Seneca's Letters from a Stoic berisi anjuran dan wejangan tentang filsafat Stoik. Jika teman-teman Kompasianer pernah membaca buku karya Henry Manampiring berjudul Filosofi Teras, nah buku di tangan saya ini boleh dibilang salah satu sumber primernya.
Siapa tak ingin hidup dengan tenang tanpa kecemasan sebab cercaan orang? Hidup kita tak mungkin steril dari ujian dan hal-hal tidak menyenangkan, termasuk komentar orang lain yang sangat mungkin menggerogoti diri. Buku karya Lucius Annaeus Seneca ini saangat saya rekomendasikan untuk memulihkan jiwa yang retak atau yang galau dalam kemalangan hidup.
Buku ini tebal tapi tetap asyik dibaca sebab bisa dijelajahi dari mana saja, tak harus urut dari bab-bab awal. Dengan ketebalan nyaris 500 halaman, saya jadi punya banyak kesempatan untuk menelusuri tema-tema yang saya sukai atau tengah saya hadapi terkait hidup saya sendiri.
Dari soal waktu, persahabatan, kesederhanaan, bisnis, kepercayaan diri, karakter, hingga kematian semua tersaji dengan rapi. Banyak sekali topik yang bisa dijelajahi sesuai kebutuhan kita di era masa kini. Kendati surat-surat dalam buku ini ditulis ratusan tahun lalu, isinya toh tetap relevan dengan kekinian. Inilah yang menarik, dengan topik bahasan yang sangat beragam.
2 | The Richest Man in Babylon
Buku kedua yang saya baca di bulan Ramadan adalah  The Richest Man in Babylon. Buku yang juga cukup tua ini pun saya beli lewat Google Books. Selain harganya lebih terjangkau, membacanya pun jadi lebih ringkas tanpa harus membawa tas berat ke mana-mana. Buku ini masih terus dibaca hingga kini dan menjadi salah satu koleksi klasik tentang anjuran keuangan sejak diterbitkan tahun 1926.
Yang menarik dari buku in adalah penyajiannya dalam bentuk parabel, yaitu cerita rekaan dalam menyampaikan rahasia menjadi kaya. Adalah Arkad, sosok yang menjadi tokoh sentral dalam buku--dialah orang superkaya yang hidup di Babylonia. Meskipun dia royal kepada keluarganya, gemar bederma, dan leluasa membelanjakan uangnya, ternyata keuangannya justru terus meningkat setiap tahun.
Mengapa Arkad bisa begitu kaya di seantero Babylonia sementara orang-orang pada masa yang sama harus berjuang sekuat tenaga tanpa hasil yang memuaskan? Dia menawarkan Tujuh Obat Atasi Tongpes alias menghindari keterbatasan uang. Konsep lain yang membuat buku ini memikat dan everlasting adalah "Lima Aturan tentang Emas" tentang cara menarik harta atau melipatgandakan kekayaan.  Â
3 | Hunger
Buku ketiga ini seolah klik dan klop dengan bulan Ramadan. Ya, judulnya langsung membetot perhatian pembaca karena menggunakan kata kelaparan. Buku berjudul Hunger karya Knut Hamsun memang sengaja saya beli karena temanya berkaitan dengan buku yang sedang saya tulis. Saya tertarik meramu buku berisi kisah orang-orang kelaparan yang dipicu oleh sepenggal pengalaman saya pribadi sewaktu di Bogor dulu.
Judul yang sementara terbayang adalah Hikayat Cangkem: Kisah-kisah Kelaparan. Mengapa menggunakan istilah cangkem yang berasal dari bahasa Jawa? Tentu ada alasan, yang insyaallah nanti saya elaborasi pada wal buku tersebut. Menurut hemat saya, kelaparan itu berbahaya sebab bisa menggerakkan orang untuk berbuat hal-hal nekat.