"Memang sekarang jaman edan! Kalau enggak ikut edan, enggak kebagian." Ucapan ini mungkin kerap kita dengar entah sejak kapan.Â
Kalimat itu terdapat dalam Serat Kalatidha yang digubah oleh Raden Ngabehi Ranggawarsita. Meskipun Ronggowarsito telah meninggal 1,5 abad silam, tapi karyanya masih dibahas dan diulas karena relevan dengan kekinian.
Saya beruntung membaca Serat Kalatidha terbitan Sanggar Iqra Hanacaraka Yogyakarta yang mengemas pesan-pesan penting dalam aksara Jawa asli beserta terjemahannya.
Ada 12 bagian atau keping yang dimuat dalam buku mungil ini. Saya akan turunkan tiga bagian pertama sebagai intipan untuk konsumsi pembaca Kompasiana kali ini.
1
Mangkya dalajating praja | kawuryan wus sunyaruri | rurah pangrehing ukara | karana tanpa palupi | atilar sulastuti | sarjana sujana kelu | kalunglun kalatidha | tidhem tandhaning dumadi | ardayeng rat dening | karoban rubeda ||
Alamat buruk keadaan negara saat ini, tampak semakin terpuruk, pemerintahan parah, karena kehilangan teladan, banyak yang meninggalkan etika, kaum cendekiawan tampak dungu terbawa arus Kalatidha (zaman kacau balau). Situasi mencekam, dunia penuh dengan cobaan.
2
Ratune ratu utama | patihe patih linuwih | pra nayaka tyas raharja | pankare becik-becik | parandene tan dadi | paliyasing kalabendu | malah sangkin andadra | rubeda kang ngeribedi | beda-beda ardane wong sanagara ||
Sebenarnya rajanya baik, patihnya juga ulung, anak buahnya baik, tokoh masyarakatnya juga baik. Namun semua itu tidak serta merta mendatangkan kebaikan karena pengaruh zaman Kalabndu. Bahkan kondisi semakin parah, fitnah merajalela, banyak konflik kepentingan antarsesama.