Malam Lailatul Qadar pada bulan Ramadan adalah momen istimewa yang orang mukmin incar. Puasa menjadi makin sempurna jika malam seribu bulan ini kita dapatkan.
Dijuluki "Malam Seribu Bulan" karena kebaikan yang kita kerjakan pada satu malam ini memiliki nilai yang setara dengan kebaikan yang dilakukan selama seribu bulan atau 83 tahun.
83 tahun penuh kebaikan
Bukankah suatu anugerah luar biasa jika umat Nabi Muhammad Saw yang umur maksimal rata-rata 60 tahun tetapi diganjar pahala kebaikan senilai 83 tahun? Betapa unggul nilainya sebab seribu bulan itu sepenuhnya berupa kebaikan, tanpa dikurangi aktivitas lainnya.
Kalaupun ada umat Rasulullah yang diberi umur panjang hingga 83 atau bahkan 100 tahun, adakah jaminan ia bisa berbuat baik selama seribu bulan secara penuh?
Padahal keturunan Adam pasti punya dosa dan kesalahan, dimulai dari masa balig sekitar usia 15 tahun. Belum lagi jika perilaku sesat atau zalim berlanjut hingga bertahun-tahun, maka nilai kebaikan tak mungkin mencapai 83 tahun.
Tiga dimensi Lailatul Qadar
Masalahnya, momen datangnya Lailatul Qadar sengaja dibuat misterius oleh Allah agar kita berusaha memburu dan meraihnya lewat amalan-amalan yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
Pada sebuah kajian sebelum berbuka, seorang ustaz menyampaikan adanya tiga dimensi Lailatul Qadar yang penting kita ketahui sebagai bekal untuk bisa menjemputnya. Pemahaman ketiga dimensi ini akan mendorong kita melakukan persiapan yang dibutuhkan.
Pertama, dimensi waktu. Nabi hanya memberi bocoran bahwa Lailatul Qadar bisa dijumpai pada 10 malam terakhir bulan Ramadan. Ada ulama yang menyebutkan bahwa malam seribu bulan terjadi pada malam ganjil, misalnya 21, 23, dan seterusnya hingga 29.Â