Ramadan tahun ini jadi Ramadan paling berat bagi keluarga besar kami. Kakak yang tinggal beda kota terlilit utang yang sangat besar akibat ditipu rekan usaha.Â
Besarnya cicilan yang harus dibayar membuat hubungan kami agak rekak sebab kakak jadi enggan mengunjungi ibu selama dua tahun terakhir.Â
Jelas ia takut membebani pikiran ibu yang sudah sepuh. Apalagi pertengahan lalu beliau sempat didiagnosis menderita batu empedu, itu sangat bisa jadi pemicu.Â
Wabah Covid-19 yang datang tak diundang kian membuat jarak terentang. Akhir Maret lalu saya dan adik akhirnya berinisiatif menyambangi rumahnya sebab ia sudah sulit dijangkau lewat WhatsApp atau telepon.Â
Kami khawatir jarak akan semakin membentang jika tak kami lakukan langkah-langkah sengaja untuk mebangun kedekatan dan kebersamaan.Â
Syukurlah pertemuan itu membuahkan resolusi yang produktif dengan keputusan membekukan aset yang tersisa dan melimpahkan beban utang kepada pihak yang bisa dimintai tolong seperti saudara iparnya.Â
Kendati Ramadan berjalan tanpa ada pertemuan, saya ingin lebaran ia tetap semangat. Untuk itulah saya tulis surat pendek ini.
Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh. Â
Kagem Mas Edi,
Semua yang terjadi biarlah terjadi, tentunya sudah menjadi garis takdir dari Allah SWT. Yang berlalu biarlah jadi masa lalu, tugas kita bukan untuk meratapinya tetapi membangun optimisme untuk melalui tantangan baru ini. Maafkan adikmu yang tak bisa banyak membantu, apalagi melihat nominal utang yang begitu besar, tapi izinkanlah aku meyakinkan bahwa aku dan adik tetap menghormatimu sebagai ganti ayah.