Mohon tunggu...
Isnain Bustaram
Isnain Bustaram Mohon Tunggu... -

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Madura

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Tantangan Menumbuhkembangkan Wirausaha

27 Februari 2014   20:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:24 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Belajar dari pengalaman, suatu sikap yang bijak, karena kita dapat mengetahui titik lemah untuk maju. Tidak terlalu berlebihan jika dikatakan Negara ini hampir bangkrut pada era orde baru masa kepemimpinan Presiden Soeharto. Saat itu pemerintah mengambil kebijakan fokus pada sekelompok wirausaha besar sebut saja konglomerat, dengan anak perusahaannya. Kala itu pemerintah berharap para wirausaha besar dapat menjawab tantangan ekonomi dunia, namun faktanya justru membebani Negara dan berakhir dengan krisis moneter yang berkepanjangan. UKM yang pada saat itu dianak terikan, justru mampu menjawab tantangan ekonomi dunia dan sekaligus sebagai penyelamat ekonomi negeri ini, tidak goyak dan tidak rapuh dengan krisis moneter kala itu.

Belajar dari pengalaman tersebut, terlihat di era kepemimpinan Presiden Megawai, sangat populer dengan istilah pemberdayaan, salah satunya Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) melalui dana bergulir nonbudgeter yang digulirkan kepada masyarakat pesisir dengan satu harapan  berdirinya lembaga ekonomi yang tangguh di wilayah tersebut dengan nama LEPM3. Hingga kini lembaga ini sudah tidak terdengar lagi, oleh karena itu sangat bijak jika kita bertanya apakah formulasinya yang salah atau implimentornya yang salah atau sasarannya yang salah?

Pemerintahan Presiden SBY menyempurnakan dan mengembangkan dari apa yang telah dialami sebelumnya, sehingga guliran dana yang sebelumnya berupa uang tunai, diganti dengan berbagai kebutuhan pisik dengan mempertahankan sistim kelompok. Upaya untuk menumbuh kembangkan wirausaha terus digalahkan, berbagai pelatihan gencar dilakukan, kemudahan untuk mendapatkan modal kerja ditingkatkan, pengembangan pasar diperluas, namun upaya yang dilakukan belum menyentuh akar masalah bagi para wirausaha, khusunya bagi yang baru mulai dan baru tumbuh.

Dari orde baru hingga era reformasi kebijakan pemerintah menumbuh kembangkan wirausaha selalu dilakukan, walaupun warnanya tidak sama. Semagat pemerintah dari pusat sampai ke daerah dalam upaya menumbuh kembangkan wirusaha, masih sangat jauh dari harapan. Faktanya para generasi muda yang berpendidikan SLTA hingga Sarjana, banyak yang iklas menjadi tenaga sukarelawan (sukwan) walaupun tanpa diimbangi kompensasi yang memadahi, dengan harapan para sukarelawan tersebut dapat diangkat menjadi pegawai negeri. Seharusnya anggapan “pekerjaan hanya ada di instansi pemerintah (sebagai pengawai negeri)” sudah waktunya untuk dibuang jauh jauh. Kita harus mampu memerangi penyakit mental yang menggrogoti kehidupan kita yaitu “malas”. Memang kita sering melihat upaya pemerintah untuk menumbuh kembangkan wirausaha, terutama melalui berbagai pelatihan, namun pelatihan yang diberikan selama ini belum menyentuh akar masalah, baik bagi yang mau mulai berwirausaha, maupun bagi wirauaha yang baru tumbuh. Penyebabnya metode yang diberikan tidak dilengkapi dengan praktek, akibatnya calon wirausaha baru tidak berhasil menjadi wirausaha / masih tetap calon, dan wirausaha yang ada nasih tetap jalan ditempat.

Tentu kita sekapat, bahwa tuntutan kemandirian bagi para wirausaha di era reformasi para wirausaha harus mampu memperoleh laba melalui assets turnoveryang cepat, dan profit marjinyangefisiensi atau keduanya,apalagi para wirausaha yang bergerak pada usaha mikro, dan home industri. Jangan sampai para wirausaha mengedepankan angan-angan tanpa diimbangi pengetahuan dan ilmu, khususnya dasar-dasar dalam mengelola usaha mikro dan home industri. Jika hal ini terjadi, para wirausaha yang bergerak pada home industri dan mikro hanya menjadi pembuka konsep. Selanjutnya akan digilas habis oleh para wirausaha yang bermodal dan mampu menciptakan efisiensi, maka usaha mereka akan berakhir dengan gulung tikar.

Tantangan utama bagi Pemerintah adalah merubah mindset segenap unsur pemerintahan, dan mengelompokkan berbagai kreteria wirausaha, mulai dari yang mau berdiri (wirausaha baru) , yang baru berjalan, yang sedang tumbuh, yang sudah mencapai optimal, yang mulai menurun serta yang mau pailit. Tentu masing-masing para wirausaha memiliki kebutuhan dan masalah yang tidak sama, oleh karena itu Pemerintah sebagai dinamisator dan stabilisator ekonomi berkewajiban mengfasilitasi, mulai dari tenaga ahli (konsultasn), informasi pasar dan bahan baku,informasi modal dan lain sebagainya.

Sudah selayaknya Pemerintah mampu mengidentifikasi berbagai persoalan wirausaha, khususnya calon wirasuaha, serta wirausaha yang bergerak pada home industri dan mikro. Biasanya mereka selalu mengatakan modal sebagai masalah utama. Sedangkan dirinya tidak mampu menganalisa dari mana pencapaian laba diperoleh. Bahkan pengelolaan usaha masih bercampur baur dengan pengelolaan ekonomi rumah tangga, sehingga tidak ada data keuangan yang akurat sebagi dasar untuk mengambil keputusan. Belum lagi faktor persaingan, para wirausaha yang bergerak dibidang home industri dan mikro tidak berfikir hal tersebut, terutama ancaman yang datang dari para wirausaha yang sudah berkembang dan para wirausaha yang mau ekspansi, dengan pengelolaan yang sudah profesional. Kondisi seperti inilah Pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan. Mari kita mengambil contoh ‘Mashuri” yang beralamatkan di Dusun Akkor Desa Akkor, Kabupaten Pamekasan, hanya berpendidikan Sekolah Dasar (SD), mampu menciptakan bahan bakar minyak (BBM) sejenis Premium dengan bahan baku sampah plastis tipis bekas bungkus kue. Dari pengakuannya Mashuri 9 kali mencoba dan 9 kali gagal, baru percobaan yang ke 10 kalinya Mashuri berhasil dan menjual produknya dengan harga Rp 5.500 per liter.  Terhadap contoh tersebut Pemerintah khususnya Pemerintah Daerah perlu memberi perlindungan (apapun bentuknya) jangan sampai Mashuri tergilas habis oleh pihah lain melalui pengakuan penelitiannya, atau oleh para pemodal yang mampu mengadopsi dengan peralatan yang lebih berkwalitas

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun