Mohon tunggu...
Isna Fauziah
Isna Fauziah Mohon Tunggu... -

Seorang gadis introvert yang haus akan ilmu. Pecinta buku, hujan, dan ketenangan. ISFP-ISFJ

Selanjutnya

Tutup

Money

Ubi Kayu untuk Masa Depan

2 Juni 2017   22:22 Diperbarui: 2 Juni 2017   22:34 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan merupakan agenda global menggantikan Millennium Development Goals (MDGs), yang sudah mengubah wajah dunia dalam 15 tahun terakhir. Terdapat 17 tujuan dengan 169 target yang terukur dengan tenggat waktu yang ditentukan, yakni sampai tahun 2030 yang disepakati oleh berbagai negara dalam forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Tujuan SDGs mencakup skala universal, dengan kerangka kerja yang utuh dalam membantu negara-negara di dunia menuju pembangunan berkelanjutan, melalui tiga pendekatan, yakni pembangunan ekonomi, keterbukaan dalam tatanan sosial, serta keberlangsungan lingkungan hidup.

Salah satu tujuan SDGs adalah Konsumsi dan Produksi yang Bertanggungjawab (Sustainable Consumption and Production/SCP) yang merupakan tujuan poin ke-12. Sebagaimana yang dikatakan oleh Dr. Henry Bastaman, MES, tentunya SCP harus didorong berdasarkan penerapan manajemen dan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan, efisien sehingga dapat mengurangi biaya untuk produksi dan konsumsi. Dengan demikian, pengeluaran dalam ekonomi akan lebih hemat serta kapasitas industri produk dan jasa ramah lingkungan akan tumbuh di Indonesia. Program tersebut antara lain: Ecolabel, Indonesian Legal Wood, Sustainable Public Procurement, Energy Star, Green Sustainable Construction, PROPER, CSR, 3R (Reduce, Re-use, Recycle), dan gaya hidup hijau.

Salah satu upaya untuk program konsumsi dan produksi yang bertanggungjawab (sustainable consumption and production/SCP) yaitu dengan dibudidayakannya tanaman ubi kayu atau yang sering disebut dengan singkong dan ketela pohon.

Singkong Merupakan umbi atau akar pohon yang panjang dengan fisik rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm, tergantung dari jenis singkong yang ditanam. Daging umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong karena mengandung asam amino. Singkong tak kenal musim dan harganya cenderung stabil. Di saat-saat bangsa sedang dilanda krisis ekonomi yang berimbas pada fluktuasi harga barang dan sembako, dan berujung pada rendahnya daya beli masyarakat, maka singkong pun bisa menjadi pilihan yang tepat untuk bertahan karena memang harganya yang murah meriah dan bisa didapatkan di mana saja.

Semua masyarakat Indonesia tentu bisa perlahan-lahan beradaptasi dengan singkong. Terbukti sudah banyaknya masyarakat yang masih melestarikan kearifan lokal di desanya dengan mengkonsumsi singkong sebagai makanan pokoknya. Seperti di Kampung Adat Cireundeu di Cimahi Jawa Barat.

Batang singkong dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif penghasil bioethanol karena kandungan selulosanya yang cukup tinggi. Bioethanol berasal dari kata bio yang artinya nabati atau tumbuhan, dan ethanol lebih dikenal sebagai Etil Alkohol berupa bahan kimia yang diproduksi dari bahan baku tanaman yang mengandung karbohidrat (pati), tanaman atau buah yang mengandung gula, bahkan bahan berserat (selulosa) seperti sampah organik dan jerami padi pun saat ini telah menjadi salah satu alternatif penghasil ethanol. Bahan baku tersebut merupakan tanaman pangan yang biasa ditanam rakyat hampir di seluruh wilayah Indonesia,sehingga jenis tanaman tersebut merupakan tanaman yang potensial untuk dipertimbangkan sebagai sumber bahan baku pembuatan bioethanol.

Namun dari semua jenis tanaman tersebut, ubi kayu merupakan tanaman yang setiap hektarnya paling tinggi dapat memproduksi bioethanol. Selain itu pertimbangan pemakaian ubi kayu sebagai bahan baku proses produksi bioethanol juga didasarkan pada pertimbangan ekonomi. Pertimbangan ke-ekonomian pengadaan bahan baku tersebut bukan saja meliputi harga produksi tanaman sebagai bahan baku, tetapi juga meliputi biaya pengelolaan tanaman, biaya produksi pengadaan bahan baku, dan biaya bahan baku untuk memproduksi setiap liter ethanol.

Secara umum ethanol biasa digunakan sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran untuk miras, bahan dasar industri farmasi, kosmetika dan kini sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan bermotor. Mengingat pemanfaatan ethanol beraneka ragam, sehingga grade ethanol yang dimanfaatkan harus berbeda sesuai dengan penggunaannya. Untuk ethanol yang mempunyai grade 90-95% biasa digunakan pada industri, sedangkan ethanol/bioethanol yang mempunyai grade 95-99% atau disebut alkohol teknis dipergunakan sebagai campuran untuk miras dan bahan dasar industri farmasi. Sedangkan grade ethanol/bioethanol yang dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan bermotor harus betul-betul kering dan anhydrous supaya tidak menimbulkan korosif, sehingga ethanol/bio-ethanol harus mempunyai grade tinggi antara 99,6-99,8 % (Full Grade Ethanol = FGE). Perbedaan besarnya grade akan berpengaruh terhadap proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air.

Selain dapat dimanfaatkan batangnya untuk bioethanol dan kebutuhan lainnya, singkong juga bisa dimanfaatkan akar, kulit dan daunnya. Intinya semua tubuh singkong dapat dimanfaatkan menjadi berbagai macam masakan maupun kebutuhan lain. Sehingga tidak menghasilkan sampah-sampah yang tidak perlu. Bioethanol pun akan menjadi bahan bakar masa depan apabila pengelolaan dan penelitiannya bisa dilanjutkan secara maksimal. Pemeritah seharusnya dapat memfasilitasi untuk membuat bahan bakar dari singkong ini agar tercapainya tujuan SDGs 12 di masa mendatang.

Dengan terwujudnya tujuan SDGs 12, kita juga berperan dalam meningkatkan pendapatan bagi para petani singkong, menciptakan lapangan pekerjaan bagi pengolah makanan tersebut, menciptakan lapangan pekerjaan untuk pabrik FGE (Fuel Grade Ethanol) dan mengurangi kecenderungan pemanasan global dan polusi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun