Mohon tunggu...
Isnaeni Setyaningsih
Isnaeni Setyaningsih Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Terimakasih, Ayah, Ibu...

7 Januari 2015   23:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:36 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika sebuah tayangan TV menyiarkan tentang perjuangan seorang ayah untuk anak perempuannya, mata selalu berkaca bahkan hingga meneteskan air mata. Saya memang seorang anak perempuan yang teramat dekat sedari kecil dengan ayah. Untuk saya yang lebih dekat dengan ayahnya, lebih sensitif ketika ada cerita tentang ayah daripada tentang ibu.

Bukan, bukan berarti saya tidak menyayangi ibu. Saya adalah perempuan, bagaimana mungkin saya tidak menyayangi seorang wanita yang mempertaruhkan nyawanya untuk membuat saya hadir di dunia? Yang benar saja.

Jika ada lagu yang bisa melukiskan kasih seorang anak kepada ayahnya, menurut saya itu adalah milik Ada Band yang dinyanyikan bersama Gita Gutawa. Ya, benar, judulnya Yang Terbaik Bagimu.

Bagi saya, lagu itu sangat melukiskan kasih anak kepada ayahnya. Jika saya menyanyikan lagu, pasti menangis. Cengeng, ya? Hihi.

Teringat masa kecilku, kau peluk dan kau manja

Indahnya saat itu, buatku melambung

Di sisimu terngiang, hangat nafas segar harum tubuhmu

Kau tuturkan segala mimpi-mimpi serta harapanmu

Masa kecil saya penuh dengan kebahagiaan. Rasanya saat itu dalam hidup saya hanya ada tawa dan canda. Tangis yang ada pun hanya karena pertengkaran kecil dengan teman atau karena luka akibat terjatuh dari sepeda.

Masa kecil bagi saya sangat berarti, karena saat saya masih menyandang status anak-anak, ayah saya adalah sosok pertama yang selalu saya sandingkan dengan masa kanak-kanak saya.

Banyak kenangan masa kecil bersama ayah yang selalu terbayang dalam ingatan. Saat itu, ketika usia saya masih di bawah 6 tahun, saya deman selama beberapa hari. Selama saya sakit itu, saya selalu ingin digendong ayah saya. Saya ingat, ketika itu saya mengenakan jaket parasut cokelat dalam gendongan ayah saya dan beliau dengan ikhlas menggendong saya berjam-jam tiap harinya karena saya tidak mau duduk, hanya ingin digendong beliau.

Bahkan ketika menuliskan ini saya menangis.

Saya teringat oleh semua ulah dan kenakalan saya semasa kecil, segala permintaan saya yang merepotkan ayah saya. Pernah suatu kali saya sedang—maaf—buang air besar. Ketika itu saya masih balita dan belum bisa cebok sendiri. Saya pun memanggil ayah saya yang kala itu sedang makan. Ketika yang datang adalah ibu saya, saya meraung menolak beliau, saya hanya ingin ayah saya. Ayah saya pun datang dan melakukan keinginan saya, beliau meninggalkan makanannya dan membersihkan saya, anak perempuannya.

Teramat banyak kenangan saya bersama ayah. Teramat banyak yang ingin saya katakan pada ayah dan ibu saya. Saya ingin beliau berdua selalu sehat dan bisa menunggu saya dewasa. Menunggu saya memberikan kepada keduanya cucu dan kebahagiaan yang belum bisa saya berikan sekarang.

Sekarang ini saya sudah besar sementara ayah dan ibu saya semakin kecil. Beliau berdua semakin bertambah usia dan saya takut—teramat sangat takut—jika keduanya pergi meninggalkan saya. Selalu doa untuk kesehatan dan panjangnya usia ayah dan ibu yang saya minta pada Tuhan di tiap doa saya. Bagi keduanya yang sudah berkorban sedemikian besar untuk anak-anaknya, bertahan sedemikian kuat untuk kami, bekerja sedemikian keras dan tidak kenal lelah untuk mencukupi kebutuhan pendidikan dan kehidupan kami.

Sering saya bertanya-tanya, apa yang bisa saya saya lakukan lagi untuk menyenangkan beliau berdua?

Ketika SMK, setidaknya saya pernah membuat bangga kedua orang tua saya dengan nilai ujian nasional saya. Saya yang ketika itu cemas menunggu hasil ujian bersama teman-teman hanya bisa menunggu dari luar kelas sementara orang tua kami menerima hasil ujian kami. Ketika ibu saya keluar, beliau hanya memberikan surat pemberitahuan itu dan ketika saya membukanya saya terkejut sendiri.

Saya bisa mendapatkan nilai 36 koma sekian! Saya yang ketika SD tidak suka matematika dan bahasa Inggris bisa mendapatkan nilai 9.4 dan 9.6. Juga nilai 9 koma sekian untuk Ujian Kejuruan dan 8 koma sekian untuk bahasa Indonesia. Ibu saya hampir menangis dan menggucapkan selamat kepada saya. Itu adalah kali pertama ibu saya mengucapkan selamat ketika saya kelulusan dan rasanya sangat membahagiakan. Setidaknya, anak perempuannya bisa mendapat nilai yang lumayan bagus dan tidak memalukan beliau berdua.

Ayah saya pernah berkata pada saya untuk mendapatkan gelar Cum Laude ketika saya wisuda sarjana nanti. Saya merasakan beban di pundak saya bertambah. Keinginan ayah saya adalah apa yang saya ingin wujudkan meski masih sekitar 2 tahun lagi.

Saya ingin mengatakan bahwa saya mencintai ayah dan ibu saya. Saya ingin mengatakan bahwa ketika melihat senyum di bibir keduanya adalah kebahagiaan tersendiri bagi saya. Saya ingin mengatakan bahwa saya amat sangat bersyukur dilahirkan dan dirawat oleh orang tua yang teramat hebat. Saya ingin mengatakan bahwa saya akan membahagiakan keduanya selalu, selama saya masih bisa.

Terimakasih Tuhan untuk Malaikat yang Kau kirimkan padaku. Malaikat Penjaga yang teramat baik. Berikanlah pada keduanya usia yang panjang agar saya bisa membahagiakan mereka selalu, agar saya bisa sedikit membalas apa yang sudah mereka lakukan pada saya selama ini, agar saya bisa membuat mereka merasakan kasih sayang saya selama mungkin. Berikan pada keduanya kesehatan selalu. Berikan pada keduanya waktu yang panjang agar beliau berdua bisa berdiri disamping saya ketika saya dan pasangan saya berdiri di pelaminan, agar saya bisa bersimpuh pada keduanya ketika saya meminta restu keduanya dalam pernikahan saya, agar anak-anak saya bisa bermain dengan kakek dan neneknya.

Terimakasih, Ayah, Ibu, kalian berdua adalah sosok yang tidak akan pernah terganti kehadirannya dalam hidup saya.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun