Akhir-akhir ini Saya sering beriringan dengan truk pengangkut sampah yang menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA) ketika berangkat kerja. Sampah yang diangkut oleh truk ini berupa sayuran sisa yang kelihatannya cukup banyak yang dihasilkan dari pasar dan itu membuat saya berpikir kenapa truk ini harus banyak mengangkut sampah organik ke TPA ?.
Saya pernah mendengar perkataan dosen saya yang mengatakan bahwa sebaiknya sampah dari Jakarta/Kota bisa dibawa ke daerah pegunungan untuk dijadikan pupuk organik pada lahan-lahan pertanian. Tentunya sampah organik ini bisa menjadi harta karun yang berharga dari pada memenuhi truk sampah ke TPA dengan volume yang besar. Alangkah sayangnya harta karun itu lewat begitu saja dan malah memenuhi truk, sebaiknya truk itu tentu lebih baik mengangkut sampah yang lainnya (anorganik).
Saya katakan bahwa sampah itu harta karun karena Saya teringat waktu kuliah kakak tingkat mengharuskan kami menyebut pupuk kandang sebagai harta karun. Dan sekarang Saya melihat bahwa pupuk kandang sebagai barang yang bermanfaat untuk pertanian. Dan pikiran saya meluas bukan saja pupuk kandang, tapi bahan pupuk yang lainnya yang termasuk pupuk organik.
Sebelumnya Saya pernah mengalami diomeli tetangga karena Saya bukan punya kawasan yang berhak untuk buang sampah di tempat tersebut. Dan akhirnya Saya mendapatkan solusi dengan menyuruh Pak Atang untuk membuang sampah dengan memberikan uang sepuluh ribu rupiah. Selain itu Saya memilah sampah organik dan anorganik, sehingga berat sampah agak berkurang dan tidak bau. Hanya saja karena Saya masih punya anak yang memakai popok, maka Saya kesulitan membuang popok. Dengan menyuruh Pak Atang, sebagian masalah teratasi.
Sebelumnya, saya menumpuk sampah organik di atas tanah.Namun karena tidak enak dengan tetangga yang selalu bersih halamannya, maka Saya menguburnya. Saya hanya menggunakan sendok tembok dan ember bekas untuk menampung sampah organik sementara. Ide ini Saya sambungkan dengan tren biopori. Dan Saya perhatikan tanah di halaman belakang kelihatan gembur dan menumbuhkan banyak tanaman yang berasal dari biji-bijian sampah dapur yang Saya buang.Â
Makanya tumbuhlah tanaman tomat, pepaya, leunca dan ada pohon jeruk yang selalu berbuah di halaman tersebut. Berbagai tanaman tumbuh dengan subur dan kadang kala Saya buang tanaman tersebut karena terlalu banyak. Saya sering perhatikan bagaimana permukaan tanah tersebut ketika hujan ternyata tidak tampak genangan air. Mungkin karena banyak ruang di bawahnya yang bisa menampung air yang dibuat oleh serangga tanah yang hidup di bawahnya, atau juga hewan lainnya seperti cacing yang membuat lobang-lobang di bawah tanah.
Saya juga kadang heran dengan tanah yang ada genangan airnya, kenapa tidak bisa menyerap tanah. Seringkali saya lihat di jalanan terdapat kubangan yang tanahnya tidak bisa menyerap air. Atau juga Saya pernah menonton you tube tentang tanah padang pasir yang tidak bisa menyerap air dan menanam tanaman pun akan mati pula.
Keheranan Saya juga karena ada peternakan yang menghasilkan kotoran ternak dan hanya menjadi sumber lalat dan bau. Padahal sebagaimana yang Saya tulis, kotoran ternak itu adalah harta karun. Bagaimana kotoran ternak itu bisa menjadikan tanah yang gersang menjadi kecoklatan dan penuh unsur hara. Tanah yang harum dan memberikan cuan yang banyak bagi pengelolanya.
Sebagaimana yang Saya tonton di you tube, Amerika serikat merupakan penghasil sampah terbanyak, namun perusahaan swastanya bisa mendapatkan cuan yang melimpah dari pengangkutan sampah dan tambang logam dari sampah logam yang mereka kumpulkan. Mereka juga bisa mendapatkan cuan dari gas metana yang dihasilkan dari kuburan sampah untuk menjadi listrik.
Sementara ini Kita masih melihat potensi sampah ini lewat begitu saja. Saya pun sekarang masih membiarkan anak Pak Atang mengambil sampah anorganik dari rumah Saya dan Saya memberikan uang sepuluh ribu karena Pak Atang sudah meninggal dunia. Dan dari sampah organik ini, Saya mendapatkan manfaat yaitu panen leunca, jeruk, bawang daun atau lainnya. Bahkan saudara yang datang berkunjung akan ke belakang rumah untuk memastikan ada tomat atau jeruk yang bisa dipinta. Tapi Saya senang bisa berbagi dengan saudara walaupun hanya sedikit hasil tanaman pekarangan rumah.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H