Hidupku sungguh sederhana. Pakaian ku sederhana, pakaian yang ada saja yang ku pakai. Makananku juga sederhana, cukup ada nasi dan gorengan dari warung tetangga cukup membuat perutku kenyang. Gayaku juga sederhana, tidak neko-neko dan tidak  membuat orang lain terpukau.
Kesederhanaan ini ternyata tidak membuat hidupku sederhana. Aku harus menyesuaikan pakaian, makanan dan gayaku dengan kondisi sekitar. Kesederhanaanku malah bikin bingung orang di sekelilingku, keluarga, teman dan orang yang Aku kenal. Mereka merasa tidak bisa bergaul denganku karena kesederhanaanku berbeda dengan apa yang mereka inginkan.
Maksudku bukan ingin mereka seperti aku, tetapi aku tidak bisa bohong bisa seperti Mereka. Berpakaian seperti Mereka tidak bisa membuatku nyaman, karena Aku sangat sederhana. Aku tidak nyaman berpakaian yang terlalu rapih dan kelihatan berwibawa, karena Aku sangat sederhana. Kesederhanaan ini membuatku tidak nyaman dengan apa yang Aku kenakan, tidak percaya diri dan tidak mau terlalu memukau orang lain.
Makanan yang Aku makan pun sederhana, asal perut kenyang dan cukup untuk memenuhi rasa laparku. Tak banyak jenis makanan yang tidak aku suka, sehingga Isteriku kebingungan dengan makanan yang Aku suka. Tidak ada request makanan yang Aku pinta, Aku suka semua masakan yang dimasak isteriku. Dan bagi Isteriku, kondisi ini sungguh tidak sederhana.
Aku dan Isteriku adalah pasangan sederhana, mungkin itulah jodohku. Ketika menikah, Kami mengadakannya dengan sederhana, namun keluarga membuat acara yang lebih untuk merayakan kesederhanaan Kami. Mereka merasa acara yang sederhana tidak sederhana, karena biasanya menikahkan anak atau keluarga biasa dengan mengundang banyak anggota keluarga dan antar keluarga.Â
Kami pasangan sederhana menerima apa pun dengan sederhana, yang penting Kami dapat bersatu dalam satu keluarga. Setelah menikah, Kami pun sederhana dalam hidup dan membiayai hidup Kami. Isteriku menabung alat-alat rumah tangga untuk bersiap hidup terpisah dari keluarga orang tua. Semula aku tidak mengerti, kenapa membeli alat-alat rumah tangga dan menabung alat-alat tersebut di bawah ranjang.Â
Jawabannya memang tidak selamanya sederhana menjadi jawaban. Ketika Kami hidup berbeda tempat tinggal dengan orang tua/mertua, alat-alat rumah tangga ini telah siap dan barulah terasa manfaatnya. Kompor, baskom, ketel dan lain sebagainya sangat dibutuhkan untuk keperluan sehari-hari. Ada barang-barang yang memang diperlukan di masa yang akan datang dan besar sekali manfaatnya.
Aku memang sederhana karena Aku tidak membeli sepeda motor saat baru diangkat jadi PNS. Aku tidak memerlukan motor karena aku tinggal di kosan dekat sekolah. Untuk ke tempat tugas, Istriku belum mengijinkan menggunakan motor karena jaraknya terlalu jauh dan Aku belum pandai mengendarai motor. Biarlah Aku berbagi rezeki dengan sopir elf dan sopir angkutan umum.Â
Karena tidak punya motor, orang sekitar sering menggoda anakku karena Aku sebagai PNS tidak membeli motor sedangkan mereka yang bukan PNS bisa membeli motor. Padahal Aku beralasan belum membutuhkannya secara mendesak dan mungkin suatu saat bila sudah membutuhkan akan membelinya. Dalam kondisi ini sederhana tidak lagi sederhana karena harus tahan mendengar omongan orang.
Kesederhanaan membuatku mempertahankan hpku seadanya dan tidak membeli hp yang mahal. Hand phone hanya untuk keperluan berkomunikasi atau sekedar bermedsos untuk sedikit hiburan. Kenyataannya ketika Aku harus bersosialisasi dalam bekerja, aku harus menggunakan hp android agar bisa whatsapp-an dan mengetahui apa saja yang harus dikerjakan. Sederhana tidak lagi sederhana, karena Aku akan ketinggalan berita waktu rapat dan sebagainya. Akhirnya Aku mau tidak mau harus membeli hp android agar bisa wa-an dan menyesuaikan diri.
Kesederhanaan ternyata tidak menjadi sederhana ketika berhubungan dengan orang lain dan zaman yang berubah. Kesederhanaan menjadi tidak sederhana dan akhirnya meninggalkan kesederhanaan itu.