Mohon tunggu...
Delia Isnasari
Delia Isnasari Mohon Tunggu... -

Saya seorang Mahasiswi jurusan Bimbingan dan Konseling di Universitas Negeri Jakarta yang mempunyai semangat tinggi untuk selalu menumpahkan ide maupun gagasan yang ada didalam pikiran saya kedalam bentuk tulisan yang dipublikasikan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru Bimbingan dan Konseling dalam Kurikulum 2013

15 Agustus 2014   02:12 Diperbarui: 4 April 2017   18:25 5900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ketika saya membaca artikel-artikel pendidikan tentang peranan Guru BK dalam kurikulum 2013, terdapat beberapa permasalahan yang ada. Salah satunya adalah sebutan Bimbingan Konseling diubah menjadi Bimbingan Penyuluhan. Yang saya ketahui, Bimbingan Penyuluhan adalah istilah pada era pembentukan profesi konselor di Indonesia. Ketika hal itu semakin berkembang, maka istilahnya diubah menjadi Bimbingan Konseling. Lalu, mengapa sekarang istilah lama yang diterapkan kedalam Kurikulum 2013 ini?

Jika kondisi demikian tidak dirubah maka akan berakibat sangat fatal, akan banyak perubahan yang menyertainya meliputi perubahan organisasi bimbingan konseling, perubahan mata kuliah, perubahan sistem administrasi guru BK, sistem struktural manejemen BK, dan lain-lain. Yang sangat di sayangkan perubahan tersebut adalah perubahan yang mengarah kepada kemunduran.

Selain itu, saya mengutip pernyataan dari seorang Guru Besar BK, “Peran guru BK dalam implemetasi kurikulum 2013 akan semakin penting, pasalnya di tingkat SMA sederajat penjurusan ditiadakan, diganti dengan kelompok peminatan,” tegas guru besar bimbingan dan konseling Prof Mungin Eddy Wibowo, ketika menjadi pembicara pada seminar nasional bimbingan dan konseling di hotel Grasia Semarang, Sabtu (4/5).

Menurut Dia, dengan diberlakukannya kelompok peminatan, maka guru BK memiliki tugas untuk memberikan pendampingan secara intensif kepada siswa. Diharapkan, siswa dapat memilih sesuai dengan kemampuan, bakat, serta minatnya. “Dengan adanya program kelompok peminatan, maka peran dan tugas guru BK semakin besar. Karena sejak awal masuk, siswa harus diarahkan sesuai dengan bakat, minat, dan kecenderungan pilihannya,” ujar Prof Mungin.

Memang, pada dasarnya hal tersebut merupukan salah satu tugas dari seorang Guru BK, tetapi apakah perlu dengan mengganti dengan nama yang lama? Alangkah indahnya jika dalam kurikulum 2013 ini sebutan yang di rubah adalah Konselor Sekolah untuk menuju pada era tinggal landas, bukan malah menggunakan istilah lama Guru Bimbingan dan Penyuluhan.

Keberadaan konselor sebagai salah satu bagian dari pendidikan di sekolah sebenarnya telah ditegaskan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam UU sisdiknas tersebut disampaikan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya dan menegaskan bahwa konselor adalah pendidik.

Rencana penerapan kurikulum baru 2013 ini sontak menimbulkan pro dan kontra, terutama dikalangan para pakar dan praktisi pendidikan karena beberapa kebijakan-kebijakan baru. Salah satu dari kebijakan tersebut adalah tidak disinggungnya pelayanan bimbingan dan konseling. Secara tersurat memang layanan Bimbingan dan Konseling tidak ada lagi dalam kurikulum baru tersebut. Tapi salah satu dasar adanya pengembangan kurikulum baru ini yang penulis lihat pada draft uji publik adalah makin marakanya fenomena negatif yang mengemuka di kalangan para pelajar seperti perkelahian antar pelajar, narkoba, korupsi, kecurangan dalam ujian. Pengembangan kurikulum 2013 yang juga berorientasi pada persiapan kompetensi masa depan siswa yang salah satunya agar memiliki kesiapan untuk berkarir di dunia kerja. Nyatanya semua itu adalah tugas yang dibebankan kepada konselor sekolah. Hal ini tertuang dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang menyebutkan bahwa pelayanan konseling meliputi pemberian kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kemampuan, bakat dan minat. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.

Dalam Permendiknas tersebut jelas sekali disebutkan bahwa layanan konseling kepada siswa di sekolah berorientasi pada pengembangan pribadi, sosial, belajar, dan karir. Yang tentu saja berkaitan dengan fenomena negatif yang belakangan muncul ditengah-tengah siswa.

Salah satu masalah yang mendasar pada pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah adalah penggunaan tenaga konselor yang ada di sekolah itu sendiri. Saat ini BANYAK GURU BK yang menjadi konselor sekolah, namun TIDAK BERASAL DARI LATAR BELAKANG PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING. Alhasil, implikasinya berimbas pada bagaimana ia memberikan layananya. Namun semakin mengarah pada kemajuan zaman, para calon konselor siap untuk menerapkan ilmu yang telah dipelajarinya dibangku perkuliahan. Dan  mereka berhak untuk menjadi seorang konselor dan pendidik sebagaimana mestinya.

Keberadaan guru BK yang tidak memiliki latar belakang pendidikan bimbingan dan konseling sebenarnya telah disadari oleh pemerintah. Terbukti, melalui Kementrian Pendidikan Nasional, pemerintah menerbitkan Permendiknas No. 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. Pada peraturan tersebut tercantum sejumlah peraturan khusus untuk konselor di sekolah. Permendiknas No. 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor di Pasal 1 Ayat 1 menyatakan bahwa untuk dapat diangkat sebagai konselor, seseorang wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor yang berlaku secara nasional. Kemudian penyelenggara pendidikan yang satuan pendidikannya mempekerjakan konselor wajib menerapkan standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor.

Permasalahan yang kedua, tahun 2013 ini seharusnya menjadi momentum kebangkitan dunia bimbingan dan konseling Indonesia. Namun, hal itu mendapatkan sedikit tantangan lewat rencana pemerintah memberlakukan kurikulum baru yang didalamnya tidak adalagi pelayanan bimbingan dan konseling secara tersurat. Pengembangan kepribadian siswa, dan juga masalah kesiapan untuk terjun kemasyarakat dan dunia kerja yang seharusnya menjadi tugas konselor sekolah rencananya akan dilimpahkan kepada guru mata pelajaran masing-masing. Bagaimana para calon konselor menyikapi hal ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun