Mohon tunggu...
Isnanul Aliyah
Isnanul Aliyah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

UIN Walisongo Semarang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Santriwati dan Fenomena Selfi

18 November 2020   18:20 Diperbarui: 18 November 2020   18:27 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Santri biasanya identik dengan kegiatan mengaji, mengabdi dan manut kiai, namun apa yang terjadi jika santri suka selfi?


Santri dikenal dengan pola hidup yang unik dan sederhana, semangat belajar mengaji yang tinggi, prinsip mengabdi yang dipegang teguh dan mengamalkan petuah dari apa yang telah disampaikan kiai.


Melakukan kebaikan dan menebar kemanfaatan adalah dakwah utama para santri. Di era sekarang ini, menebar kebaikan dan kemanfaatan bisa saja dilakukan melalui media sosial dengan bahasa bijak dan mudah dipahami. Dalam hal ini visualisasi adalah kunci dakwah yang dapat dengan mudah diterima. Namun bagaimana dengan fenomena selfi dari kalangan santriwati.

 Sebagai golongan yang dianggap berilmu, santriwati yang gemar selfi kerap mendapat justifikasi negatif. Pasalnya terkadang para santriwati menyimpang dari pakem, tidak mengumbar aurat dan menjaga perilaku.

Tidak ada yang salah jika mengambil gambar sekedar untuk mengabadikan momen, kemudian menyeleksi foto yang kiranya layak untuk dibagikan ke media sosial. Namun, yang penulis khawatirkan, santriwati biasanya selalu menyempatkan selfi dengan gaya dan ekspresi melampaui batas kemudian membagikannya ke media sosial. Hal ini sering dilakukan saat perayaan atau hari besar seperti peringatan Hari Santri Nasional atau juga haul.

Sudah sepatutnya santri menjadi rujukan bagi orang awam belajar ilmu agama. Sampai hal-hal terkecil seperti selfi, santriwati seharusnya memegang prinsip untuk menghindari hal-hal yang lebih banyak menimbulkan mudarat. Suatu amalan atau perbuatan tidak cukup dilihat dari aspek kebenaran maupun kesalahan. Namun juga harus mempertimbangkan manfaat daripada mudaratnya bagi diri sendiri dan orang lain.

Saat ini, selfi sudah menjadi tren bahkan hobi di berbagai kalangan masyarakat. Tidak ada batasan usia, agama maupun kondisi ekonomi mayarakat. Hampir semua orang melakukan selfi kemudian membagikannya ke media sosial. Swafoto menjadi candu semua orang apalagi di kalangan anak muda. Selain itu juga menjadi ajang seseorang untuk mendapatkan respon dan komen dari teman-teman yang saling terhubung di media sosial.

Terkadang untuk menunjukkan eksistensinya di dunia maya, seseorang lebih sering mengunggah fotonya ke media sosial. Dalam hal ini, sebagai manusia pada umumnya, santriwati bisa tergerus arus tersebut.

Dulu, seseorang berswafoto untuk dicetak kemudian dijadikan hiasan atau pajangan di rumah. Sehingga hanya orang terdekat yang berkunjung ke rumah yang dapat melihat fotonya. Namun seiring berkembangnya teknologi informasi, kini semua orang dapat dengan mudah mengakses media sosial dengan jangkauan jarak tak terbatas.

Kominfo melaporkan selama 4 tahun terakhir Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat  jumlah kekerasan kepada anak terus meningkat. Terakhir di tahun 2014 ada lebih dari lima ribu kasus. 

Kategori kekerasan pada anak, diantaranya kekerasan dalam keluarga, lembaga pendidikan dan cyber crime.
Kasus kekerasan anak dipicu dari media sosial dan internet  sebanyak kurang lebih dari tiga ratus kasus di tahun 2014. Kejahatan ini menjadi kategori kasus yang tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun