Ekonomi dan moralitas jika dilihat secara umum memeng tidak ada kaitannnya, namun jika coba kaitkan dua hal ini bisa saling berhubungan. Dewasa ini banyak orang yang lebih senang mengejar nilai ekonomi tanpa memikirkan akibat yang timbul. Hal yang sering dilakukan dikota-kota besar dengan melakukan bisnis kos-kosan, karena bisnis ini selain menarik untuk dikembangkan juga sangat menguntungkan dan cepat memulihkan modal. Bisnis kos-kosan dikota besar memang sangat menjamur mulai dari yang murah sampai kos-kosan yang mahal. Namun dari yang murah sampai yang mahal itu apakah ada peraturan yang selalu dijalankan ataukah tidak. Sangat disayangkan jika kos-kosan yang di tawarkan mahal namun peraturannya tidak dijalankan.
Jika kita melihat kasus beberapa waktu lalu tentang seorang pekerja seks komersial (PSK) yang meninggal dunia ditangan pelanggannya sendiri, dan terjadi di kamar kosnya. Maka hal apa yang akan muncul dibenak kita tentang kasus tersebut, mungkin kita akan bertanya-tanya apakah kos yang disewa PSK tersebut ada peraturan yang dijalankan ataukah bebas membawa siapa saja termasuk lawan jenis, kok bisa-bisanya kamar kosnya bisa dia jadikan tempat prostitusi, sebarapa lengahnya sang pemilik kos, sampai ada hal sepeti itu di kos-kosan yang dia punya.
Disinilah ekonomi dan moralitas akan ada kaitannya, diera yang serba modern ini tak banyak orang yang lebih memilih moralitas sebagai pedoman dalam bertindak, mereka akan lebih memilih ekonomi sebagai ukuran kebahagiaan, lebih-lebih saat ini harga barang kebutuhan pokok sangat mahal jadi tak heran mereka lebih memilih ekonomi sebagai ukuran kebahagiaan. Mereka seakan-akan mengabikan peraturan yang ada dan akibat yang akan timbul. Mereka baru menyadari disaat kejadiannya mereka alami sendiri. Jika ekonomi sebagi sumber kebahagiaan dan akan membuat orang lupa akan tanggung jawab moralnya. Mereka yang lebih memikirkan kesenangan sesaat dengan mencari uang sebanyak-banyaknya meskupun cara yang mereka lakukan keluar dari norma yang ada dimasyarakat. Akibat yang muncul pun tidak mereka pikirkan, padahal akibat yang muncul pun akan menjadi masalah yang bisa meresahkan serta menghebohkan masyarakat.
Dengan melihat kejadian tersebut jika ingin berbisnis kos-kosan haruslah ada peraturan dan harus dilaksanakan. Misalnya peraturan mengenai jam kunjung, menunjukan tanda idantitas seperti KTP, SIM, dan kartu indentitas lainya, selain itu rumah kos harus ada penjaganya jika tidak satu tempat dengan sang pemiliknya. Dengan melalui aparat pemerintahan setempat seperti RT/RW, jika ada warganya yang ingin berbisnis rumah kos harus ada ijinnya, RT/RW juga harus memberikan persyaratan jika ada salah sorang warganya yang akan mendirikan rumah kos. Syarat yang diberikan pun juga tidak terlalu muluk, hanya memberikan persyaratan mengenai adanya peraturan yang harus dijalankan oleh penghuni rumah kos. Dengan adanya peraturan yang dijalankan setidaknya bisa mengurangi tingkat kejahatan yang ada di kos-kosan. Sehingga perlindungan antara pemilik dan penyewa rumah kos pun akan terjamin. Jadi pemilik rumah kos pun seharusnya tidak hanya memikirkan keuntungan saja namun juga harus memperhatikan penyewa serta para tamunya agar kasus terbunuhnya deudeuh alias tata tidak pernah terulang lagi. Serta tidak ada penyalahgunaan kamar kos dan pemilik kos juga harus tegas dalam menegakan peraturan di rumah kos yang dia punyai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H