Sebelum lantunan azan subuh berkumandang dari Masjid terdekat, aku sudah bangun. Aku membiasakan diri mandi sebelum Shubuh dan menyempatkan diri Shalat sunat fajar dan dilanjutkan Shalat Shubuh sebelum beraktivitas menjadi Ibu Rumah Tangga. Kedamaian hanya kudapatkan, saat aku diselimuti mukena suci, dan bersujud pada Allah diatas sajadah ku.
"RINAAAAAA " Suara keras suami ku mengejutkan ku, aku sedikit berlari kekamar, masih dengan mukena yang tidak sempat aku lepaskan.
"Ada apa Bang? " Tanyaku dengan pelan setibanya aku dikamar.
"Mana seragam kantor ku, aku masuk jam enam hari ini, ada tamu yang datang dari kantor pusat, ke kantor cabang, jadi aku harus cepat datang" Suara suamiku masih dengan volume suara yang tinggi.
Aku mengambil seragam kantornya dari lemari pakaian, meletakkan diatas tempat tidur, dan berlalu dari sisinya tanpa suara. Aku merasa lebih baik diam, daripada bersuara dan membuat dia murka.
"Rina... " Suara suamiku memanggilku lagi, kali ini tanpa jeritan suara yang besar seperti biasanya, aku sedang menyiapkan secangkir kopi untuknya, bergegas ke sumber suara dengan tergepoh gepoh. Secangkir kopi hangat masih berada ditanganku yang hendak kuberikan padanya.
"Iya Bang" Jawabku pelan, suamiku sudah berada di ruang tamu, dia terlihat begitu tampan dan wibawa dengan seragam kerjanya, aku mencintainya dan pasrah menerima semua kedhalimannya padaku.
"Mana kopi untuk abang? " Suara nya melembut, seakan membelai sukmaku, aku terasa nyaman mendengar kelembutan suaranya. Batinku berbisik apakah Allah sudah menjawab seluruh doa-doaku.
"Ini bang, kopinya" Ku berikan secangkir kopi yang aku buatkan penuh kasih kepadanya, dengan harapan dapat membuatnya merasakan, bahwa dia memiliki aku dan semua rasa yang aku punya.
"Sayang... " Suaranya lembut
"Terima kasih untuk secangkir kopi hangat pagi ini, Abang menyayangimu lahir dan bathin, maafkan semua kesalahan Abang ya, jangan pernah berpikir untuk meninggalkan Abang ya" Suaranya lembut di iringi dengan isakan kecil, aku menangkap ada butiran mengkristal di sudut matanya, seorang Roni yang berpendirian keras bisa berlinang airmata juga kataku membatin bercampur rasa penasaran di hatiku.