Mohon tunggu...
ismu widodo
ismu widodo Mohon Tunggu... Petani - Petani kopi untuk melestarikan lingkungan dan memberikan impact kepada ekonomi, social dan budaya.

Di lahirkan di lingkungan pertanian daerah hasil dari transmigrasi di tahun 1977 di Kecamatan Sepaku, Kab Penajam Paser Utara, Propinsi Kalimantan Timur, yang saat ini menjadi satu kecamatan Otorita IKN Nusantara. Saat ini bekerja di perusahaan Digital Telco Company terbesar di Indonesia, yang terus mengembangkan bisnisnya kepada Ekosistem Digital di Indonesia. Dan terus adaptif untuk menekuni spesifikasi skill Digital Business Strategi, Design Thinking, Digital Marketing. Untuk kesempatan berbagi juga berkolaborasi dengan kampus sebagai Dosen Praktisi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Komoditas Utama Petani dan Kopi Liberika di Kecamatan Sepaku, Satu Kecamatan dengan Otorita IKN Nusantara

19 Maret 2023   20:16 Diperbarui: 19 Maret 2023   20:42 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kecamatan Sepaku saat ini yang merupakan satu kecamatan dengan Otorita IKN Nusantara yang di kembangkan adalah yang bisa menghasilkan pendapatan secara langsung dan untuk mendapatkan pendapatan untuk jangka pendek, kenapa harus ada pendapatan jangka pendek karena untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan membiayai kebutuhan pendidikan.  

Pada awal transmigrasi komoditas yang dapat meningkatkan pendapatan ekonomi adalah komoditas lada ada (Piper nigrum L.) atau sahang merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan Provinsi Kalimantan Timur, yang memegang peran strategis dalam perekonomian masyarakat di wilayah ini. 

Walaupun dalam setahun 2 kali panen bagi petani di Sepaku dapat memberikan harapan untuk di kembangkan karena dapat memenuhi kebutuhan jangka panjang dan hasilnya sangat besar bila di bandingkan tidak menanam komoditas lada ini, selain lada petani juga berbagai macam komoditas yang dapat memberikan penghasilan harian seperti pisang, singkong, ubi jalar, talas, jagung, kedelai, kacang tanah seperti umumnya petani hortikultura dan palawija.


Kemakmuran saat harga tembuh seratus lima puluh ribu pada tahun 1998 yang bersamaan dengan krisis moneter di sebabkan karena menurunnya nilai mata uang rupiah saat itu juga tidak terkendali oleh pemerintah.  

Saat itu komoditas lada buat kebutuhan ekspor sehingga menghasilkan pendapatang yang tertinggi, sebagai dampaknya adalah meningkatkan belanja modal dan bisa membeli kendaraan, membuat rumah yang lebih layak, meningkatkan Pendidikan, dampak social adalah mulai pengakuan oleh masarakat kota di Balikpapan dan Samarinda desa yang mulai di pandang karena kemampuan akan kesetaraan antar desa dan kota.  


Selanjutnya dengan harga komoditas yang tidak stabil dan panen setahun 2 kali menjadi kurang di pilih oleh petani, kemudian dengan komoditas sawit yang di motori oleh plasma perusahaan PT. Agro Indomas di sambut dengan sangat baik oleh petani di Kecamatan Sepaku yang hingga saat ini mampu merubah taraf hidup di desa dengan mendapatkan income yang layak dan setiap mingguan bisa panen sawit, dengan masa tanam yang singkat 4 tahun sudah berbuah.  Dengan lahan hasil transmigrasi seluas 2 ha mampu membiaya hidup, menempuh pendidikan keluarga yang cukup.


Komoditas lainya adalah salak, karet, sengon, jengkol, kelapa, pisang, aren, jeruk, durian juga menjadi komoditas yang di kembangkan dan komoditas tersebut mampu menjadi solusi pendapatan bagi masyarakan desa di Kecamatan Sepaku.

Berbeda dengan komoditas Kopi Liberika Sepaku yang setelah kami berikan nama karena mampu tumbuh, mampu bersaing dengan tanaman liar sampai saat ini di Sepaku belum bisa menyelesaikan masalah bagi masyarakat di Sepaku dari sisi pendapatan, dan Kopi Liberika Sepaku tidak menjadi prioritas untuk di kembangkan secara besar-besaran.

Dok Pribadi
Dok Pribadi


Kopi Liberika Sepaku di Otorita IKN Nusantara hanya sebatas untuk kebutuhan konsumsi keluarga dan kebutuhan pribadi ini pun bagi sedikit orang. Bahkan bagi masyarakat mengkonsumsi kopi lebih banyak membeli kopi bubuk di warung untuk hidangan jamuan tamu di rumah, karena di rasakan lebih praktis dan mudah di dapatkan dari pada harus memproses sendiri terlalu banyak effort.


Budidaya kopi memang relative tidak terlalu sulit, hanya perawatan terutama miwil yang harus rutin agar produksi buah bisa lebih maksimal, pengetahuan seperti ini belum banyak di pahami oleh masyarakat desa di Kecamatan Sepaku.  

Nah timbul pertanyaan, mengapa masyarakat desa di Sepaku ogah menanam Kopi Liberika Sepaku yang kalau melihat potensi konsumsi kopi di Indonesia dan bahkan dunia sangat besar bahkan belum cukup untuk di pehuni oleh petani,  Kopi untuk bisa menjadi green bean saja membutuhkan perlakukan yang panjang yang di sebut dengan pasca panen, dari petik buah selanjutnya pengeringan yang makan waktu hinggan 15 hari, pengupasan kulit dan cangkang harus menggunakan mesin adalah terlalu rumit untuk di lakukan.  

Dibutuhkan pengelolaan yang khusus atau manajemen pasca panen untuk menghasilkan green bean. Tidak cukup sampai greem bean untuk bisa di konsumsi harus di lakukan roasting atau sangrai dan selanjutnya di grinder untuk menjadi bubuk kopi.  


Kalau melihat peluang konsumen kopi sangat banyak dan di buktikan dengan terus banyaknya warung, kedai, kafe, restaurant yang meyediakan seduhan kopi dan ini kita temui di pulau Kalimantan.  Nah, pertanyaanya dari mana kopi di dapatkan artinya dari luar pulau Kalimantan yang popular seperti dari Aceh gayo, Sidikalang, Lampung, Malabar Mountain Coffee, Ijen, Temanggung, Toraja dan Papua.


Industri hilir kopi sangat banyak dan budidaya masih sangat sedikit, yang tersebut di atas juga belum di budidaya dengan skala besar atau belum seluas kebun karet, belum seluas perkebunan teh, artinya peluang sangat besar untuk di budidayakan.  artinya masih ada ruang yang sangat besar untuk di budidaya dan bisa sampai komersil baik dalam atau luar negeri.


Pulau Kalimantan tergolong dataran rendah yang menurut referensi kopi minimal tumbuh dengan ketinggian 400 mdpl.  Nah di Kalimantan relative lebih rendah dari 400 mdpl,  tetapi di temukan kopi jenis liberika ini di dataran rendah bahkan di 25 mdpl dapat berbuah dengan sangat baik, bahkan juga di temukan di Muara Badak Pak Slamet Prayoga yang merupakan founder Malabar Mountain Coffee di pengalengan juga berbudidaya kopi liberika di ketinggian 1 mdpl, tepatnya menanam kopi di pantai indah kurma Kecamatan Muara Badak.

Prospek Kopi jenis liberika ini sangat memberikan ruang dan harapan untuk sama-sama untuk menjadi komoditas endemi di Kalimantan yang dapat memerikan dampat terhadap lingkungan, social dan ekonomi bagi Masyarakat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun