Mohon tunggu...
Ismudoko
Ismudoko Mohon Tunggu... Dokter - Dokter

Pengamat tata kelola kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perkembangan Administrasi Publik dan Dampaknya pada Tata Kelola Kesehatan

27 Oktober 2024   06:40 Diperbarui: 27 Oktober 2024   06:46 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum membahas tata kelola kesehatan di Indonesia, ada baiknya kita memahami sejarah perkembangan ilmu administrasi publik, yang telah menjadi dasar bagi banyak praktik pemerintahan modern. Administrasi publik pertama kali muncul sebagai disiplin ilmu pada akhir abad ke-19 di Amerika Serikat. Penggagas awal adalah Woodrow Wilson pada tahun 1887, yang memperkenalkan konsep Dikotomi Politik-Administrasi. Wilson mengusulkan pemisahan yang jelas antara politik dan administrasi yang menekankan bahwa administrasi publik harus fokus pada efisiensi dan disiplin teknis tanpa terpengaruh oleh politik (Shafritz, Hyde, & Parkes, 2004).

Memasuki abad ke-20, administrasi publik mendapat pengaruh kuat dari Teori Manajemen Ilmiah oleh Frederick Taylor yang memperkenalkan standar efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintah (Stillman, 2010). Lalu, pada era 1980-an, muncul pendekatan New Public Management (NPM) yang mengadopsi prinsip-prinsip sektor swasta ke dalam sektor publik. NPM menjadi populer di berbagai negara Barat seperti Inggris dan Selandia Baru karena berhasil meningkatkan produktivitas dan efektivitas pelayanan publik (Hood, 1991). Sejalan dengan kemajuan teknologi, konsep e-governance muncul di akhir abad ke-20, mengusung inovasi digital untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan aksesibilitas pelayanan publik (Heeks, 2001).

Di Indonesia, perkembangan administrasi publik juga dipengaruhi oleh konteks sosial-politik nasional. Setelah merdeka, administrasi publik Indonesia masih dipengaruhi oleh prinsip-prinsip birokrasi kolonial yang sangat hierarkis. Selama masa Orde Baru, pemerintah lebih menganut pendekatan sentralisasi  yang memberi kontrol penuh oleh pemerintah pusat. Namun, pada era reformasi 1998, Indonesia mengadopsi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, yang memungkinkan pemerintah daerah memiliki kewenangan lebih besar dalam mengelola urusan lokal sesuai kebutuhan masyarakat (Mardiasmo, 2009). Pada masa ini pula, prinsip Good Governance mulai diterapkan dalam administrasi publik untuk mewujudkan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat (Dwiyanto, 2006).

Saat ini, administrasi publik di Indonesia terus berkembang dengan penerapan teknologi digital dalam pelayanan publik melalui e-governance. Pelayanan berbasis aplikasi dan sistem manajemen data digital kini diadopsi untuk meningkatkan efisiensi serta memudahkan akses dan transparansi dalam layanan pemerintah (Indrajit & Djokopranoto, 2006). Tata kelola kesehatan, khususnya, juga dijalankan dengan prinsip desentralisasi, memberikan ruang bagi pemerintah daerah untuk menyusun dan menjalankan program kesehatan sesuai kondisi lokal. Prinsip ini sejalan dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) yang menekankan pentingnya tata kelola pemerintahan yang mendukung pembangunan berkelanjutan (UNDP, 2016).

Tata Kelola Kesehatan di Kabupaten / Kota

Di tingkat kabupaten/kota, pemerintah daerah memiliki peran penting dalam tata kelola kesehatan. Mereka bertanggung jawab dalam perencanaan dan penganggaran kesehatan melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Selain itu, pemerintah daerah juga mengelola fasilitas kesehatan seperti RSUD dan Puskesmas, mengawasi standar layanan, bekerja sama dengan sektor swasta, serta melibatkan masyarakat dalam program kesehatan. Setiap program kesehatan harus melalui monitoring dan evaluasi rutin untuk memastikan efektivitasnya.

Dengan pendekatan desentralisasi ini, tata kelola kesehatan di Indonesia dapat lebih responsif terhadap kebutuhan lokal, memastikan layanan kesehatan lebih mudah diakses, dan menjaga kualitas pelayanan tetap tinggi. Inovasi-inovasi ini diharapkan dapat terus berkembang untuk mendukung sistem kesehatan yang lebih baik dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Lebih lengkap bisa dilihat di Menyelami Tata Kelola Kesehatan di Tingkat Kabupaten/Kota di Indonesia

Referensi

Dwiyanto, A. (2006). Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Gadjah Mada University Press.

Heeks, R. (2001). Understanding e-Governance for Development. University of Manchester.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun