Di facebook, saya menemukan sebuah gambar (gambar diatas) disertai surat terbuka yang diklaim dari seorang pelajar yang belum lama ini mengikuti UNAS. bisa dilihat disini. Sebuah surat tantangan yang sama sekali tidak sederhana atau curhat remeh temeh yang hanya mengandalkan perasaan saja.
Pelajar itu sejatinya mengkritik kebijakan pemerintah yang berbasis pada teori liberalisme tertutama yang tertuang dalam buku John Rawls “A Theory of Justice”. Rawls memberi penekanan yang kuat pada prinsip kebebasan dan persamaan (equality). Persamaan bagi rawls harus diperuntukkan bagi semua dengan mengesampingkan atribut-atribut yang melekat pada setiap orang; kekayaan, kemampuan, kelas sosial, warna kulit, bentuk fisik dan lain sebagainya, begitulah kira-kira sederhananya.
Seorang yang miskin mempunyai hak yang sama dengan orang kaya untuk mengecap pendidikan sampai jenjang tertinggi. Anak petani dan buruh punya hak yang sama dengan mereka yang terlahir sebagai anak pengusaha, tuan tanah, pejabat, kepala negara sekalipun dalam hal apapun; pendidikan, kesehatan, hukum, karir, termasuk posisi di pemerintahan.
Persamaan ini dimaksudkan oleh rawls untuk menegakkan keadilan bagi semua, setiap orang bebas dan memiliki hak yang setara untuk berkompetisi meraih apa yang diinginkan. Capaian apapun yang diraih para kompetitor adalah murni sejauh mana usaha yang mereka lakukan.
Beberapa kebijakan pemerintah sangat identik berbasis teori ini karena sangat mudah diterapkan dengan asumsi dasar setiap orang memiliki kemampuan yang sama dan hak yang sama, jadi tidak perlu repot-repot menganalisis secara detil unsur-unsur kontekstual kewilayahan, kecerdasan, tingkat ekonomi, bakat dan lain-lain. Kasarnya, seorang yang cacat berkaki satu dianggap punya kemampuan sama dengan orang normal berkaki dua dan dibiarkan di arena yang sama berkompetisi lomba lari 200m. menurut anda, siapakah pemenangnya?
Lihatlah kebijakan BBM subsidi yang satu harga untuk semua, tepat sasaran kah? Lihatlah UN dengan standar nilai kelulusan yang sama, tak peduli akses pendidikan, infrastruktur, dan kualitas sekolah yang berbeda-beda, bahkan untuk sekolah di pedalaman sana. Saya tidak heran seorang bupati sebuah kabupaten yang baru saja mekar memprotes pemberlakuan KTP nasional untuk seleksi CPNS, ia merasa tidak adil karena putra daerah hanya lulus 3% saja.
Kira-kira apa sebabnya mobnas tidak pernah eksis? Produsen motor lokal gulung tikar? Karena diperlakukan sama dengan mobil dan motor impor, harus bersaing dengan perusahaan yang sudah eksis puluhan tahun, punya nama dan kapital yang sudah sangat besar, jaringan yang luas dan distribusi yang tak terbatas.
Kenapa seorang hakim sampai menagis ketika memvonis seorang nenek yang mencuri singkong karena kelaparan? Sementara diluar sana para koruptor merampok miliaran rupiah dengan santainya berkeliaran. Karena diperlakukan sama, para koruptor bisa menyewa pengacara kelas dunia, sementara sang nenek untuk mengganjal perutnya saja tak bisa.
Mungkin M. Nuh menjawab di hati saja: “apa salahnya? kita punya hak yang sama, kemampuan yang sama, kebebasan yang sama, kurikulum juga sama, yang dimakan pun tak jauh berbeda.”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H