Pagi ini setidaknya ada beberapa tulisan yang saya temukan tentang hiruk-pikuk akuisisi Bank BTN oleh Mandiri. Saya pun googling dan ternyata sudah banyak sekali berita-beritanya di media-media online. Tentu saja isinya pro-kontra, namanya saja hiruk-pikuk. Seperti yang sering terjadi, di negeri ini semua isu selalu digiring kearah politik. Boleh-boleh saja, asalkan dengan alasan logis dan argumentatif. Jika tidak, artinya mereka tidak memberi teladan intelektual bagi generasi muda.
Mari kita lihat kenapa pemerintah (dalam hal ini kementerian BUMN) menilai akuisisi ini penting. Pertama-tama harus di ingat bahwa kita memang hidup dalam dunia kapitalisme,  pasar bebas. Tapi bukan kapitalisme klasik dan pasar bebas liberal murni, nyatanya kita masih punya BUMN dan kebijakan-kebijakan ekonomi masih dikontrol negara,  dan BUMN salah satu instrumen negara dalam ikut mengontrol pasar. Anda boleh punya idealisme ekonomi marxis, kerakyatan, pembangunan, koperasi dst., tapi kenyataanya kita memang hidup dalam dunia kapitalisme, dimana ditengah serbuan investasi keuangan asing, untuk memenangkan pasar dari mereka, kita harus punya modal/kapital yang besar. Prinsip itu memang dipegang oleh dahlan seperti terlihat dalam merger semen indonesia, dan LNG-Pertamina.
Dari data Global Finance Database (2012), Singapura dan Indonesia menjadi negara dengan proporsi jumlah bank asing tertinggi, untuk Indonesia mencapai 52 persen. Data yang disebutkan Pengamat perbankan dari Universitas Indonesia (FE-UI), Aris Yunanto, bank asal Malaysia, CIMBÂ hanya punya 120 cabang dinegeri asalnya, tapi di Indonesia jumlahnya juga ratusan. Mandiri punya berapa cabang di Malaysia? Jari pun tak habis dihitung. Kenapa bisa begitu? Dinegara-negara tetangga, peraturan buka cabang sangat ketat, di Indonesia terbilang longgar. Apa yang bisa Dahlan lakukan dalam hal peraturan perbankan ini? Jelas ini bukan domain kementerian BUMN, tapi wewenang BI ( salah satunya adalah perbaikan UU yang mngatur kepemilikan asing 40% saja yg sebelumnya 99%). Tapi disisi yang lain BUMN punya tugas ikut mengontrol pasar.
Meluasnya bank asing di indonesia bisa beresiko meningkatkan peluang penularan krisis (contagion) jika terjadi krisis di negara asal bank asing, juga resiko perilaku predatory lending dan cross selling yang pernah terjadi di Amerika yang terlihat seteleh krisis global 2008. Jika ini dibiarkan bisa gawat, dan masih banyak gawat-gawat yang lain, selain juga pasar domestik akan semakin dinikmati atau dikuasai asing. Untuk itulah perlu bank besar untuk bersaing dipasar global. Kenapa BTN? Apa hubungannya dengan BTN? Ini terkait dengan pasar properti yang pertumbuhannya luar biasa di Indonesia.  Dan faktanya meskipun BTN untung, tapi memang terkendala modal, itu tercermin  dari tingginya tingkat loan to deposit ratio (LDR) BTN yang mencapai 104,4 persen di atas ketentuan Bank Indonesia (BI). Selama 2013, total dana pihak ketiga (DPK) di BTN sebesar Rp 96,2 triliun, di mana 54,9 persen di antaranya merupakan dana mahal. Begitu menurut Ketua Umum PERBANAS, Sigit Pramono.
Berangkat dari sanalah, menurut pengakuan Dahlan, BTN harus diperkuat, caranya dengan diakuisisi oleh Bank Mandiri yang secara koorporasi dan brand sangat kuat. Dua bank plat merah ini punya kinerja yang sama-sama bagus, yang satu punya nama dan pengalaman dibidang KPR, satunya lagi kuat dalam pendanaan dan brand,  jika digabung (bukan merger) akan punya nilai jual yang sangat tinggi sekaligus menjadi bank terbesar di asean. Ini penting untuk tetap bersaing dipasar bebas nanti, sekaligus memerankan fungsi kontrol negara.
Bagaimana nasib karyawan BTN? Wajar saja jika khawatir. Tapi dari berita yang beredar, akuisisi hanya langkah legal-formal saja, agar BTN semakin kuat pendanaannya tanpa harus disuntik APBN, dan BTN bisa berfungsi seperti sebelum diakuisisi. Tapi ya memang harus dikawal agar tidak terjadi seperti yang dikhawatirkan. Saya mendukung akuisisi ini benar-benar  terjadi sesuai prosedur.
*saya bukan orang yang ngerti ekonomi, jadi sangat mungkin tulisan ini hanya kacangan. Hehe..peace!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H