Ada hujan.
Ada titik balik.
Ada represi rasa.
Ada kostelasi galaksi yang berselisih dalam jiwa.
Ada kamu,
yang sama sekali tidak terengkuh.
...dan pada akhirnya,
ada aku,
di sini,
yang mencoba memapahmu dengan kata,
yang aku tahu sia-sia.
Namanya Ahyar, tidak ada definisi dari namanya. Tidak akan kamu temukan di manapun, tidak di mesin pencari masa kini, tidak juga di hati. Namanya Ahyar, semakin kamu menolaknya, semakin kamu tahu - kamu membuat pola pikir yang percuma.
Namanya Darya, nama seorang tokoh dari karya sastrawan terkenal rusia - Leo Tolstoy. Ya, Anna Karenina. Mengapa tak Anna saja namanya? Darya Alexadrovna yang dipilih Ibunya. Ya, karena Ibunya hobi membaca buku setengah-setengah sehingga salah mengerti isinya. Dia pikir Darya nama yang indah, itulah alasannya. Itulah mengapa namanya Darya, gadis itu. Benar adanya mereka hanya dapat menjelaskan situasi ketika ide akan nama itu datang, bukan arti dari nama itu sendiri. Karena arti adalah persepsi, dan persepsi itu subjektif. Itulah mengapa yang abstrak selalu mengundang bias di mana-mana, di situlah letak menariknya.
Entah di titik mana dalam tata letak kosmos, Ahyar dapat bertemu dengan Darya. Tidak pernah ada satupun benang merah atau garis dalam tangan mereka yang terbaca bahwa mereka akan bertemu. Mungkin ada salah baca dalam penafsiran garis tangan atau mungkin gerak planet yang tiba-tiba membelot hingga mengubah perjalanan hidup mereka.
Darya, dikuasai oleh gerak gravitasi planet Jupiter. Ya, Jupiter, dalam mitologi yunani, dewa Zeus. Darya selalu seperti itu, layaknya Zeus yang tahu segalanya, menganggap dia mengerti, dia tidak suka ketika dia tidak mengetahui dan tidak mengerti sesuatu - apalagi gerak tubuh dan pikirannya sendiri. Untuk itu, Darya bertanya-tanya akan cinta yang lepas dari logika.
Ahyar? Laki-laki yang bisa kamu temukan di mana saja, seperti tiap pojok kota mengelu-elukan namanya. Pencitraan luar biasa sempurnanya hingga berkedip pun tidak kamu temukan kekurangannya. Oh, tapi bukan berarti Ahyar layaknya dewa yang tidak bercela. Ia punya cela, laki-laki ini punya. Namun, pencitraan luar biasa membantunya, membantu pengkotakkan persepsi orang padanya. Seperti yang sudah kubilang. Semua hanyalah masalah persepsi, orang yang melihat lebih, pasti mengerti, dan yang mengerti, pasti hanya akan diam - kulum senyum.
Kembali pada Ahyar, dia seperti jelmaan Hermes. Ya, Hermes, dewa pembawa pesan. Geraknya cepat, pesannya jelas, namun kelicikannya pun tidak kau ragukan. Begitulah metafornya Ahyar berhasil mencuri hati Darya. Entah bagaimana caranya, Darya mampu mempertahankan hatinya yang tercuri - karena pada akhirnya Hermes pun takluk pada Zeus, karena pada akhirnya pun, harta dan takhta akan jatuh pada wanita - karena pesonanya. Mungkin saja, aku tidak tahu. Seperti kubilang, ini mungkin saja.
Untuk mengetahui Darya, kamu harus memahami Ahyar. Tapi, tidak perlu mengetahui Ahyar, untuk memahami Darya. Kalian akan mengerti mengapa. Untuk alasan itu, tidak kujelaskan di sini. Biar kalian yang menilik sendiri, kalau kalian cukup pintar untuk itu.
Ahyar dan Darya dipersatukan oleh hal paling abstrak dan konkrit di dunia ini: harapan dan mimpi. Dua hal itu yang menghubungkan kedua rotasi mereka. Ahyar yang penuh harapan dan Darya sang pemimpi. Dari mimpi lah, Darya tahu, Ahyar adalah pria yang selalu datang tanpa wajah dan berbalut baju sendu, yang kemudian pergi begitu saja. Darya tahu. Ahyar pun begitu, harapannya akan Darya membuatnya yakin bahwa dengan meninggalkan perempuan ini - tidak membuat perempuan ini jauh darinya - karena mimpi lah yang merekatkan mereka.
Ahyar dan Darya.
Dua manusia yang menyiksa diri mereka untuk dua hal yang luar biasa ekspansinya dalam manusia.
Ahyar dan Darya.
Kalian nikmati saja kisahnya.
(À suivre...) - ...bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H