Berdasarkan perspektif anak, intensitas penggunaan gadget selama pandemi menjadi meningkat. Hal tersebut terjadi karena metode pembelajaran sekolah dengan daring, sehingga mau tidak mau harus menggunakan gandget. Selain itu pembatasan sosial selama pandemi membuat anak menjadi kehilangan waktu untuk berinteraksi dengan teman. Gadget menjadi sarana untuk tetap bisa melakukan interaksi dengan teman, yaitu lewat media sosial maupunn dengan game. Alasan yang lain adalah kegiatan pribadi maupun bersama dalam keluarga yang terbatas.Â
Hal ini dapat dipengaruhi oleh kurangnya intensitas keterlibatan orang tua atau anggota keluarga yang lain. Selain itu, persepsi anak yang positif bahwa gadget dapat digunakan untuk menambah wawasan, membantu dalam pengerjaan tugas, serta dapat menjalin komunikasi dengan keluarga, kerabat dan sahabat dengan mudah. Pemikiran anak juga terasah ketika bermain game dan anak dapat belajar bagaimana berstarategi.
Menurut perspektif orang tua, penggunaan gadget yang berlebihan disebabkan karena terbatasnya waktu / pekerjaan orang tua atau kecenderungan orang tua yang longgar terhadap peraturan tentang gadget. Semua itu menyebabkan  adanya interaksi dan kegiatan yang kurang pada anak.
Menurut guru penggunaan gadget oleh anak sudah mengkhawatirkan. Penggunaan gadget semestinya dibatasi dalam keseharian siswa, tapi dalam praktiknya interaksi siswa dengan gadget selama masa daring sudah melebihi batas kewajaran ditinjau dari segi kesehatan dan lain-lain. Menurut menteri Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, ditinjau dari segi kesehatan, radiasi yang terpancar dari gadget akan mempengaruhi mata anak. Selain itu sikap anak menjadi lebih soliter, dimana anak lebih menyukai kesendirian daripada bersosialisasi dengan teman-teman di lingkungannya.
Secara umum di masyarakat, anak yang kecanduan gadget memiliki sifat sosial yang kurang dan dapat memunculkan adanya perubahan pola masyarakat dalam berinteraksi. Â Anak menjadi malas berinteraksi dengan teman dan lingkungannya sehingga menjadi terasing. Sering terjadi kesalahpahaman dan pemaknaan pesan melalui komunikasi secara tidak langsung. Â Target perubahan yang diharapkan yaitu menurunnya durasi pemakaian gadget. Komponen yang terlibat yaitu; orang tua, guru /kepala sekolah, masyarakat (perangkat). Â Output yang diharapkan adalah adanya kebijakan level masyarakat/ lokal/ kelurahan. Alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan adalah :
- Memberikan edukasi tentang kecanduan gadget melalui video, konseling maupun pelatihan seperti self menejemen. Edukasi diberikan untuk memberikan pemahaman pada anak tentang bahayanya kecanduan gadget
- Melakukan edukasi terhadap seluruh masyarakat sehingga dapat mendukung upaya penurunan durasi pemakaian gadget pada anak. Ada masyarakat yang tidak menyadari bahayanya kecanduan gadget sehingga tidak membatasi anak dalam menggunakan gadget. Edukasi dapat berupa penyuluhan dimana pada masa pandemi penyuluhan dilakukan secara offline dengan memperhatikan protokol kesehatan. Edukasi dapat juga dilakukan secara online via WA grup ataupun dengan menyebar flayer tentang bahayanya gadget jika digunakan secara berlebihan.
- Mengadakan kegiatan bersama yang aman, misalnya permaiann anak-anak ataupun belajar bersama dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan selama pandemi
- Pihak guru dapat mengurangi intensitas pemberian tugas yang banyak menimbulkan anak banyak berinteraksi dengan gadget. Tugas dapat berupa sebuah proyek yang melibatkan aktifitas berfikir dengan kegiatan fisik atau pemberian tugas dengan tidak mengharuskan anak untuk berinteraksi dengan gadget.
- Sebisa mungkin pembelajaran langsung, namun apabila belum memungkinkan guru dapat melakukan kunjungan ke rumah siswa
- Adanya kebijakan dinas pendidikan, agar sekolah untuk  dapat mendesign kegiatan belajar yang tidak banyak menggunakan gadget. Anak diberikan tugas literasi dan diwajibkan meresume atau membuat laporan atau menghasilkan suatu produk tulisan tertentu, sehingga banyak waktu dicurahkan kdalam hal tersebut. Anak dapat diberikan tugas , meskipun menggunakan gadget namun untuk kegiatan menarik yang memiliki manfaat, misalnya design grafis, fotografi atau yang lainnya.
- Adanya kebijakan sekolah tentang gadget, misal anak tidak diperkenankan untuk mengakses gadget pada waktu-waktu tertentu. Kebijakan tersebut dapat dijalankan dengan membuat kontrak dengan anak. Untuk pelaksanaannya dapat disertai dengan reward berupa bertambahnya point plus pada anak.
- Menyusun kebijakan pemerintah tentang pemakainan gadget. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPPA) berencana menerbitkan peraturan pembatasan penggunaan gadget sebagai kebijakan agar dampaknya tidak terlalu meluas bagi tumbuh kembang moral anak. Peraturan ini sedang dalam proses (Harian Jogja.com, 2019)
- Membentuk kelompok penggerak dari senior atau mahasiwa untuk mengajak anak-anak untuk belajar atau melakukan kegiatan bersama .
- Adanya kebijakan tentang edukasi yang luas, karena orang tua kurang faham tentang gadget
- Masyarakat setempat membuat ketentuan waktu-waktu anak-anak belajar dan kapan anak-anak bermain. Pemerintah desa dapat membuat kebijakan mengenai waktu-waktu anak dapat mengakses gadget dan waktu waktu tertentu anak bebas gadget.
Hasil dapat diketahui manakala terjadi penurunan pemkaian gadget oleh anak.
Upaya menurunkan durasi anak dalam menggunakan gadet tentu saja menghadapi beberapa hambatan yang muncul. Hambatan tersebut dapat berupa:
- Adanya prediktor psikososial, antara lain:
- Faktor individu; adanya kompleksitas yang mengharuskan anak untuk sering menggunakan gadget, yaitu kebijakan BDR (belajar dari rumah) sehingga harus membuka gadget untuk mengunduh materi, dan melaksanakan pembelajaran. Gadjet digunakan untuk melakukan komunikasi dengan teman dan orang lain karena pembatasan sosial. Gadget juga digunakan untuk urusan pekerjaan atau bisnis, mencari informasi ataupun sekedar untuk mencari hiburan. Jadi mau tidak mau aktifitas menggunakan gadget tidak dapat ditinggalkan.
- Anak yang cenderung keras kepala dan mengabaikan orang lain lebih sulit  diarahkan. Ia merasa aktifitas yang dilakukan adalah benar dan menyenangkan. Anak merasa nyaman dan kebutuhannya terpebuhi sehingga sulit untuk mengendalikan durasi menggunakan gadjet. Anak-anak introvert juga akan merasa lebih nyaman menyendiri dengan gadget daripada bersosialisasi dengan orang lain.
- Kapasitas intelektual anak juga mempengaruhi keberhasilan usaha mengendalikan pemakaian gadget. Masing-masing memiliki pengaruh yang kuat, anak dengan kemampuan yang rendah, kurang memiliki kreatifitas untuk menciptakan kegiatan lain yang lebih bermanfaat, cenderung monoton dengan kegiatan yang sudah dilakukan dan mudah terpengaruh oleh  situasi atau ajakan tertentu ( bahayanya ajakan tersebut adalah mengarah pada hal yang buruk, seperti cyber bullying, tindakan asusila dan lainnya). Kemampuan kognitif yang lebih membuat anak memiliki keinginan lebih untuk secara terus menerus tanpa mengenal waktu, mencapai tujuan, harapan dan apa yang diangankan. Di sisi lain, anak dengan gangguan kognitif akan lambat dalam menerima informasi atau edukasi mengenai perilaku menggunakan gadget.
- Anak kurang memiliki motivasi untuk merubah perilaku pemakaian gadget disebabkan oleh adanya rasa takut akan kesepian, tidak memiliki teman ataupun tidak memiliki kegiatan. Kurangnya pemahaman anak tentang bahaya kecanduan gadget juga kurang memunculkan motivasi untuk berubah.
- Faktor demografis individu, yaitu status sosial ekonomi menengah ke atas seringkali menghambat upaya menurunkan durasi pemakaian gadget. Menurut anak, pola penggunaan  gadget  sehari-hari sudah biasa bagi dirinya. Dibutuhkan untuk menjalin komunikasi dan sebagai hiburan yang itu tidak bisa didapatkan atau dilakukan oleh mereka yang berada pada sosial ekonomi bawah.
- Faktor interpersonal, seperti kualitas hubungan antara anak dengan orang orang disekitarnya juga akan berpengaruh. Orang tua yang sibuk dengan pekerjaan dan tidak memiliki waktu cukup untuk mendampingi anak, orang tua yang kurang peduli dengan keadaan anak, orang tua yang kurang faham terhadap bahayanya kecanduan gadget akan menjadi penyulit usaha untuk menurunkan penggunaan gadget. Anak menjadi tidak memiliki pilihan aktifitas selain sebagian waktunya dihabiskan dengan bermain gadget. Dengan kata lain dalam hal ini tidak ada dukungan sosial untuk anak.
- Pengaruh perkembangan, masa anak-anak dan remaja memiliki keingintahuan yang besar, butuh membina hubungan sosial dengan teman sebaya yang lebih luas berdampak pada eksplorasi terhadap gadget beserta segala macam fitur yang ada. Hal tersebut dilakukan tanpa ada pertimbangan dari segi waktu, dan manfaat serta bahaya yang ditimbulkan. Perkembangan emosi yang belum matang juga membuat anak kurang dapat menerima edukasi yang diberikan, cenderung ingin menuruti kemauan yang muncul dari dalam dirinya dan akan menjadi emosional manakala tidak sesuai dengan yang diharapkan.
- Budaya, perilaku dan kesehatan, dimana adanya keyakinan pada diri anak bahwa ketika mereka tidak mengakses gadget maka mereka akan diabaikan oleh teman---temannya. Keyakinan sebagian masyarakat bahwa mereka yang memiliki gadget dan menggunakan secara intens dianggap orang yang intelek, terpandang dan maju.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H