Mohon tunggu...
Ismiyati Yuliatun
Ismiyati Yuliatun Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis

Psikolog Klinis_Psikolog RSJD Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kecanduan Gadget: Sebuah Analisis Problem Driven

28 Desember 2022   17:41 Diperbarui: 28 Desember 2022   17:49 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Penggunaan gadget seperti ponsel pintar dan laptop oleh anak saat ini tidak dapat dihindari. Pembelajaran jarak jauh (PJJ) memerlukan bantuan dua gadget tersebut. Selain itu, di tengah masa pandemi Covid-19 yang mengharuskan anak lebih banyak di rumah, gadget menjadi sarana belajar, dan juga sarana berinteraksi dengan teman-teman mereka serta sebagai sumber hiburan. Ruang untuk berekspresi yang terbatas karena adanya pembatasan sosial, mendorng anak untuk mencari hiburan melalui internet dengan menggunakan gadget mereka. Namun penggunaan gadget yang berlebihan dapat menimbulkan ketergantungan atau candu yang dapat mengarah pada gangguan kesehatan serta kejiwaan.

Menurut prespektif psikologi  addiction (kecanduan) didefinisikan sebagai keadaan individu yang merasa terdorong untuk menggunakan atau melakukan sesuatu agar mendapatkan atau memperoleh efek menyenangkan dari yang dihasilkannya oleh sesuatu yang dilakukan atau digunakan tersebut. Kecanduan gadget terjadi manakala intensitas penggunaan menjadi tidak terkontrol dan mengganggu aktifitas sehari-hari.

Menurut Marjorsy   kecanduan merupakan kondisi terikat pada kebiasaan yang tidak mampu dilepas sehingga membuat individu kurang dapat mengontrol dirinya untuk melakukan kegiatan tertentu yang disenangi. Kecanduan gadget dapat berupa kecanduan pada game dan juga internet pada umumnya, termasuk pornografi, media sosial hingga belanja daring.

Berdasarkan survey yang dilakukan kepada 2.933 remaja dan 4.734 orang dewasa berusia 20-40 tahun di 33 provinsi Indonesia. Hasilnya, tingkat kecanduan internet pada remaja meningkat hingga 19,3% dengan rata-rata durasi bermain internet selama 11,6 jam per hari. Sementara kecanduan pada orang dewasa meningkat dari 3% sebelum pandemi menjadi 14,4% selama pandemi. Penggunaan game online lebih dari 10 jam dan 3 jam judi online ada kerentanan untuk menjadi kecanduan. Kecanduan digambarkan sebagai gangguan kontrol impuls, yang tidak melibatkan penggunaan obat yang memabukkan dan sangat mirip dengan gangguan pengendalian diri.

Kemudahan mengakses layanan media sosial dapat membuat seseorang terlalu berlebihan dalam penggunaan media online ini (bisa berupa internet, game ataupun media sosial), hal ini berpotensi mengakibatkan kecanduan pada penggunanya.  Kecanduan mengakses media sosial dapat dikategorikan ke dalam gangguan Internet Addiction Disorder (IAD) atau gangguan kecanduan internet yaitu sebuah sindrom yang ditandai dengan menghabiskan banyak waktu untuk menggunakan internet dan tidak mampu mengontrol penggunaannya saat online.

Pengguna internet yang adiktif sebagai dependent, yakni menggunakan aplikasi internet yang berupa komunikasi dua arah untuk bertemu, bersosialisasi dan bertukar ide dengan orang-orang yang baru dikenal melalui internet. Biasanya waktu yang digunakan dalam berinternet antara 20 hingga 80 jam per minggu dengan 15 jam persesi online. Sedangkan individu yang normal dalam menggunakan internet hanya menggunakan internet antara 4 sampai 5 jam per Minggu.

Teori yang dikemukakan Soetjipto bahwa kecanduan dalam hal ini kecanduan internet memiliki gejala psikologis antara lain perasaan euforia, ketidakmampuan mengontrol pemakaian internet dalam hal ini media sosial, menambah waktu untuk bermain media sosial, kemampuan bersosialisasi berkurang, depresi, suka berbohong, dan bermasalah secara sosial. Ketika individu mulai kecanduan internet, individu tersebut cenderung menarik diri dari dunia nyata.

Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang mengalami kecanduan mengakses jejaring sosial adalah faktor sosial, dimana faktor sosial ini merupakan sarana untuk individu berinteraksi dengan orang lain, dalam faktor ini terdapat mandatory behavior yang artinya memuaskan kebutuhan dalam berinteraksi dengan orang lain. Orang yang kecanduan tersebut menemukan kepuasan yang tidak didapatkan di dunia nyata.

Hakim & Raj (2017) menjelaskan alasan remaja yang mengalami kecanduan media sosial dikarenakan ia tidak memperoleh kepuasan diri ketika melakukan hubungan sosial secara langsung atau face to face maka dari itu individu tersebut harus bergantung pada komunikasi online untuk memenuhi kebutuhannya dalam berinteraksi secara sosial.

Maheswari & Dwiutami (2013) menjelaskan bahwa media sosial digunakan sebagai sarana pelarian dari kehidupan nyata yang memicu stres dan tidak menyenangkan bagi individu. Ketika mengakses situs jejaring sosial, individu merasa bersemangat kembali dan muncul perasaan tenang ketika dapat berinteraksi dengan orang lain melalui media internet tersebut.  

Menurut Wee (2017) , kecanduan internet dapat mengakibatkan efek samping yang cukup besar pada kehidupan remaja, seperti kecemasan, depresi, penurunan fisik dan kesehatan mental, hubungan interpersonal, dan penurunan kinerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun