Ismit G. Abdullah
Apakah kasus Pulau Rempang berkaitan dengan pesta demokrasi ditahun 2024? Mungkin saja, karena setiap kita mengikuti media sosial berbicara mengenai Rempang  tidak terlepas dari investasi. Dari hal yang sederhana ini saja muncul pertanyaan, apakah investasi itu milik putera-puteri Rempang, atau investasi itu milik asing?!
Jika kemudian itu kepunyaan asing, lalu siapa yang sejahtera? Rakyat Rempang ka atau pejabat yang punya kepentingan atas tanah Rempang? Masalahnya aturan kita terlalu banyak, akhirnya kita bingun mana sih peraturan yang melindungi rakyat, yang ada peraturan melindungi investasi asing. kaya gini ni, sering ngomong bahwa pancasila itu final, ya kalau pancasila udah final rakyat mau diapain suka-suka mereka. Akhirnya prinsip demokrasi dan cita-cita pancasila tidak tercapai, lalu kemudian bicara menjunjung tinggi NKRI padahal buktinya rakyat ditembak, asing jadi enak.
Karena saya bukan orang Rempang, saya tidak bisa bicara banyak, jangan sampai saya dianggap ngaur. Tetapi yang saya ingin sampaikan bahwa, setiap menuju pesta demokrasi pasti ada propaganda yang dibangun agar siapa yang bisa dimenangkan dalam propaganda itu. Meski demikian kita menganggap bahwa ini adalah sesuatu sangat buruk, tapi ini adalah agenda yang sangat menyenangkan bagi mereka. Bukankah begitu?!
Kita ingin bahwa hukum ditegakkan berdasarkan prinsipnya, namun diluar ekspektasi bahwa hukum ditegakkan berdasarkan ritme pejabat yang berkuasa. Lalu apa yang kita harapkan, yang ada malah kita ditipu dengan segala cara, sebab yang dikejar adalah surplusnya. Kasus Rempang tidak jauh berbeda dengan Wadas, kasusus Wadas sejau ini tidak ada lagi kabarnya. Jadi semua yang terjadi hari ini rakyat selalu jadi tumbal, rakyat selalu jadi korban dalam segala aspek, hanya untuk kepentingan kelompok (korporatokrasi).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H