Mohon tunggu...
Ismi Noor
Ismi Noor Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik 2020, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Keluarga adalah hal yang utama di dunia dan akhirat adalah tanggung jawab diri dengan sang pencipta.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rezeki dari Ayah yang Tak Pernah Usai

7 Mei 2023   00:00 Diperbarui: 7 Mei 2023   00:02 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto milik pribadi, Ismi Noor Fajriani

Pada tahun 2012, saat usiaku genap 10 tahun. Pagi itu, aku sebagai anak kedua dari tiga bersaudara diperintahkan oleh ibuku untuk melihat keadaan ayah yang memang sebelumnya sudah sakit dan sering kali pulang-pergi dari rumah sakit. Aku tidak berani langsung membangunkannya sebab, aku tahu bahwa ayahku mengalami penyakit komplikasi yang memberikan dampak pada dirinya menjadi sulit tertidur.  Saat itu aku memiliki pikiran untuk tidak membuka pintu kamar dan memilih untuk melihatnya melalui celah ventilasi di atas pintu kamar tersebut. Siapa sangka, bahwa yang aku lihat ternyata ayahku tidak lagi bergerak dan aku pun tidak melihat gerakan nafasnya. Ya..., aku berharap pada saat itu aku hanya mengalami mimpi buruk namun, kenyataannya tidak. 

Setelah aku melihat keadaan ayahku melalui celah ventilasi tersebut, aku melihat ibuku yang sepertinya sudah tahu bahwa ayahku sudah tiada. Namun, ibuku tetap memastikannya dengan membuka pintu kamar tersebut. Ya..., saat itu semuanya terasa aneh bagi perempuan kecil berusia 10 tahun yang belum mengerti banyak hal. Kemudian tidak lama dari itu, ibuku mengabarkan hal ini kepada nenek alias ibu dari ayahku yang pada akhirnya, membuat situasi saat itu semakin terasa aneh dan membingungkan bagiku. Ibuku juga mengabarkan hal ini kepada ketua pengurus masjid dan juga dokter yang berada di sekitar rumah kami. Mereka yang telah diberi kabar, tak lama datang ke kamar di mana ayahku berada. Mereka, memastikan kembali keadaan ayahku. Ya..., sudah dipastikan bahwa ayahku telah tiada untuk selama-lamanya. 

Serangkaian proses pemakaman untuk ayahku telah dilakukan, dan kami pulang. Aku, Ibuku, dan dua saudara ku sampai di rumah dan yang aku lihat pada saat itu, hanya ibuku yang terlihat bingung dan sedih namun ditutup-tutupi. Dengan berjalannya waktu, ibuku bekerja menjadi asisten rumah tangga yang mengharuskannya pulang larut malam karena mengikuti arahan dari majikannya. Sungguh, ketika aku mengingat ini semua, aku tak pernah malu dengan keadaan dan kondisiku hingga saat ini. Namun, aku tahu banyak orang meremehkan dan merendahkan ibuku dan juga anak-anaknya. Suatu saat, salah satu keluarga besarku membuat keretakan di antara kami. Panjang sekali apabila aku ceritakan dalam cerita pendek ini. Intinya, keluarga kami terpecah belah dan mengalami kesulitan untuk bersama, segala fitnah dan tudingan buruk yang mengarah kepada kami, karena kami tidak memiliki apapun. Hal itu, lumayan cukup mengganggu kesehatan dan juga pikiran kami yang berdampak hingga saat ini. Sepanjang perjalanan waktu dari 2012 hingga 2020 aku, adikku, serta kakakku tidak jarang mendapatkan santunan setiap ada kegiatan/ event Islam terutama di bulan Muharam, ya.., bulannya anak Yatim. Ya... Seperti itulah cara kami untuk bertahan hidup selain dari hasil kerja ibuku pada saat itu. 

Pada tahun 2020, aku telah menyelesaikan sekolah menengah atas (SMA) dan ya..., alhamdulillah aku meraih prestasi banyak di sekolah ku yaitu, SMAN 6 Tambun Selatan. Aku meraih juara kedua lomba debat tingkat sekolah, aku meraih juara umum di jurusanku, dan aku juga meraih peringkat pertama secara tetap sejak kelas 10 hingga kelas 12. Hal itu, aku usahakan demi kebahagiaan ibuku yang ingin aku wujudkan harapannya. Sebab aku yakin, meskipun pada saat itu aku mengalami kesulitan ekonomi namun, jika aku usaha pasti Allah akan berikan jalannya. 

Ya.., karena aku memiliki prestasi di sekolah itu, dengan percaya diri dan tidak memikirkan biaya yang akan digunakan nantinya aku, dengan yakin mendaftarkan diriku untuk mengikuti rangkaian SNMPTN 2020. Ya..., Masyaallah aku hanya berusaha dan ternyata Allah hadirkan jalannya, aku ternyata lolos seleksi SNMPTN dan aku mendapatkan kampus dan jurusan yang aku inginkan yaitu, Ilmu Politik di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 

Dengan berjalannya waktu, keluarga kami yang terpecah belah menyatu kembali dan Masyaallah, ternyata salah satu paman ku memiliki hati yang sangat besar dan juga sangat menyayangi kami. Aku, memanggil pamanku dengan panggilan "Uwa". Uwa adalah kakak dari ayahku dan Uwa ternyata adalah orang yang bijak dan objektif dalam suatu hal, Uwa mendengarkan cerita ibuku yang menjelaskan mengapa keluarga kami terpecah belah dan Uwa tidak memberikan tudingan buruk ketika tahu apa yang sebenarnya terjadi. 

Pada saat itu masih pada tahun yang sama, aku berada di rumah Uwa. Uwa duduk di anak tangga sembari bertanya kepada diriku "kuliah ga?"-ujarnya, dan aku hanya bingung untuk menjawabnya sebab, aku tahu ibuku belum mampu untuk membiayai kuliah ku. Namun, siapa sangka ternyata Uwa menawarkan diriku untuk kuliah bukan hanya bertanya kuliah atau tidak. Dari situ, aku sangat kaget! dan aku merasa seperti berada dalam mimpi terbaik yang pernah ada. Mendengar hal itu, aku dengan percaya diri menerima tawaran itu sekaligus, menunjukkan kabar bahwa aku diterima di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan hingga saat ini pada tahun 2023 aku sudah menjadi mahasiswa semester 6 ilmu politik berkat Uwa dan Insyaallah akan lulus menjadi Sarjana Ilmu Politik juga berkat Uwa.

Dengan hal ini, aku yakin bahwa meskipun ayah telah tiada, namun semua rezeki yang aku dan keluargaku miliki adalah bagian dari balasan baik dari masa lalu ayahku serta doa ibu yang tak pernah henti disetiap kali ibu menadahkan tangannya yang kuat dan penuh dengan kisah panjangnya. Cerita pendek ini, aku buat untuk memberi tahu bahwa meskipun banyak sekali rintangan yang ada dalam kehidupan. Namun, sebuah rezeki tidak akan pernah tertukar ketika diusahakan dengan maksimal. Sekaligus, dapat memberikan motivasi bagi pembaca dan bagi diriku sendiri.

Aku, sayang sekali dengan keluargaku begitu juga dengan ayahku meski sebenarnya aku tidak begitu jelas mengingat bagaimana sosok ayahku. Cerita pendek ini berdasarkan kisah nyata penulis. 

(Ismi Noor Fajriani, Mahasiswa Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun