Segala sesuatu yang ada di dunia memiliki asal-usul atau sejarahnya, hal itu juga menjadi alasan dari keberadaan budaya politik. Seperti yang telah diketahui bahwa, budaya politik di Indonesia telah mengalami banyak peristiwa yang didasari atas sistem pemerintahan yang ada dari waktu ke waktu. Pada masa penjajahan Belanda, budaya politik memiliki keterbatasan sebab, dalam setiap kegiatan atau agenda politik yang dilakukan akan ada pertentangan oleh pihak Belanda yang menyebabkan adanya anggota partai politik yang ditangkap hingga diasingkan. Bukan hanya pada masa itu saja, tetapi adapun ketika masa penjajahan Jepang yakni tidak diperkenankan untuk melakukan kegiatan politik namun, pihak Jepang memberikan atau membentuk organisasi-organisasi bagi masyarakat Indonesia yang ingin berdiskusi seperti; Gearakan Tiga A, Putera, dan Jawa Hokokai.Â
Setalah dua masa penjajahan tersebut, muncul lah sejarah budaya politik yang tercipta dengan kaitan negara Indonesia itu sendiri. Di mana, pada masa orde lama budaya politik melahirkan adanya paham-paham yang dibuat oleh para tokoh Indonesia yakni seperti; komunisme, nasionalisme, dan paternalisme. Kemudian, pada masa orde baru budaya politik bersifat patrimonial yang memiliki makna bahwa politik hanya berlaku bagi pemerintah dan masyarakat memiliki kewajiban untuk tunduk terhadap segala kebijakan yang dibuat oleh pemerintah yang berkuasa. Karena hal itu, pada tahun 1998 kekuasaan yang ada ditangan Presiden Soeharto mendapatkan desakan dari adanya aksi sosial untuk turun dari jabatannya. Kemudian setelah peristiwa 1998, budaya politik pada masa reformasi mengalami perubahan atau revolusi yang cukup bebas dan dapat menentukan arah kebijakan publik.
Selain posisi budaya politik yang berubah-ubah berdasarkan masanya, budaya politik juga memiliki tipe/sifat yang dapat dilihat melalui ciri khas budaya politiknya. Tipe budaya politik yang pertama adalah parokial yang memiliki ciri khas seperti; kelompok masyarakat dipimpin oleh kepala suku/pemimpin adat, pola masyarakatnya cenderung tidak mengharapkan perubahan dalam sistem politiknya, masyarakatnya juga tidak memiliki tugas yang spesifikasi terkait sistem politik, dan ciri khas terkahir budaya politik parokial ini adalah memiliki unsur adat yang melekat di masyarakatnya.Â
Tipe budaya politik yang kedua adalah kaula yang memiliki ciri khasnya adalah masyarakatnya memiliki partisipasi yang tinggi namun tidak ikut menentukan perubahan politik, masyarakatnya menjadi pengaruh besar namun tidak melebihi otoritas penguasa, dan masyarakatnya cenderung tunduk kepada keputusan pemerintah yang dianggap mutlak. Tipe terakhir dari budaya politik adalah partisipan yang memiliki ciri khas seperti; masyarakatnya ikut serta memberi masukan dan kritik terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap kurang sesuai sebab masyarakatnya memiliki kesadaran atas haknya untuk menolak atau menerima keputusan dari penguasa.
Budaya politik menjadi hal yang tidak menentu sebab, budaya politik juga dipengaruhi oleh adanya sejarah, letak geografis, hingga bagaimana bentuk sistem pemerintahannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H