Bidikmisi adalah bantuan biaya pendidikan dari pemerintah yang disampaikan oleh Kemendikbud Ristek yang ditujukan kepada para mahasiswa yang kurang mampu secara financial. Bidikmisi ini deberikan sejak mahasiswa dinyatakan diterima di perguruan tinggi sampai lulus, 8 semester untuk jenjang S1 dan 6 semester untuk jenjang D3. Dengan seiringnya waktu, bidikmisi ini berubah nama menjadi KIP-K yaitu Kartu Indonesia Pintar Kuliah. Salah satu yang menjadi syarat utama dari penerima bidikmisi atau KIP K ini adalah tidak mampu secara ekonomi. Sehingga, tujuan dari bidikmisi atau KIP-K ini salah satunya mengentaskan ketidaksetaraan dalam pendidikan di Indonesia.
Dalam pelaksanaannya, KIP-K ini banyak mengalami kendala, baik dari segi pendekatannya maupun penerima manfaat, sehingga tidak mendapatkan hasil yang maksimal. Selain itu, penerima KIP-K salah sasaran, banyak dari penerima bidikmisi/ KIP-K ini merupakan mahasiswa yang datang dari kalangan mampu secara financial. Sehingga dari masalah ini, seharusnya menjadi perhatian dengan menggunakan pendekatan yang lebih efektif, salah satunya pendekatan pengembangan masyarakat yang disebut The Development Approach.
The Development Approach dalam Bidikmisi
The development approach merupakan pendekatan pengembangan masyarakat yang memusatkan kegiatan pengembangan kepada proyek pembangunan dengan tujuan untuk meningkatkan kemandirian masyarakat, dalam hal ini mahasiswa. Hal ini relate dengan program bidikmisi di Indonesia, selain untuk mengentaskan ketidaksetaraan pendidikan, diharapkan menciptakan kemandirian mahasiswa Indonesia. Ini merujuk kepada 2 permasalahan yang timbul pada awal pembahasan.
Mengapa pendekatan The Development Approach?
- Menciptakan pendidikan berkualitas, hal ini merupakan tujuan utama dari bidikmisi, yaitu memberikan akses kepada mahasiswa yang notabennya dari kalanin yang kurang mampu, seperti yang tersirat dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 96 Tahun 2014.
- Membentuk komunitas, program bidikmisi seharusnya bisa berfokus kepada pemberdayaan komunitas, sehingga mendorong para penerima bidikmisi dapat terlibat dalam kegiatan, seperti pengabdian masyarakat dan sosial. Contohnya, di UNJ sendiri terdapat Forum Bidikmisi, ini menjadi salah satu harapan yang dibisa terlihat.
- Monev (Monitorin dan Evaluasi), pendekatan pengembangan dalam Bidikmisi melibatkan monitoring dan evaluasi berkelanjutan terhadap kemajuan para penerima beasiswa. Ini memungkinkan program untuk menyesuaikan dukungan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan individu dan memastikan bahwa mereka terus berkembang dengan baik.
- Kolaborasi antar stakeholder, hal  ini sangat penting karena dapat memberikan wawasan baru dan relasi yang lebih luas.
      Secara sosiologis, Program Beasiswa Bidikmisi atau KIP-K dapat dilihat menggunakan kaca mata teori fungsionalisme. Teori ini menyoroti bagaimana stabilitas yang terjadi dalam masyarakat. Program ini memberikan harapan untuk dapat selalu menjaga kestabilan sosial yang dalam hal ini pada bidang pendidikan. Program ini memberikan kesempatan yang sama dan dapat menjaga kesetaraan pendidikan di semua kalangan masyarakat, baik yang berada dan kurang mampu dalam hal financial.
      Namun, dalam pelaksanaan Program Beasiswa Bidikmisi ini pasti memiliki tantangan dan kendala. Adapun beberapa kendala dalam tantangan-tantangan yang dihadapi dalam implementasi Program Bidikmisi:
- Keterbatasan anggaran
Permasalahan ini merupakan tantangan terbesar yang dihadapi, karena Indonesia masih menjadi negara berkembang dan memiliki APBN tidak hanya digunakan untuk pendidikan saja. Namun, ini menjadi komitmen negara selaras dengan UUD 1945 Pasal 31 Ayat 4 yang mengamanatkan bahwa pengalokasian anggaran pendidikan sebesar 20%, baik dari APBN, maupun APBD.
- Identifikasi calon penerima program
Selain permasalahan anggaran, masalah yang tidak kalah menarik dan masih menjadi PR pemerintah adalah penerima program. Hal ini yang menjadi titik keberhasilan pemerataan kesetaraan pendidikan, jika penerimanya saja tidak diseleksi dengan baik, bagaimana kesetaraan dapat tercapai. Sehingga, ini yang seharusnya menjadi fokus dari negara.
Kesimpulannya, Program Bidik Misi memiliki peran yang sangat penting untuk mewujudkan kesetaraan pendidikan dengan memberikan akses pendidikan tinggi kepada para mahasiswa yang memiliki latar belakang financial yang kurang baik. Program ini tidak hanya membantu mengatasi hambatan finansial, tetapi juga meningkatkan kesempatan bagi individu-individu tersebut untuk meraih pendidikan yang setara. Namun, diperlukan kolaborasi dengan lembaga lembaga terkait, seperti pemerintah, masyarakat, dan lembaga pendidikan. Hal tersebut sangatlah penting dalam mencapai kesetaraan pendidikan, sementara terus memperkuat dan meningkatkan Program Bidik Misi akan menjadi bagian krusial dalam upaya mencapai masyarakat yang lebih adil melalui pendidikan. Dengan upaya bersama dari berbagai pemangku kepentingan, Program Bidik Misi dapat terus menjadi instrumen yang kuat dalam memajukan kesetaraan pendidikan dan menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan berkeadilan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H