Mohon tunggu...
Ismi Cakhya Rizki Awaludin
Ismi Cakhya Rizki Awaludin Mohon Tunggu... Seniman - Mahasiswa Tingkat Akhir

Sedang belajar memahami apa itu "belajar" seorang pemuda yang sedang berjalan dalam membaca diri, belum sampai memperbaiki diri.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Belajar Ngawang

5 Juli 2023   23:28 Diperbarui: 5 Juli 2023   23:47 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Tepat pada malam ini, setidaknya aku bisa cukup lega, karena aku bisa menulis tanpa ada perasaan beban di hati. Sudah cukup aku berkecimpung dalam lembah sunyi itu. Lembah yang begitu banyak yang meraung, keburukan, dan ucapan-ucapan yang tak pantas. Telingaku sudah begitu sakit dan tentu jiwaku tersiksa tinggal di dunia itu.

Manusia memang memiliki banyak rahasia di dalamnya, beberapa dirahasiakan dan beberapa diutarakan. Memang, manusia memiliki potensi untuk naik dan turun, kemudi kendalinya adalah dirinya. Akan tetapi semua memerlukan pembimbing.

Ibarat kita hendak belajar motor, maka kita perlu bimbingan agar dalam belajar kita bisa meminimalisir hal yang tak diinginkan. Dari kecil kita diajarkan oleh orangtua untuk merangkak, berjalan, makan, hingga cebok. Bukan sekedar tanggung jawab Orangtua saja, akan tetapi manusia memang dilahirkan dengan rezeki-Nya. Rezeki ini bisa berupa bentuk pembekalan agar dalam hidup kita mampu mengambil pelajaran yang outputnya senantiasa mawas diri. 

"Cielah, diem aja. Ngelamunin siapa sih ? Jangan ngelamun teruslah ntar kesurupan siapa yang mau ngobatin." ucap alvin.

"Diem lu, gua lagi fokus!" 

"Ceritalah der!"

"Males."

Entah bagaimana, pada saat itu aku kehilangan nafsu untuk menceritakan keresahan dalam diriku, bisa saja aku terlalu berburuk sangka. Pikirku bahwa perenungan semacam itu sedang tidak laku. Wajar saja, dinamika kehidupan pada umumnya, mungkin umur 25 sedang bersemangat mengejar karir dan menikah, umur 30 mungkin orang-orang sedang mempersiapkan kebutuhan materi dalam jangka yang panjang, setelah umur 30 lewat dan menginjak umur 40 tahun mungkin orang akan kembali dalam perenungan dalam hidupnya. 

Memperhitungkan masa mudanya, perjalanannya. Aku berusaha membaca dinamika kehidupan agar aku tak menjadi orang yang lalai, lunglai walaupun ku tahu bahwa melakukan perenungan ini cukup berat. Tapi untuk apa menyerah ? Untuk apa aku harus berlari tunggang-langgang menjauhi perjalanan ini ? 

Tentu manusia adalah selembar kanvas putih, perjalanan dalam melukiskan kehidupan itulah yang akan menjadi sebuah karya. Atau kita adalah seorang penyair tanpa panggung yang berusaha untuk mengambil pelajaran, layaknya dulu saat kita masih kecil kita diajarkan membaca "Iqro" oleh guru kita. Dari Alif, Ba, Ta hingga Ya. 

Sambil mendengarkan lagu, aku masih berusaha untuk tetap tenang dan legowo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun