Mohon tunggu...
Mimi
Mimi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hamba Allah

Bukan orang yang sempurna, tapi gw lagi mencoba

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Politik Hukum, Dampak Negatif Pernikahan Dini dan Pandangannya Menurut Undang-Undang

17 April 2022   01:04 Diperbarui: 17 April 2022   01:11 1296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pernikahan Dini menurut Fiqh adalah pernikahan yang dilaksanakan sesuai dengan syarat dan rukunnya, namun mempelai masih kecil. Batasan pengertian kecil di sini merujuk pada beberapa ketentuan fiqh yang bersifat kualitatif, yakni anak yang belum baligh dan secara psikis belum siap menjalankan tanggung jawab kerumah tanggaan.

Sedangkan menurut UU RI No. 1 Tahun 1974 pasal 7 ayat 1 menyatakan bahwa "Pernikahan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun",  maka apabila masih di bawah umur tersebut, maka dapat dikatan sebagai pernikahan dini.

Dari penjelasan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa pernikahan dini adalah suatu ikatan yang dilakukan oleh calon wanita dan lak-laki disaat usianya masih muda.

Permasalahan pernikahan dini menjadi
sangat penting untuk diperhatikan, bahkan ada suatu desa di Indonesia yang sangat merespon positif terhadap pernikahan dini ini. Karena mereka beranggapan bahwa pernikahan dini adalah suatu tradisi dari nenek moyang yang harus dilestarikan secara turun menurun. Salah satu Kecamatan yang menjadikan pernikahan usia dini sebagai eksistensi yakni di Kecamatan Seberang Ulu I Kota Palembang. Disana sangat banyak terjadi pernikahan di usia dini, bahkan sudah dijadikan sebagai kebiasaan masyarakat disana. Kebanyakan yang melakukan pernikahan di usia dini adalah anak yang berusia di bawah 16 tahun, bisa di rata-rata mereka adalah yang berusia 13-15 tahun.

Penelitian Handayani (2014) mengungkapkan bahwa angka pernikahan dini sangat tinggi dikarenakan beberapa penyebab:
1. Remaja putri yang berpengetahuan rendah lebih rentan dua 2,3 kali melakukan pernikahan dini dibandingkan dengan yang berpengetahuan tinggi.  
2. Putri yang berpendidikan rendah akan lebih rentan 5,4 kali melakukan pernikahan dini dibandingkan dengan yang berpendidikan tinggi.
4. Remaja putri yang orang tuanya tidak
bekerja akan beresiko 7.4 kali melakukan
pernikahan dini dibandingkan dengan remaja putri yang orangtuanya bekerja.

Penulis dapat menyimpulkan bahwa faktor yang paling beresiko menyebabkan anak melakukan pernikahan dini yakni ketika orang tuanya tidak bekerja, otomatis adalah faktor ekonomi. Entah karena keinginan orangtua nya atau keinginan anak, mereka sama-sama tidak ingin direpotkan lagi, karena mereka sadar bahwa orangtuanya tidak mampu lagi untuk bisa menghidupi mereka. Namun, di sisi lain hal ini sangatlah memprihatinkan. Si anak yang masih di bawah umur, dan orang tua yang tidak bisa lagi menanggung anak.

Secara normatif Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974, menentukan batasan usia diizinkan kawin yaitu pihak pria berusia 19 Tahun dan pihak wanita berusia 16 Tahun. Jika usia kawin tidak sesuai ketentuan ini (masih dini) harus ada dispensasi perkawinan dari Pengadilan, sebab hal ini merupakan penyimpangan Pasal 7 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974. Penyimpangan ini dianggap merupakan politik hukum nikah dini, karena bisa menimbulkan penerobosan hukum perkawinan yang bisa berdampak terjadinya nikah dini dalam bentuk perkawinan siri. Nikah dini inilah yang memerlukan perlindungan hukum terkait legalitas nikah dini sejalan berlakunya UU No. 1 Tahun 1974.

Dalam pandangan Hukum Agama Islam pernikahan merupakan ibadah yang dilakukan oleh pemeluknya untuk menghindari perbuatan maksiat. Hal ini sesuai dengan instruksi presiden No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam bahwa perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat miitsaqan ghaliizhan untuk menaati perintah Allah dan melakukannya merupakan ibadah.

Allah SWT berfirman, "Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan yang perempuan." (QS an-Nur [24]:32). Menurut sebagian ulama, yang dimaksud layak adalah kemampuan biologis. Artinya memiliki kemampuan untuk menghasilkan keturunan.

Ulama Hanabilah menegaskan bahwa sekalipun pernikahan usia dini sah secara fiqh namun tidak serta merta boleh hidup bersama dan melakukan hubungan suami isteri. Patokan bolehnya berkumpul adalah jika kemampuan dan kesiapan psikologis perempuan untuk menjalani hidup bersama.  Sedangkan Pandangan Ibn Syubrumah dan Abu Bakr al-Asham, sebagaimana disebutkan dalam Fath al-Bari juz 9 halaman 237 yang menyatakan bahwa pernikahan usia dini hukumnya terlarang, dan menyatakan bahwa praktik nikah Nabi dengan 'Aisyah adalah sifat kekhususuan Nabi. Dan Komisi Fatwa menentukan bahwa agar merealisasikan kemashlahatan, ketentuan perkawinan dikembalikan pada standardisasi usia sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 sebagai pedoman.

Dampaknya dari pernikahan di bawah umur tersebut beragam, diantaranya terkait dengan kesehatan reproduksi. Anak perempuan yang berumur 10-14 tahun berpotensi lima kali lebih berisiko pada masa kehamilan dan melahirkan, dibanding dengan ibu hamil yang usianya 20-25 tahun. Dapat disimpulkan, bahwa pernikahan dini memposisikan anak perempuan sebagai kelompok yang rentan terkait dengan kesehatan reproduksi dan seksualitasnya. Dampak lainnya yakni pada kesehatan mental, dampak tersebut sangat dirasakan oleh anak perempuan, hal tersebut sangat fatal disebabkan anak perempuan yang menikah di usia dini belum bisa menanggung beban yang sangat berat dan bahkan anak perempuan bisa mengalami stress karena memang belum waktunya untuk menanggung beban yang sangat berat. Hal tersebut sangat terasa setelah anak perempuan berpisah dengan keluarganya dan bertanggung jawab atas keluarganya sendiri. Hal lainnya yang menjadi dampak buruk pernikahan dini adalah rentannya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Menurut hasil temuan yang dilakukan oleh Plan, sejumlah 44% anak perempuan yang kawin dini, mengalami kasus KDRT dalam frekuensi yang tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun