Salah satu fasilitas yang banyak digunakan di ruang publik adalah fasilitas lahan parkir. Lahan parkir yang luas juga nyaman menjadi keperluan yang sangat dibutuhkan para pengendara. Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, mengeluarkan data bahwa sepeda motor merupakan transportasi paling banyak digunakan di Indonesia, di tahun 2021 berjumlah 121.209.304 pengendara (BPS, 2021). Dengan semakin meningkatnya pengguna kendaraan bermotor di Indonesia sebagian dari mereka abai mengenai aturan parkir, orang-orang tak bertanggung jawab seringkali memarkirkan motornya di tempat yang tidak seharusnya, seperti di trotoar, pinggir jalan, bahkan area terlarang untuk parkir yang menimbulkan berbagai dampak negatif. Fenomena parkir berantakan ini dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, kendaraan-kendaraan yang tidak terparkir dengan benar kerap kali menghalangi jalan yang menjadi tempat perlintasan kendaraan lain hal tersebut merupakan salah satu penyebab terjadinya kemacetan. Hal tersebut tentu sangat merugikan para pengendara lain, seperti banyaknya waktu yang terbuang di perjalanan dan bahan bakar yang akan berkurang lebih banyak karena kemacetan. Fenomena parkir berantakan ini sangat mengganggu aktivitas di ruang publik yang kerap kali terjadi di berbagai lokasi, seperti kampus, destinasi wisata, bahkan pusat perbelanjaan. Kurangnya kesadaran masyarakat akan aturan berparkir menjadi akar permasalahan, mereka lebih mementingkan ego dan kenyamanan diri sendiri dan mengabaikan kenyamanan orang lain.
Fenomena parkir berantakan dapat pula terjadi di lingkungan kampus seperti yang sudah disebutkan di atas, umumnya mahasiswa lebih memilih menggunakan motor daripada kendaraan lain karena berbagai alasan. Fenomena parkir berantakan ini pun terjadi di Universitas Pendidikan Indonesia fenomena ini sering kali terjadi hingga menimbulkan kekesalan dari para mahasiswa, Universitas Pendidikan Indonesia telah menyediakan lahan parkir berupa sebuah gedung yang memiliki 7 lantai dengan dua tingkatan per lantai yang ditandai dengan huruf A dan B. Setiap tahunnya terjadi kenaikan volume parkir mahasiswa karena masuknya mahasiswa-mahasiswa baru yang mengakibatkan permasalahan, seperti kurangnya kesadaran dan ketertiban mahasiswa dalam memarkirkan motornya. Hal ini mengakibatkan susahnya melakukan pergerakan di area parkir, sebagian pengendara sering kali memarkirkan motornya di tempat yang tak semestinya, seperti jalur perlintasan atau tanjakan tempat kendaraan keluar dan masuk area parkir, di depan pintu penghubung tangga satu dengan tangga lain, di luar jalur yang telah ditentukan, bahkan menyelipkannya di samping motor lain yang dapat menimbulkan susahnya salah satu motor untuk keluar yang dapat menyebabkan kemacetan di dalam area gedung. Seringnya peristiwa tersebut terjadi dan membuat para mahasiswa geram hingga terdapat akun instagram dengan username @upi.parkir yang membahas parkir berantakan dan tidak teratur di Universitas Pendidikan Indonesia.
Kebiasaan parkir dengan berantakan menunjukkan kurangnya kesadaran dan tidak disiplinnya masyarakat Indonesia. Faktor-faktor yang menyebabkan tidak tertibnya berparkir di UPI adalah, kurangnya kemampuan mahasiswa untuk mengatur waktunya dengan baik, malasnya mencari lahan yang lebih kosong sebagian dari mereka memilih memarkirkan di lantai bawah tak peduli sepadat apa, fasilitas yang terdapat di area parkir seperti lift tidak digunakan dengan baik, minimnya pengawasan para petugas pada jam-jam sibuk, petugas hanya melakukan pengecekan STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) di pintu keluar. Salah satu cara paling sederhana untuk menyadari dan memberikan teguran secara halus adalah dengan pemasangan spanduk atau poster yang berisi sindiran atau aturan parkir di ruang kampus, poster-poster yang ditempel haruslah di tempat-tempat strategis yang sering dilewati dan terlihat oleh para pengguna parkiran, namun, dari 50 responden yang mengisi kuesioner yang telah disebarluaskan sekitar 2 bulan, lalu 51,7% merasa termotivasi dengan penggunaan poster-poster mengenai pentingnya memarkirkan kendaraan dengan tertib, aman, dan nyaman.
Lahan atau tempat parkir sangatlah dibutuhkan masyarakat, terlebih para pengguna kendaraan bermotor yang terbiasa menggunakan fasilitas parkir. Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, yang dimaksud dengan parkir adalah kendaraan yang tidak bergerak atau tidak bergerak. Berhenti dan parkir merupakan dua hal yang berbeda (Belakang 2015). Parkir sembarangan dapat terjadi karena minimnya kesadaran para pengendara bermotor dalam memarkirkan kendaraanya yang kerap kali mengganggu kelancaran lalu lintas. Para pengendara bermotor umumnya lebih memilih tempat yang dekat walau lahan tersebut sudah padat oleh kendaraan lain, para pengendara menghindari tempat parkir di lantai atas karena malas menaiki tangga, padahal jika mereka datang lebih cepat dari orang lain akan mendapatkan lahan parkir yang masih kosong di lantai dasar tanpa menyelipkan kendaraannya di antara kendaraan-kendaraan lain. Fenomena ini sejalan dengan teori semiotik yang melihat bahwa sebuah tanda merupakan alat penyampaian suatu makna tertentu. Semiotika sendiri merupakan cabang ilmu yang mempelajari mengenai suatu tanda (sign). Pada ilmu komunikasi “tanda” ialah sebuah makna yang disebarkan pada seseorang dengan tanda-tanda. Komunikasi tidak hanya dilakukan secara lisan, namun bisa juga disampaikan melalui tanda-tanda. Menurut teori yang disampaikan Saussure, tanda merupakan sebuah penanda (signifier) dan petanda (signified). Dalam fenomena ini tanda merupakan sebuah rambu lalu lintas, seperti sebuah gambar motor yang diberi tanda silang merah atau poster dengan tulisan “parkir dengan tertib aman dan nyaman” merupakan sebuah petanda yang merujuk pada larangan parkir dan berpikir secara bijaksana. Namun, masih banyak dari para pengendara yang mengabaikan tanda-tanda tersebut, kebanyakan masyarakat di Indonesia tidak dapat memahami makna dari tenda tersebut hingga menimbulkan tak teraturnya pengendara dalam berparkir, sebagian dari mereka seolah tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap perilaku yang dilakukannya. Adanya tukang parkir atau pungli yang mencari keuntungan terlebih jika ada event-event besar para tukang parkir ini akan datang dan meminta bayaran saat motor kita terparkir di tempat yang dipegang oleh tukang parkir dengan begitu banyak pengendara enggan untuk membayar parkir terlebih jika tempat tersebut merupakan tempat yang menyediakan parkir gratis dan memilih memarkirkan motornya di tempat yang tidak seharusnya. Parkir berantakan ini juga dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti kurangnya fasilitas yang diberikan di area parkir, penempelan tanda yang kurang strategis yang menyebabkan beberapa pengendara tidak menyadari adanya tanda atau poster tersebut, penegakan hukum yang sangat kurang mengenai tertibnya berparkir, dan budaya masyarakat Indonesia yang menganggap bahwa lalainya dalam berparkir merupakan pelanggaran kecil yang dianggap wajar oleh sebagian masyarakat. Adanya para tukang parkir di beberapa tempat umum juga menjadi salah satu penyebab terjadinya parkir berantakan dan liar, umumnya para pengendara
Parkir berantakan ini merupakan isu pelik yang memerlukan perhatian khusus pemerintah juga masyarakat. Parkir berantakan ini tak hanya mengganggu ketertiban lalu lintas, namun memiliki potensi menyebabkan konflik, juga meningkatkan resiko kecelakaan lalu lintas, dan merugikan kepentingan umum lainnya. Oleh sebab itu, dibutuhkannya kesadaran bersama guna mematuhi aturan parkir yang telah ada, peran aktif pemerintah dalam menyediakan fasilitas yang memadai di lahan parkir juga menegakkan aturan dengan tegas. Kerja sama antar masyarakat, pemerintah, dan pihak pengelola parkiran dapat menjadi sebuah solusi untuk menciptakan lingkungan parkir yang aman dan nyaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H