Mohon tunggu...
Ismetri Rajab
Ismetri Rajab Mohon Tunggu... -

Hamba Allah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Wawancara

2 Juli 2013   23:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:06 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Wawancara Irjen Pol Drs Sjachroedin ZP :

Untuk Lampung Saya Berani Hadapi Apapun

Irjen Pol Drs.Sjachroedin ZP SH menjadi berita lagi. Kali ini soal karirnya lagi. Dia dipindahkan ke Polda Jawa Barat. Padahal baru empat bulan menjabat Polda Sumsel. Yang menarik dari dirinya, bukan soal kepindahannya, namun soal-soal pokok-pokok fikirannya yang ada kalanya “nyeleneh”. Misalnya, ketika orang ramai-ramai menyuarakan agar hiburan malam ditutup selama puasa, dia justru tidak setuju. “Saya nggak mau munafik,” ungkap pria kelahiran Lampung bulan Februari 1947.

Bagaimana pandangannya tentang Lampung, soal jadi gubernur dan obsesinya di kepolisian? Berikut petikan wawancara Ismetri Rajab dengan Ketua Umum Lampung Sai ini, di hari-hari terakhir menjabat selaku Kapolda Sumsel.

Anda selalu bilang dalam pidato, kita ini barangkali sudah salah lagu. “Indonesia Tanah Airku, Di sana Tumpah Darahku…” Akhirnya tumpah darah semua, Menarik juga itu…?

Saya juga heran, bangsa kita yang dulu ramah tamah sekarang kok jadi beringas, seakan-akan tidak lagi mengamalkan Pancasila. Lihat sila pertama Ketuahanan Yang Maha Esa. Itu umat Islam, kita lihat prilakunya saling bunuh, bantai-bantaian. Orang Islam itu artinya betul-betul memagang ajaran Islam dong, dari dalam menyampaikan aspirasi ada caranya, bukan dengan cara merusak. Sekarang ini itu yang saya kadang-kadang heran, menggunakan kedok Islam, perilakunya tidak sesuai dengan ajaran Islam. Ini mengundang orang tidak simpati dengan ajaran Islam, kita sendiri Islam, itu masalahnya.

Sekarang di Lampung juga sering kali terjadi “tumpah darah”. Sebagai orang Lampung. Anda melihatnya akar persoalannya apa?

Akar persoalannya mungkin dari perbedaan sosial, karena yang pertama seperti keluhan yang disampaikan kepada Lampung Sai untuk masyarakat Lampung. Mereka ini melihat kampungnya dari tahun ke tahun begitu saja, sementara masyarakat pendatang dari tahun ke tahun semakin maju. Bukan karena masyarakat Lampung malas, tapi perhatian pemerintah kurang. Misalnya wilayah Menggala dengan Terbangi dan Poncowati. Poncowati itu kan daerah transmigrasi, sementara Terbangi daerah Kresidenan setelah Menggala. Itu sampai sekarang kondisinya begitu-begitu saja, SMA tidak ada, kampung saya begitu-begitu saja. Seharusnya pemerintah memikirkan masyarakat asli, kenapa transmigrasi hidupnya dibantu, dikasih tanah, dikasih uang selama enam bulan, dikasih sertifikat, tapi orang asli tidak pernah diberi bantuan. Bukan hanya di Lampung hal ini terjadi, juga di Kalimantan, Sulawesi, itu yang menjadi kecemburuan.

Belum lagi penduduk pendatang ini tidak mau meleburkan diri, tidak mau menyesuaikan dengan kondisi adat di Lampung. Kita kan tahu persis dimana bumi dipijak disana langit dijunjung, ini nyatanya nama kampung saja dibawa. Asal Jawa nama kampung bawa nama Jawa, bukan saya benci Jawa, isteri saya pun orang Jawa, tapi alangkah indahnya, alangkah hebatnya kalau dari Wonosobo ditambah Lampung menjadi Wonosobo Betik, Wonosobo Wawai. Nah ini bilang dari Wonosobo Pak, nanti orang bingung Wonosobo mana, apa dari Jawa Timur, apa Jawa Tengah. O.. ini Wonosobo Lampung, kasihlah Wonosobo Betik. La yang kecil-kecil begini menjadi persoalan penduduk aslinya tidak diperlakukan secara adil.

Adakah Anda melihat ada persoalan elit politik, pimpinan yang tidak mengerti keinginan masyarakat, karena pimpinan bukan tumbuh dari bawah?

Memang, itu persoalan. Orang kan ingin ada kader dari putra daerah. Memang pimpinan ini Lampung kan droping, oleh karena itulah orang daerah ingin melihat bagaimana pemerintah daerah untuk membuat kaderisasi. Orang-orang daerah seharusnya memimpin daerahnya, dan tidak kurang hebatnya putra daerah itu. Itu pejabat Gubernur Gorontalo kan orang Lampung, lalu hakim agung kandidat ketua MA Pak Baqir Manan, bekas sekretaris Negara Pak Ali Rachman kan dari Lampung. Banyak sebetulnya, potensi kan ada sebetulnya. Sekarang bagaimana dari Pemda dalam upaya-upaya lain.

Sekarang apa yang dilakukan Lampung Sai, untuk menciptakan pemimpin Lampung bagaimana?

Sekarang kan begini. Lampung Sai adalah paguyuban masyarakat Lampung beranggotakan orang yang merasa sebagai masyarakat Lampung. Orang yang punya cita-cita tentang Lampung, punya ikatan batin dengan Lampung. Kita tidak melihat di Jawa, tidak melihat di Cina, tidak melihat dia Batak. Segala macam suku kita tampung. Orang Lampung sendiri kan belum tentu membangun Lampung, karena ada yang apatis dengan kelampungannya. Mungkin dia berfikir bisa hidup sendiri ya kita biarkan. Tapi kita Lampung Sai, orang-orang yang membangun Lampung. Coba lihat langkah Lampung Sai. Pertama kali bergerak adalah mengadakan audensi dengan Gubernur, ketua DPRD, dengan pejabat pemerintahan di Lampung. Itu kan tujuan memberikan masukan untuk kebaikan Lampung seperti yang disampaikan oleh Profesor Sitanala Arsyad, bagaimana dan gagasan yang bisa diberikan kepada Pemda, itu kan positif.

Lalu kita mengadakan mulai persatuan dari Banten, Lampung dan Bugis. Karena ini kan penduduk lama secara historis ada ikatan, mulai dari Sultan Hasanuddin. Kemudian Padang, Palembang, Lampung juga ada ikatan. Kan Palembang Lampung Jawa dan Bali kita ada ikatan semua. Lalu kita juga melakukan pembinaan kepada kebudayaan, mengangkat budaya Lampung, mengadakan seminar, bagaimana bahasa Lampung tidak punah. Kita kemudian memberikan perangkat pakaian penganten kepada orang-orang Lampung yang ada di Banten. Kita memberi pelajaran tentang tulisan Lampung, bagaimana berbicara dalam bahasa Lampung.

Sebetul sudah sangat banyak yang dilakukan oleh Lampung Sai, namun kita dicurigai terus. Dianggap berpolitik, dianggap mau jadi gebernur, terutama kepada diri saya, karena saya memang calon gubernur bersam-sama dengan sauadar Oemarsono, Nurdin Muhayar dan Suwardi Ramli. Tapi coba Anda dengar Suwardi Ramli, dengan Nurdin Muhayar dengan Namoero Anum sekalipun saya katakan kalau sampai terjadi calon gubernur orang Lampung semua, saya bilang pasti saya yang akan pertama mundur. Itu kan menandakan saya tidak ambisi menjadi gubernur. Tapi saya selalu dipojokkan seolah-olah, saya ambisi jadi gubernur Lampung. Sehingga setiap langkah saya di Lampung Sai ingin melawan pemda, bukan. Sebagai putera Lampung saya ingin bagaimana Lampung ini bisa maju.

Karena saya merasa sedih dan kecewa, karena Lampung ini terpuruk menjadi termiskin ketiga di Indonesia. Itu untuk diri saya sangat kecewa berat, saya terpukul. Masa daerah yang begitu subur kok, nyanyiannya pun Tanah Mulia, Say Waway, Say Subur kok jadi terpuruk begini, kenapa? Saya melihat mungkin selama ini pejabat gubernur, selama era orde baru droping semua. Mereka nggak produk keinginan rakyat, nggak tahu tentang Lampung.

Sekarang mantan-mantan itu nggak ada yang berdiam di Lampung?

Mereka itu senang dikasih gelar, tapi mana yang dipakai sekarang. Orang dapat gelar kan ada dasarnya, ada prestasi yang dibuat. Saya curiga pemberian gelar-gelar ini ada maksud-maksud mengambil keuntungan, ini yang saya maksud. Sekarang memang mana pejabat-pejabat gubernur Lampung itu yang tinggal di Lampung kan nggak ada, kembali dan hilang dengan sendirinya. Ini yang kita waspadai, yang kita sesalkan.

Lantas salahnya Lampung Sai berpolitik?

Makanya saya bilang, sekali-kali Lampung Sai bicara politik kalau memang urgen apa salahnya. Kita nggak pernah berbuat itu dalam rangka ambisi menjadi Gubernur Lampung tapi selalu dipojokkan. Seolah-olah kegiatan Lampung Sai untuk menjadikan Sjachrudin menjadi gubernur Lampung. Padahal saya dengan PDI, dengan PAN, dengan PKB dengan Golkar saya nggak pernah kontak. Dengan anggota DPRD-nya nggak ada kontak. Dengan anggota fraksi TNI/Polri sekalipun saya nggak pernah ngomong dari dulu sampai sekarang. Nah berarti ini kan bisa dilihat, bahwa saya tidak ambisi dan tidak mengada-ada. Kalau saya kepingin jadi gubernur, kenapa saya nggak dekati PDI, kenapa saya nggak dekati Golkar, nggak dekati PKB. Kok bodoh-bodoh amat saya, main di Lampung Sai. Lampung Sai nggak ada apa-apanya. Ini kan hanya paguyuban kekeluargaan. Saya tahu persis itu, bukan bodoh saya ini.

Lalu sebenarnya kenapa Anda mau jadi Ketua Lampung Sai?

Karena saya diminta. Karena itu ada pertemuan Lampung Sai, musyawarah yang diadakan di Pendopo. Tapi ada upaya dari pimpinan Pemda, tapi saya tak sebut namalah, agar saya tidak dipilih. Saya nggak ngerti maksudnya apa, saya juga nggak mau, tapi karena diminta dan dipilih, saya terpaksa terima. Dan tidak ada maksud menjadi Ketua Lampung Sai lalu saya menjadi gubernur. Naif sekali itu. Saya Cuma ingin berbuat, selama di Lampung Sai apa yang bisa saya buat untuk Lampung.

Jadi Lampung Sai pengabdian total?

Ini memang pengabdian total. Itu uang yang kita keluarkan untuk kegiatan merupakan sumbangan secara ikhlas dari masing-masing pengurus. Tidak pernah kita perhitungkan ini untuk menjadi gubernur, ini untuk walikota, ini untuk anggota DPR. Alangkah bodoh saya ingin jadi gubernur lewat Lampung Sai, ini namanya mutar-mutar terlalu jauh. Kenapa saya nggak motong langsung ke parpol. Riil politik. Saya dekati parpolnya, saya dekati DPRD-nya.

Jadi dulu bersedia dicalonkan jadi gubernur Lampung alasanny apa?

Saya bersedia dicalonkan karena saya diminta. Kemudian saya katakan, saya hanya ingin menunjukan bahwa pejabat di Lampung jangan banyak didrop. Berilah kesempatan untuk orang Lampung untuk memimpin Lampung. Karena tokoh-tokoh Lampung banyak, dari sipil di pemerintahan banyak. Ada Pak Suwardi Ramli, ada Nurdin Muhayat, swastanya banyak, TNI nya pun ada. Saya ingin mengajak, ingin menggugaj pimpinan di pusat, bahwa tolonglah kasih kesempatan putera daerah, karena bagaimana pun juga yang tahu dengan Lampung ada putera daerahnya.

Waktu itu Anda sadar nggak mungkin bakal terpilih?

Saya sadar sekali, saya tahu persis kapan sih polisi jadi gubernur? Saya tahu persis tidak akan menang. Saya ka ngomong dengan Pak Namoeri Anom dan Pak Nurdin Muhayat, saya jangan dihitung, saya ikut meramaikanlah. Bahwa tolonglah beri kesempatan kepada tokoh-tokoh Lampung. Dan saya sudah ngomong dengan calon-calon dari Lampung, bahwa saya nggak masuk hitungan. Saya bilang, saya akan mundur duluan, masa nggak cukup.

2002 kan akan ada lagi pemilihan gubernur, apakah Anda masih berkeinginan dan bersedia dicalonkan?

Sepanjang ada putera Lampung terbaik silahkan saja. Saya akan dukung sepenuhnya. Asal dalam benak dan pemikiran dia, dia betul-betul untuk membangun Lampung jangan untuk kepentingan pribadi. Ini karena apa, ini karena masyarakat Lampung masih perlu dipacu untuk sama-sama dengan daerah-daerah lain. Itu saja. Karena kebanggaan dengan daerah saya tinggi, masa kita kalah dengan yang lain. Itu yang memacu diri saya untuk berbuat demi daerah ini. Karena itu saya nggak munafik, kalau memang ada yang percaya dengan saya dan mencalonkan, saya terima tapi saya tak ambisi. Saya tidak akan mau money politik, kalau ada yang begitu saya nggak usah saja. Karena kalau main money politic, berarti langkah pertama setelah jadi gubernur bagaimana uang saya kembali, kan begitu. Itu sudah pasti rusak.

Karier Anda di polisi masih panjang?

Masih adalah. Kalau keluar UU Kepolisian masih panjang, masih ditambah jadi usia 58. Kalau begitu kita di kepolisian duluah. Kalau dikatakan ambisi orang boleh ngomong apa saja. Tapi saya nggak macam-macam sebetulnya. Saya kan nggak pernah benci Oemarsono. Saya nggak pernah membenci yang lain. Cuma saya nggak senang dengan hal-hal yang nggak bagus. Kalau saya mengritik itu kan dalam rangka memperbaiki yang perlu diperbaiki.

Sebenarnya bagaimana dengan kebijakan gubernur, karena tidak didukung, kan jadi tak produktif sementara Lampung kan terus dibangun. Memang Lampung kecewa dengan Oemarsono karena masukan nggak dihargai. Yang memberikan masukan orang hebat, Pak Sitanala Arsyad dengan Johan Syahperi, Dubes di Australia. Coba ditampung dan dibahas kan bagus. Mereka itu kan mengundang pengusaha asing untuk berusaha di lampung, tapi nggak pernah mau berkomunikasi, selalu curiga dengan Lampung Sai jadi nggak arti apa-apa masukan Lampung Sai. Kan harusnya diterima dulu masukan, siapapun dia, masukan ditampung dulu. Nah sekarang saya nggak tahu nih kemampuan Oemarsono, karena saya sekarang kan diluar Lampung. Tapi kalau Lampung dipimpin oleh yang berfikiran tidak punya wawasan yang luas saya khawatir Lampung tidak akan pernah maju. Apalagi situasi seperti ini. Jadi saya percaya DPRD tingkat I dan tingkat II bisa menilai artinya kinerja dari masing-masing gubernur dan bupati di daerah. Saya sebagai orang Lampung yang berada di luar Lampung hanya berharap Lampung itu maju. Saya tidak ikhlas dipimpin yang membuat tidak maju, apalagi yang sudah memecah belah dan mengadu domba.

Apakah dalam setiap kegiatan Lampung Sai, gubernur diundang, kok jarang sekali dia hadir?

Ya diundang. Sekarang kan yang menilai masyarakat. Bagaimana gubernurnya. Masak gubernur di kecamatan hadir, sementara acara Lampung Sai di kabupaten dia ngak hadir. Masyarakat kan bisa menilai. Kalau saya mengeritik gubernur, nanti saya dikatakan pengin jadi gubernur lagi. Masyarakat kan bisa melihat bagaimana, kebijakan seorang gubernur. Kan sebenarnya semuanya tujuannya baik, Lampung Sai baik. Saburai baik. Lalu kok Lampung Sai mengadakan kegiatan kok nggak hadir, sementara Saburai ada kegiatan ada, ini kan sudah mengadakan perbedaan.

Apakah Anda ada berbenturan dengan Gubernur Oemarsono?

Secara pribadi saya nggak ada berbenturan dengan Oemarsono. Saya nggak pernah menghantam Pak Oemarsono, saya nggak pernah macam-macam dengan pak Oemarsono, saya nggak pernah yang namanya main politik. Saya benar-benar ikhlas dari hati kecil saya bagaimana bisa membangun Lampung. Mungkin Pak Oemarsono mendapat masukan yang nggak benar mungkin seolah-olah Lampung Sai ingin menjatuhkan dia. Masa Lampung Sai dicurigai, Lampung Sai nggak ada artinya, hanya satu paguyuban saja.

Tapi apakah dengan kegiatan di Lampung Sai, Anda pernah dirugikan?

Saya pernah dilaporkan oleh orang penting di Lampung, tanpa saya menyebut nama, ke Gus Dur. Karena waktu itu saya membawa aspirasi dari tokoh-tokoh Lampung Sai di pusat ke DPRD, saya dilaporkan. Tapi akhirnya, pimpinan di pusat kan tahu, bahwa saya kebetulan Ketua Lampung Sai, hanya sekedar menyampaikan aspirasi hasil keputusan bersama anggota Lampung Sai waktu rapat di Jakarta. Siapa yang nggak tahu dengan Namoeri Anom, Sitanala Arsyad, ada Alfian Husein, ada Muis, ada banyak ada tokoh Banten Hasan Soechieb. Itu bukan kemauan saya itu. Tapi saya sebagai ketua, terpaksa harus menyampaikan ke DPRD, saya dilaporkan ke Gus Dur ke Kapolri, untunglah Kapolri mengerti masalahnya. Sehingga sekarang ini bisa dipulihkan.

Kalau Kapolrinya nggak ngerti terhambat ya?

Ya pasti terhambat itu. Saya kan sudah sering dihambat. Sudah kenyang saya ini. Tapi ya kita, nggak perlu takut dengan dihambat. Dulu tahun 45 kita berjuang dengan harta dan nyawa. Sekarang harta nggak, nyawa nggak. Lha kalau resiko jabatan tentu harus berani kita hadapi. Saya kalau namanya untuk kebenaran, untuk Lampung saya berani menghadapi resiko apapun. Belum nyawa saya dicabut, hanya sekedar resiko jabatan masa takut. Kita kan pasti pada waktunya akan berhenti. Dan saya sudah pernah mengalami pahitnya. Karena itu saya berani mengambil resiko, apalagi untuk kepentingan Lampung kepentingan daerah, saya berani.

Anda hanya empat bulan di Sumsel tahu-tahu pindah ke Jawa Barat. Cepat amat?

Mutasi itu ada yang cepat ada yang lambat. Ada kemarin mutasi hanya dua bulan pindah. Mungkin untuk Polda Sumbagsel saya terlalu cepat, empat bulan pindah. Tapi sebetulnya orang senang ya setuju, nggak senang macam-macam alasanya. Tapi kalau saya pindah ke Jawa Barat, saya kan pernah bertugas di Jawa Barat, sudah cukup saya. Saya pernah Sesdit Lantas. Wakapoltabes Bandung, Kapolwil Bogor. Berarti pengalaman cukup. Bandung dengan Bogor itu daerah rawan Jawa Barat. Kalau Jawa Barat dua pertiga permasalahannya ada di Bandung dan Bogor. Ini sudah pernah saya lalui.

Kemudian aspek pendidikan, saya cukup. Saya Seskogab, saya Lemhanas. Berarti pendidikan dan pengalaman cukuplah. Senioritas juga cukup. Saya jenderal tahun 96, sama-sama dengan Pak Bimantoro, Pak Bibit, Pak Ahwil Luthan, yang sekarang Komjen, Pak Gunawan. Itu kan bukan mau saya, itu mau pimpinan. Saya sebagai prajurit, anggota kepolisian saya hanya patuh pada pimpinan.

Anda berprestasi juga, dan tidak ada salah barangkali?

Saya kalau dikatakan salah saya tolak. Karena saya nggak pernah merasa berbuat salah, saya nggak pernah diperiksa. Kalau dulu saya nggak banyak ngomong dan nggak melawan, mungkin saya nggak begini. Tapi Tuhan sudah mengatur, kalau dulu lancar sekarang nggak ndak tahu juga. Tapi saya sampai Kapolda di Jawa lika-likunya cukup panjang. Menjadi Kapolda Sumsel saja, dari jadi Wakapolda Sumsel perjalanannya panjang, musti melewati empat jabatan, setelah empat tahun kemudian saya baru bisa menjadi Kapolda Sumsel ini itu artinya tidak semudah itu. Ini karena Tuhan juga.

Anda pindah bagaiman ceritanya, ditelpon dulu atau bagaimana?

Saya tahu-tahu terima skep saka. Saya nggak ditelpon Kapolri, saya pun kaget baru tiga bulan dipindah. Tapi mungkin karena Irjen pensiun, maka dicari pati-pati yang pernah tugas di Jawa Barat. Yang jelas saya ingin buktikan kepercayaan pimpinan yang diberikan. Kita harus bisa melaksanakan tugas itu. Kita ditunjuk berarti dipercaya.

Obsesi Anda kan jadi Presiden, kalau di polisi jadi apa?

Kalau di polisi nggak mikir. Karena kan juga nggak sengaja masuk polisi. Jadi kalau sekarang ini, kita berusaha untuk bertugas sebaik mingkin. Kalau ditanya, jadi Kapolri pun mau, jadi menteri pun mau, jadi pengusaha pun sekarang mau, berhenti jadi polisi jadi pengusaha, juga mau. Namanya, apa saja kita mau. Bagi kita yang penting apa yang bisa kita perbuat untuk kesatuan, bagaimana bisa bermanfaat untuk masyarakat Lampung dan masyarakat Indonesia sekarang ini.

Banyak yang bilang, menuruti Sjachroedin itu sudah, bahkan Wakapolri Panji bilang Anda orang langka. Di Sumsel Anda banyak mengeluarkan uang untuk kegiatan baik fisik maupun non fisik, kelihatanya Anda tidak “mengumpulkan” duit,  padahal baru tiga bulan. Apakah Anda kaya atau banyak simpanan barangkali?

Saya rasa saya ini nggak munafiklah. Saya bersyukur kepada Tuhan, saya masuk salah satu yang untung. Saya dilahirkan di tengah keluarga yang cukup, itu suatu keuntungan bagi saya. Saya juga merasakan banyak orang yang kurang dari saya, oleh karena itu dibenak saya, saya katakan bagaimana saya bisa bermanfaat bagi masyarakat bagi kesatuan. Kalau bicara sudah cukup saya rasa nggak ada cukupnya. Anak presiden saja, Pak Harto, masih kerja cari uang. Jadi ukuran cukup itu kan relatif. Tapi yang jelas saya itu mengendalikan diri, artinya saya masih perlu uang. Tapi itu yang saya kendalikan diri saya, sehingga selama saya jadi Kapolda disini, setiap jumat saya undang fakir miskin, kemudian purnawirawan. Saya melihat agar mereka bisa ketemu dengan Kapoldanya, bisa juga merasakan kenikmatan hidup ini. Kemudian saya merasakan bahwa, rezeki yang ada pada diri saya bukan untuk saya semata-mata, tapi juga untuk orang lain untuk kesatuan, saya bisa juga sisihkan untuk bangunan. Karena kita kan nggak ada anggaran untuk bangunan, itu hanya kesadaran. Kesadaran pribadi, maka bisa dilihat dimanapun saya memimpin saya pasti membangun. Di Polresta sekalipun, di Lampung Selatan pasti saya membangun. Karena prinsip saya, hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Jadi apa yang saya terima hari ini dengan waktu yang saya tinggalkan, saya harus lebih baik daripada sebelum saya. Yang saya tinggalkan harus lebih baik dari sebelum yang saya terima. Tekad saya selalu begitu. Saya tidak mau saya masuk dapati A lalu saya tinggalkan A minus, saya tidak mau seperti itu. Karena saya masih menjaga nama keluarga, saya masih punya kebanggaan kepada diri saya, saya kepengin jadi kebanggaan anak-anak saya kebanggaan keluarga saya, kebanggaan masyarakat Lampung. Jadi artinya, saya kaya tidak, miskin juga tidak. Jadi sudah cukuplah. Saya tidak mau aji mumpung.

Anda punya banyak uang melakukan kegiatan, selain dari uang komando, dari mana saja?

Mereka itu kan kawan-kawan saya, kenalan-kenalan lama. Saya di Sumsel ini kan mereka melihat saya. Ini kalau saya ngomong untuk teman ya teman. Di kesatuan pun saya pun menggunakan manajemen secara terbuka sehingga, saya minta bantuan ke teman-teman dengan ikhlas mereka membantu.

Kemarin ini Anda mengadakan pertemuan, mengumpulkan 27 jenderal polisi, itu latar belakangnya apa?

Ini artinya untuk merekatkan kembali hubungan silaturahmi, karena mungkin ada hubungan yang terputus, karena sudah sekian tahun meninggalkan poliasi, sementara polisi berkoar-koar membina masyarakat. Membina masyarakat kan harus dimulai dari diri sendiri, keluarga sendiri, jangan ngomong keluar mau membina masyarakat keluarga sendiri nggak terbina. Saya nggak mau seperti itu, maka saya bina punwirawannya, baru keluar kita. Maka ada yang melihat ini menghambur-hamburkan duit, tapi semua itu kan ada tujuan. Kita bisa memetik pengalaman para sesepuh, dalam situasi seperti ini karena mereka sudah di masyarakat, ini langkah apa yang harus saya lakukan, masukan apa yang perlu saya pegang untuk ke depan ini.

Ini jelas hubungan sosial, tapi bukan “gerakan politik” mau naik jabatan dan sebagainya?

Nggak ada itu. Masak kita minta dukung sama pensiunan, kalau saya minta dukungan dari pensiunan, wah bodoh lagi saya. Saya kan sudah katakan di depan anak buah saya, demi Tuhan saya katakan saya masuk sekolah nyogok. Saya naik pangkat nyogok, nggak pernah saya lakukan. Saya semata-mata menjual kemampuan, saya bekerja untuk berbuat yang terbaik. Mereka yang saya undang itu bekas atasan saya, bekas pimpinan saya, kalau saya tidak simpatik kalau saya undang mereka tentu mereka tidak akan datang. Tidak semua orang berani mengundanga mantan-mantan pimpinan, tidak semua akan datang kalau pribadi kita tidak simpatik.

Yang jelas dalam pertemuan itu selain silaturahmi, memetik pengalaman mereka, saya juga jual kemampuan saya, kemampuan anak buah saya. Saya juga tampilkan difile, kiat-kiat yang laksanakan, itu artinya saya ingin menunjukkan artinya langkah-langkah yang saya ambil, sambil saya minta koreksi. Bagaimana Pak, mungkin ada masukan, koreksi. Ini, banyak yang saya petik dari sini.

Apa yang Anda dapat daripada pertemuan itu?

Banyak sekali. Bukan saya ingin memuji diri saya, mereka menyatakan apa yang saya lakukan sudah baik. Mereka nggak menyangka, mereka sampai diundang, masih diingat, terharu, sehingga yang tadinya tidak dekat dengan mantan-mantan Kapolda kini semakin dekat, mereka terharu. Juga dengan anggota, mereka yang tadinya tidak kenal, kini menjadi kenal. Kita kan sekarang sedang rawan persatuan dan kesatuan, itu positifnya.

Memang harus kita ketahui bahwa ada juga oknum, yang kurang perhatian dengan pensiunnan. Kalau ada pensiunan datang dia pikir seolah-olah minta duit, ini yang pikirannya jelek. Sekarang saya nggak beda-bedakan. Harus kita berfikir akan pensiun juga.

Lantas apa yang bisa Anda ambil daripada pensiunan jenderal itu ?

Kalau Pak Widodo, ya kebapakannya. Pak Anton Sudjarwo, ketegasannya. Semua ada kelebihannya.

Ada nggak merasa, anak buah mereka, lalu dikasih jabatan apa?

Nggak ada. Saya nggak ada minta-minta jabatan.

Bukan meminta, tapi diminta mereka?

Kalau diminta ya sering. Kalau dulu diminta Pak Sidharto sebagai Wakapolwil Bandung. Saya juga diminta Pak Putera Astaman sebagai Kapoltabes Palembang. Pak Putera bilang, Din kamu ikut saya. Saya ditunjuk Pak Banurusman jadi Kapolwil Bogor. Waktu kan ada APEC segala macam. Karena waktu saya jadi Kadit Samapta beliau lihat kerja saya, karena waktu itu kan ada KTT Non Blok di Jakarta. Waktu saya sekolah di Seskogab, saya dipanggil Kapolwil Bogor, kemudian saya oleh Pak Banu dibilang Anda mendampingi Pak Ismet jadi Wakapolda Sumbagsel, karena Pak Ismet belum tahu Sumbagsel. Saya menjadi wakapolda mendampingi Kapolda yang belum tahu Sumbagsel ini. Sakarang saya dipercaya oleh Pak Bimangtoro untuk kembali ke Jabar, ini kan kepercayaan pimpinan. Bukan  karena sesuatu, tapi karena kita dalam bekerja sungguh-sungguh.

Di polisi ada dikenal dengan gaya Sjachroedin, misalnya dalam setiap menjabat ada saja idenya, itu apa sebenarnya yang Anda jalankan dalam bekerja, kok banyak yang terkesan “aneh”?

Kalau saya yang pertama saya selalu berfikir apa yang bisa buat untuk kesatuan, apa yang bisa saya dorong untuk ciptakan motivasi kepada anak buah saya, lalu apa yang bisa saya tanmpilkan untuk buat getar kesatuan saya. Saya selalu tidak mau kalah dengan yang lain. Nah, ini mungkin dorongan semangat saja. Jadi apa yang saya kerjakan saya selalu memberi terobosan, apa yang bisa tunjukkan yang saya tampilkan untuk kesatuan. Namun untuk itu perlu resiko kita keluar duit, nah ini ada sebagian kita kalau sudah dihadapkan dengan uang mulai mikir, kan kalau kita mau penampilan perlu latihan, kalau latihan kan perlu keluar uang. Perlu segala macam, mungkin kendaraan, tapi kadang-kadang ada yang berat. Mikir kiri kana, coba kalau ular cepat dibagi, tapi kalau duit hitungnya terlalu lama. Sebenarnya banyak yang lebih mampu dari saya.

Tapi ada kelemahan, katanya ketemu pimpinan  seperti Anda, staf tenggelam?

Nggak tenggelam. Saya melihat mereka ini kadang-kadang menunggu, saya kan bilang dengan staf saya. Saya paling benci dengan orang yang petunjuk. Jangan banyak minta petunjuk saya bilang. Macam saya dengan Kapolres, kalau paparan didepan saya mereka seperti ragu-ragu, selanjutnya mohon petunjuk. Petunjuk apa, seharusnya tunjukkan kemampuan bahwa saya lebih pintar dari Kapolda, saya harus lebih menguasai dari Kapolda, begitu dong.

Apa penyebab minta petunjuk terus di kalangan Polri itu?

Minta petunjuk, di kepala kan aneh-aneh. Lalu kalau nggak ditunjuk nggak bergerak dia. Ini yang saya nggak suka sebetulnya. Apalagi bimbingan petunjuk. Kalau bagi saya minta petunjuk dan bimbingan hanya untuk Tuhan. Kalau saya, macam saya sekarang sebagai Kapolda Sumsel, kalau saya paparan dengan siapapun saya mesti yakinkan. Dengan Pak Togar, dengan Pak Panji sekalipun yang pernah jadi Kapolda disini, bahwa saya lebih tahu Sumsel sekarang dari dari pada Anda. Karena sekarang saya Kapoldanya, saya berani mengatakan bahwa ini langkah saya. Sekarang para Kasatwil ini ragu-ragu. Ini mungkin pengaruh ABRI, karena di ABRI kan kalimatnya siap melaksanakan perintah.

Perintah terus. Sedangkan polisi kan single fighter, ada beda disini. Saya kepingin timbulkan kreasi. Sekarang pedoman kan sudah ada. Kayak kapolri bilang rebut simpatik masayaraka. Itu kan harusnya saya pengin tahu langkah Anda, bagaimana merebut simpati di Lahat, dan bagaimana di Bangka dan sebagainya. Kita mesti punya kita-kiat sendiri. Makanya orang mungkin lihat saya terlalu sombong, karena saya terlalu yakin. Tapi itu tadi, kalau memang nggak benar ya siap diganti. Jadi seorang komandan mesti berani berhenti. Kalau komandan berfikir, kalau ngomong begini salah berhenti, wah jangan jadi komandan.

Anda menjabat sering masih yunior, apa ada masalah dengan bawahan yang senior?

Saya memang termasuk cepat di antara letting saya. Waktu saya mayor sudah menjadi Dansat Lantas Polda Sumbagsel tahun 1983 dalam usia 36 tahun Sespim lagi, memang dibanding sekarang sangat cepat sekali, karena situasi memang. Kemudian jadi Kapolres, jadi kolonel, termasuk cepat waktu itu. Itulah namanya jalan hidup. Dan tidak ada kendala walau level jabatan saya banyak seniornya.

Kalau Anda dipimpin yunior bagaimana?

Saya akan loyal saja. Sepanjang dilakukan dengan tertib, siapapun. Saya tidak melihat yunior dan senior. Saya hargai siapapun dia, tapi kalau tidak benar saya akan, mohon maaf, benturan pun saya berani. Itu sudah saya tunjukkan. Dan saya dibilang nggak benar, karena itu zaman orde baru. Dengan Dibyo misalnya (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun