Mohon tunggu...
Ismara Faza
Ismara Faza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Sebelas Maret

Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara FISIP UNS

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Imperialisme di Indonesia

1 Mei 2024   20:53 Diperbarui: 1 Mei 2024   21:00 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Imperialisme berasal dari bahasa latin yakni Imperium yang memiliki arti kekuasaan tertinggi, kedaulatan, dan aturan. Dilansir dalam Encyclopaedia Britannica, Imperialisme merupakan kebijakan, praktik, maupun usaha dari sebuah negara yang memiliki tujuan dalam memperluas kekuasaan, terutama melalui perolehan teritorial langsung dengan memperoleh kontrol ekonomi dan politik, menguasai wilayah dan masyarakat lain. Sedangkan menurut Henry Pratt Fairchild, Imperialisme merupakan kebijakan nasional dan praktik ekspansi baik dengan aneksasi paksa wilayah bertetangga ataupun dengan mendapatkan wilayah koloni asing yang dijajah dengan tujuan untuk menguasai pasar koloni asing. 

A. Imperialisme Belanda

Imperialisme di Belanda banyak digunakan terutama pada abad ke-17 sampai abad ke-19. Dan hal tersebut tentunya banyak memberikan pengaruh terhadap bangsa yang terjajah. Menurut Passchier (2007), Handinoto (2010), dan Leuhuis (2014) dalam Wihardyanto (2019), modernism yang ada pada jangka waktu kolonial Belanda di Indonesia membuat perkembangan arsitektur kota Indonesia menjadi semakin terstruktur. Wihardyanto (2019) menyimpulkan dari pernyataan Suptandar (2001), Silas (2005), Nas dan Vletter (2009), Soekiman (2011), bahwasanya arsitektur gaya Eropa yang digunakan di Indonesia secara perlahan namun pasti dapat membuat arsitektur dan tata kota loka menjadi pola sendiri yang selanjutnya dapat menjadi simbol identitas tersendiri. Serta banyak kota di Indonesia yang mendapat pengaruh kolonialisme Belanda akan tampak berbeda dengan kota-kota lokal dikarenakan terdapat aksen aksen Barat yang tidak mempertimbangkan aspek budaya, seperti kelengkapan infrastruktur, kesehatan lingkungan, dan aspek kenyamanan.

Belanda menciptakan VOC untuk memfokuskan usaha monopoli perdagangan hasil bumi melewati penguasaan daerah yang berada di dekat pelabuhan, termasuk Jawa tepatnya di daerah Pantai Utara Jawa (Leuhuis, 2014). Secara cepat VOC dapat berkuasa di daerah pelabuhan sebagai kompensasi bantuan untuk penguasa lokal yang sedang merebutkan kekuasaan. Dengan menguasai daerah pesisir VOC dapat menguasai perdagangan serta menyudutkan raja yang ada di pedalaman untuk bergantung pada VOC dalam hal ekonomi (Stromberg, 2018). VOC semakin berkuasa di pelabuhan Jawa disaat Perang Diponegoro berakhir dan Kesunanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta dipaksa untuk menyewakan daerah pesisir  keduanya dalam periode waktu yang panjang, dan sebagai balasannya mereka mendapat uang sewa tahunan sama besar.

Pada saat Belanda menjajah Indonesia, Belanda banyak membentuk, mengatur dan mengembagkan kota kota yang berada di Indonesia pada saat itu. Pusat kita yang berada di Jawa memiliki peran sentral untuk pusat kekuasaan, agama, ekonomi, dan sosial budaya. Secara khas, tempat tinggal penguasa yang ada di pusat kota Jawa memiliki tipe yang sama dengan pusat kota di Eropa, yakni sama-sama memiliki dinding pelindung meski berbentuk tidak sama. Kostof (1992) menyatakan bahwa tipe dan pola perkembangan kota di Eropa dan di Jawa pada masa kolonialisme ini tergolong tipe yang kosmik dengan pola konsentrik. Nas (2007) juga menyatakan bahwasanya Belanda mudah mengatur pembangunan kota-kota di Indonesia karena pola dasarnya sama dengan yang ada di Eropa. Struktur kerajaan Islam di Jawa yang radial konsentris dengan pusat kita berada di bagian inti atau tengah ini disinyalir memiliki kesamaan dengan daerah di kota Eropa pra Industrial yang digambarkan oleh (Burges, 1923)

B. Imperialisme Jepang

Dapat dikatakan bahwa imperialisme Jepang bermula dari peristiwa Perang Dunia Kedua yang terjadi di kawasan Pasifik dimana kejadian ini membuat Jepang harus kehilangan persediaan bagi industri negaranya sehingga Jepang harus melakukan ekspansi ke berbagai wilayah untuk memenuhi kebutuhan sumber-sumber persediaan industrinya. Dilanjutkan atas kemenangannya menyerang Pearl Harbour membuat jepang mengepakkan sayapnya ke Asia Tenggara sebagai benteng dalam melawan sekutu. Jepang memasuki Indonesia pada tanggal 11 Januari 1942. Jepang terus-terusan melakukan perlawanan kepada tentara Belanda yang menduduki Indonesia kala itu. Selama kependudukannya di Indonesia, Jepang menerapkan beberapa sistem yang diberlakukan kepada negara jajahannya dalam bentuk Imperialisme yang biasa dikenal dengan nama Tonarigumi atau biasa yang kita kenal sebagai Rukun Tetangga (RT).

Pemerintah Jepang mengumumkan Program Reorganisasi Persekutuan Regional atau "Burakukai Chonaikai tou Seibi Youkou" pada bulan September 1940. Program tersebut mengusulkan pembentukan Tonarigumi atau Rukun Tetangga (RT) yang terdiri dari sekitar sepuluh rumah tangga. Dalam program ini, Rukun Tetangga (RT) dijadikan sebagai organisasi dasar untuk menerapkan kebijakan nasional di kalangan penduduk, merencanakan latihan moral penduduk, memaksakan peraturan atas perekonomian yang terkontrol, serta menstabilkan kehidupan rakyat (Aiko Kurasawa, 2015:209-212). 

Setelah berhasil menduduki Indonesia, tentara Jepang menerapkan kebijakan dimana rakyat Indonesia harus melepaskan pengaruh-pengaruh barat dan kemudian memanfaatkan warga pribumi dalam kemenangan mereka pada perang Asia Timur Raya. Jepang kemudian membentuk propaganda 3A, yaitu Jepang Pemimpin Asia, Jepang Cahaya Asia, dan Jepang Pelindung Asia. Kenyataannya, beberapa kebijakan yang diberlakukan Jepang di Indonesia justru memberikan dampak negatif seperti kemiskinan, meningkatnya angka kematian dan menurunnya angka kesehatan, serta banyak ditemukannya penderitaan fisik rakyat Indonesia. Meskipun hanya menduduki Indonesia selama kisaran 3,5 tahun, namun imperialisme yang dilakukan Jepang lebih parah dibandingkan 350 tahun imperialisme yang dilakukan Belanda. 

Setelah kependudukan Jepang di Indonesia, pemberlakuan sistem Rukun Tetangga masih dikenal dan diimplementasikan hingga saat ini. Beberapa pengaruh lain dari imperialisme Jepang di Indonesia dapat dilihat dari beberapa bidang mulai dari Politik, Pendidikan, Ekonomi, Kebudayaan, Militer, dan masih banyak lagi. Terdapat beberapa pembangunan infrastruktur yang dilakukan Jepang di Indonesia seperti pembangunan jalan, pelabuhan, hingga bandara meskipun semua infrastruktur tersebut hadir karena paksaan yang mereka lakukan kepada penduduk setempat. 

Pada akhirnya kependudukan Jepang di Indonesia berakhir setelah kekalahan mereka pada Perang Dunia II yang mana membuka jalan untuk proklamasi kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Meskipun memiliki dampak yang beragam, kependudukan Jepang di Indonesia meninggalkan warisan yang kuat dalam sejarah Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun