Mohon tunggu...
Isma Prasetiya
Isma Prasetiya Mohon Tunggu... Akuntan - Penulis Pemula yang InsyaaAllah Istiqomah

Keep Spirit

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Heboh Bullying

28 Januari 2020   20:41 Diperbarui: 28 Januari 2020   20:44 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus bullying yang semakin hari semakin marak telah menyeret hingga anak usia dini. Hal tersebut bisa membuka hati orang tua yang bahkan sama sekali tidak tau tentang anaknya, baik kegiatan sekolah maupun aktivitas dirumah karena kesibukannya. Sehingga, terbuka pikirannya bagaimana peran mereka dalam lingkungan keluarga. Di antaranya, orang tua resah karena takut anaknya terkena kasus bullying, baik itu korban atau pelaku bullying. 

Menurut newsdetik.com, 84% anak usia 12-17 tahun mengalami bullying. Lumayan besar juga yah. Kasus bullying ini sama sekali tidak mengenal usia. Bahkan bullying ini terjadi pada anak TK. Tetapi, kasus terbanyak terjadi pada anak remaja.

Dilansir dari situs doktersehat.com, banyak penyebab yang menyebabkan terjadinya bullying, baik dari sisi korban maupun sisi pelaku. Jika dilihat dari sisi korban penyebabnya yaitu memiliki penampilan fisik yang berbeda sehingga mengundung beberapa orang untuk menghujat atau mencemooh semaunya dia, orientasi seksual, terlihat lemah sehingga orang berani untuk menindas seenaknya tanpa memikirkan dampak bagi korban, dan juga terlihat kurang bergaul.

Selebihnya, faktor penyebab kasus bullying datang dari si pelaku. Pertama, karena masalah pribadi yang berdampak pada kehidupan sosialnya. Contohnya, perceraian orang tua. Dari sinilah kebanyakan pemicu si pelaku melakukan kasus bullying karena kurangnya perhatian dari keluarga sehingga mencari perhatian orang lain, memiliki rasa kurangnya empati, dan kesulitan mengendalikan emosi. Kedua, merasa bahwa bullying ini menguntungkan bagi dia.

Saya ambil contoh kasus bullying ini pada kasus bullying Thamrin City. Kasus ini terjadi pada siswa SMP dan SMA. Awalnya, korban yang memulai pada si pelaku lewat situs Facebook dengan kata kasar dan mengacu pada seseorang. Akhirnya saling ejek. Hingga pelaku marah dan memanggil korban untuk bertemu di Thamrin City dan melakukan kekerasan. Mengapa sih harus di Thamrin City? Karena Thamrin City tempat orang tua mereka bekerja sehingga tau tentang tempat yang ada disitu. 

Akhirnya, berita ini sampai pada keluarga dan pihak sekolah. Untuk hukuman pelaku proses pengambilan keputusannya dilakukan diversi sehingga disebut nonpidana karena pelaku masih dibawah umur. Bentuk hukuman nonpidana itu, seperti memberikan pendidikan khusus selama enam bulan atau keharusan mengikuti kegiatan sosial.

Jika melihat kasus bullying thamrin city, ini terjadi karena korban yang memulai dari awal. Dari saling mengejeklah kasus dimulai. Sehingga jika dilihat mana yang salah, yang salah awal adalah si korban, dan akhirnya pelaku juga salah karena melakukan kekerasan. 

Menurut saya, sebaiknya dibicarakan baik-baik antara korban dan pelaku karena saat saya baca dari beberapa situs, mereka ini teman sepermainan. Selain itu, kurangi rasa emosi karena dengan emosilah semua kondisi tidak akan bisa terkontrol dengan baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun